SEMBILAN

121 6 0
                                    

Vio mengerjapkan matanya perlahan, hal pertama yang Vio rasakan adalah terbaring di ranjang yang empuk dan nyaman, dan Vio juga melihat sebuah atap yang sangat asing di ingatannya.

Vio bangkit dan segera keluar dari ruangan itu, namun ketika Vio baru melangkahkan kakinya menuju pintu, mata Vio melebar ketika melihat Presdirnya yang nampak tertidur di kursi kerjanya.

Vio melirik ke jendela dan tampak langit sudah menggelap.

"Tunggu," gumam Vio setelah kembali duduk di tepian ranjang.

"Duh ampun, aku lupa. Tadi pagi aku terjatuh di sini, sepertinya Presdir merawatku ketika aku tidur, bodoh Vio, kamu bodoh! Bagaimana bisa kamu kembali merepotkan Presdir dan membuatmu semakin dekat dengan pengangguran!" gumam Vio merutuki dirinya sendiri.

"Bagaimana bisa aku tidur begitu lama, Aneh. Tapi ya siapa yang peduli, sekarang aku harus keluar dari ruangan Presdir dan pulang, besok aku akan kembali dan membuat surat permintaan maaf dengan resmi."

Vio menghela napas pelan dan dengan mengendap perlahan mendekati pintu keluar.

Namun ketika tangan Vio sudah berada di gagang pintu, Vio melihat ponselnya berada di meja kerja sang atasan. Dengan berat hati Vio kembali mengendap ke meja sang atasan untuk mengambil ponselnya.

Vio menghela napas lega ketika ponsel itu sudah berada di genggamannya, ketika Vio hendak berbalik, mata Vio tanpa sengaja melirik ke arah atasannya yang masih tertidur.

Atasannya nampak masih sangat muda jika dilihat dari dekat, yang Vio tahu jika seorang Presdir itu biasanya sudah berkeluarga dan sudah berumur, namun ketika melihat atasannya yang satu ini semua asumsi Vio seperti terpecah begitu saja. Wajahnya sangat damai jika tertidur namun gurat lelah masih terlihat dengan jelas. Bulu matanya lebat, hidungnya nampak tinggi, alisnya tebal seperti menandakan aura kekharismaan tersendiri. Rahangnya tegas dan jangan lupakan bibir tipis itu yang kini mengatup rapat. Kulit wajahnya terlihat sangat bagus seperti selalu melakukan perawatan, tapi Vio itu seorang wanita dan tahu mana kulit alami dan mana kulit yang selalu melakukan perawatan, dan Vio sadar jika kulit wajah atasannya ini alami.

"Tampan sekali," ujar Vio tanpa sadar.

Seketika Vio langsung menutup mulutnya menggunakan telapak tangan ketika atasannya mulai terbangun.

"Nona Violita," seru Andra dengan suara khas bangun tidurnya.

"I-iya Pak Presdir, anda memanggil saya?"

Andra menarik napas panjang dan bangkit dari duduknya mendekati Vio.

"Anda sudah bangun ternyata, jam berapa sekarang? Oh jam sembilan, mari saya antar anda pulang," ujar Andra sambil memakai jasnya setelah melihat jam tangannya.

"E-eh, tidak perlu, Pak. Saya bisa pulang sendiri, maaf dan terima kasih karena telah merepotkan anda dan telah merawat saya, kalau begitu saya permisi, Pak. Selamat malam," tolak Vio.

Andra melirik sebentar ke Vio sambil mengancing jasnya.

"Hari sudah malam, sangat berbahaya bagi anda. Dan saya tidak suka jika niat baik saya di tolak."

***

Vio sangat gugup sekarang, bagaimana tidak? Saat ini dirinya sedang berada di dalam mobil atasan dinginnya itu. Vio dengan gugup memasang sabuk pengamannya.

"Bisa katakan dimana anda tinggal, Nona Violita?"

"Ah, saya tinggal di sebuah apartemen di jalan Bahari, Pak," sahut Vio.

Andra mengangguk mengerti dan segera menghidupkan mesin mobilnya.

Diperjalanan keheningan menerpa suasana keduanya, karena bagaimanapun jaraknya lumayan jauh.

HELLO PRESDIR!Where stories live. Discover now