SEBELAS

94 3 0
                                    

"Ck! Hei, dimana minumanku?"

Meggy bertanya pada seseorang yang kebetulan berjalan di sampingnya.

"Kamu pramusaji di sini, kan? Berikan aku beer sebotol lagi."

"Anda sudah begitu mabuk, sebaiknya anda minum air hangat," sahut pria asing itu lalu pergi meninggalkan Meggy yang masih merancau tidak jelas.

"Hei! Pramusaji di sini kurang ajar sekali!" teriak Meggy sambil menggebrak mejanya.

"Minumlah ini." Pria tadi kembali menghampiri Meggy sambil menyodorkan segelas air hangat untuk Meggy.

"Ada apa dengan pramusaji di sini, apa telingamu tuli? Aku menginginkan sebotol beer dan kamu hanya memberikanku air hangat?"

"Anda sudah begitu mabuk, Nona."

"Panas!" geram Meggy sambil mencoba membuka kancing kemejanya.

"Hei, anda ingin melakukan apa?"

"Tubuhku panas! Singkirkan tanganmu dari lenganku!"

Pria itu mendesah pelan sambil mengusap keningnya, "sekarang katakan, kamu kesini menyetir?"

"Apa masalahmu? Apakah mobilku pernah menggores mobilmu? Hahaha, uwah aku terbang!"

Pria itu menghela napasnya sambil memegangi Meggy yang sesekali hampir terjatuh.

"Katakan saja, Nona."

"Tidak!" bentak Meggy lalu mengambil gelasnya dan hendak menghabiskan minumannya itu.

"Hei, sudah cukup," cegah pria itu langsung mengambil alih gelas Meggy.

"Kembalikan minumanku."

"Katakan dimana anda tinggal?"

Meggy yang masih mencoba menjaga kesadarannya menatap pria di depannya dengan mata menyipit.

"Jalan Merdeka, rumah cat cokelat," jawab Meggy sambil mengucek kedua matanya yang memburam.

"Bisa berjalan?"

"Kamu mau membawaku kemana?" Sontak Meggy melepaskan pegangan pria itu pada lengan atasnya lalu sedikit memundurkan langkahnya.

"Saya akan mengantarmu pulang, Nona."

"Kamu tampan juga, siapa namamu pangeran berkuda putih?" tanya Meggy sambil terkekeh pelan.

Pria itu tidak menyahuti Meggy dan memapah Meggy keluar dari sana.

***

"Surat pengunduran diri? Boleh saya tahu apa keluhan anda ketika bekerja di sini, Nona Vio?"

"Mohon maafkan saya, Pak. Saya--saya merasa bersalah sekali karena telah bersikap kurang sopan pada anda, saya menyesal telah melakukannya, seharusnya saya memeriksakan diri dulu ke dokter sebelum menuduh anda," ujar Vio menunduk takut.

Andra menghela napas sejenak, lalu bangkit dari duduknya, "angkat kepala anda, Nona Vio," titah Andra ketika sudah berada di hadapan Vio. Kedua tangannya tersimpan hangat di saku celana dan enggan untuk keluar.

"Apakah anda mengundurkan diri karena pekerjaan di perusahaan ini yang tidak sesuai dengan ekspetasi anda?"

"T-tidak, Pak. Bukan begitu. Saya suka bekerja di sini," sangkal Vio kembali menunduk.

"Lantas? Apa anda mengundurkan diri hanya karena masalah pribadi?"

Vio terdiam di depan Andra, pandangannya masih menunduk walau sudah di perintah untuk di angkat.

Andra kembali menghela napas, dan mengusap keningnya merasa aneh dengan karyawannya yang satu ini.

"Baiklah begini saja, saya akan bertanggung jawab akan anda, lalu ...." Andra memotong ucapannya dan mengambil surat pengunduran diri milik Vio dan menyobeknya.

HELLO PRESDIR!Where stories live. Discover now