Apakah perubahan bisa memperbaiki?

4.3K 264 0
                                    


"Ta! Aletta!" Arvin menarik tangan Aletta yang tak juga berhenti. Gadis itu berbalik menatapnya dengan senyuman.

Sungguh Arvin tidak mengerti kenapa Aletta masih saja tersenyum setelah ia habis-habisan memarahinya tadi. Apa dia punya kelainan. "Jangan ganggu Dian," pinta Arvin.

"Gue nggak ganggu kalau kalian putus."

"Jangan ngarep hal yang nggak mungkin. Kami putus pun gue nggak akan cinta sama lo," tutur Arvin lebih tenang. Kali ini ia mencoba membuat Aletta menyerah dengan cara yang lebih baik.

"Gue bisa bikin lo cinta sama gue."

Setelahnya Aletta pergi. Tanpa kata yang terucap lagi. Hanya senyuman manis sejenak yang Arvin lihat sebelum gadis itu melangkah.

"Cewek aneh."

***

Sebutan Aletta tampaknya bertambah. Selain perusak hubungan orang, Aletta sekarang dijuluki SASIMO. Kenapa? Karena kedekatannya dengan Hendery. Tapi, apa Aletta peduli? Tentu saja tidak. Sebab prinsipnya adalah 'ini kehidupan yang menjalankan dirinya, yang tahu hanya dia, sedang orang lain hanya melihat dan menonton. Mereka tahu apa?'

"Lo nggak diganggu gara-gara gue deket sama lo, 'kan, Ta?" tanya Hendery khawatir. Cowok itu membuka tutup botol untuk Aletta yang tengah membaca novel horornya.

"Nggak." Cewek itu menutup buku. Kemudian tatapnya tertuju pada Hendery yang kini menyerahkan sebotol minuman jeruk. "Kenapa lo baru khawatir sekarang? Kenapa nggak dari awal lo ngajak temenan dan buat janji itu lo pikirin konsekuensinya? Secara lo itu terkenal, Hen," imbuh Aletta.

"Gue sih dulu mikirnya kalau lo diganggu lo nggak akan diem aja. Lo 'kan bukan cewek menye-menye. Lagipula kalau lo itu diserang gue bisa ikut bantu lo."

Hela napas kasar terdengar. Cewek dengan rambut tergerai itu menegakkan tubuhnya dari sandaran bahu kursi. "Percaya banget ya sama kekuatan gue?"

"Banget."

"Tapi gimana kalau kekuatan gue redup? Kayak waktu itu? Mendadak gue jadi cewek lemah, pingsan di hadapan semua orang."

"Kalau lo lemah gue bakalan datang jadi penguat lo. Karena itu gue ada untuk lo, Ta."

Tak sadar, Aletta tersenyum karena kalimat Hendery yang mana suaranya terdengar sangat ceria dan percaya diri. Seketika itu membuat Hendery mematung. Ia teramat kaget melihat senyuman Aletta.

"Manis." Hendery memuji dengan satu kata spontan yang membuat lengkungan di bibir Aletta kembali datar.

"Apaan, sih!" Aletta memukul pelan wajah Hendery. Ia tersipu malu. Hingga tak berani menatap wajah Hendery lagi. Aletta juga membuka buku novelnya lagi untuk pengalihan.

"Kebalik," ujar Hendery seraya terkikik. Tak lupa ia juga membenahi posisi buku Aletta.

Malu sudah Aletta dibuatnya. Kesal pun juga. Sebagai pelampiasan refleks tangan Aletta tergenggam dan meninju perut Hendery hingga tawa pemuda tinggi itu meredam.

"Mampus!" ejek Aletta yang langsung lari menjauh.

***

Menghabiskan waktu di tempat sunyi itu menyenangkan. Tapi di waktu istirahat tidak akan ada tempat sunyi. Jarang, pasti akan ada siswa-siswi di sudut mana pun, beberapa kelompok akan memilih tempat mereka untuk menghabiskan waktu istirahatnya sendiri.

Termasuk Aletta, dulu dia di sudut sekolah ini bersama Diana. Tapi sekarang, Diana dan teman-temannya yang mengambil tempatnya. Aletta tak masalah karena Hendery punya tempat sendiri. Jadi, tadi di tempat khusus Hendery Aletta membaca novel. Tapi, karena kesal Aletta malah pergi. Sekarang ia bingung harus ke mana.

Tentang Hendery, dulu cowok itu sangat akrab dengan temannya. Tepat lima hari yang lalu Hendery membawa Aletta ke tempat tongkrongan di belakang sekolah di mana ia menghabiskan waktu bersama temannya. Di sana Aletta dikenalkan oleh teman-temannya Hendery yang sedihnya, mereka tak menerima Aletta. Tetapi, Hendery masih bersikeras untuk berteman dengan Aletta. Hingga teman-teman Hendery memilih pergi.

Apakah yang seperti itu wajar dibilang teman?

Aletta sendiri. Sungguh sangat sunyi. Andai ia tidak mencintai Arvin dan mengikhlaskan semuanya, apakah semua ini akan baik. Eh, tapi tidak juga. Sejak dulu Aletta memang dikenal sebagai siswi diktator yang suka menindas. Meskipun begitu tak ada yang menegur.

Terkadang Aletta senang. Tetapi, ia juga kadang bertanya pada diri sendiri. 'Apakah benar menjadi antagonis yang dibenci adalah hal yang baik untuknya?'

Apa jika diperbaiki semua akan baik-baik saja? Namun, sekali lagi Aletta takut, takut untuk menjadi baik karena pasti akan dimanfaatkan. Ia takut akan sisi gelap manusia yang memakai topeng manis. Ia takut jika dirinya tak kuat jika menjadi sosok baik. Ketakutan itu yang selalu membuatnya kembali mantap untuk menjadi dirinya yang terlihat kuat dengan tokoh dan watak yang sama.

TBC

ANTAGONIS [TAMAT]Where stories live. Discover now