Part 27 : Tidak Sadar Pesona

4.3K 394 67
                                    


Panggilan telepon Brisia dan Vina berakhir bertepatan dengan keluarnya suster Vina dari ruangan Dimas. Wajah Brisia yang semula berseri-seri bahagia berubah jadi murung. "Ish, awas aja kalau dia berani godain Dimas," cibir Brisia.

Matanya kembali membesar ketika melihat si Vina masuk ke dalam ruangan Dimas. Akhirnya Brisia memutuskan untuk duduk di tepat di samping pintu masuk.

Siapa tahu dia bisa nguping.

Tapi setelah beberapa menit, dia tahu itu mustahil. Tidak ada satu pun pembicaraan di dalam yang terdengar.

Brisia tahu, Dimas sudah menjadi suaminya, tapi Dimas itu ganteng, pintar, baik. Sempurna deh pokoknya. Pasti banyak perempuan yang mau punya suami seperti Dimas. Bahunya meluruh membayangkan Dimas pergi ke pelukkan wanita lain.

"Mbak Brisia lagi nungguin dokter Dimas ya?" Seorang suster yang berumur empat puluhan datang menghampiri Brisia.

"Eh, iya. Dimasnya masih lama ya?"

"Setengah jam lagi selesai Mbak. Mau tunggu di ruangan dokter Dimas aja Mbak?" tawarnya.

"Oh, nggak perlu. Saya tunggu di sini aja." Sekalian mengawasi kalau-kalau ada yang ganjen ke suami gue, tambah Brisia di dalam hatinya.

"Kalau begitu. Ehm, saya boleh minta foto?" tanya si suster dengan wajah berseri.

Brisia mengangguk sebagai jawaban. Ternyata bukan hanya suster itu yang mau berfoto dengannya. Begitu dia mengangguk, ada sekitar empat orang lagi datang mendekatinya dan meminta foto.

Sejenak, Brisia mampu melupakan rasa cemburunya. Dia cukup senang dengan sikap para suster yang sangat ramah. Ditambah, dia selalu bahagia jika ada yang mengajaknya untuk berfoto.

Tanpa sadar mereka berfoto begitu lama. Brisia juga iseng mengorek informasi tentang Dimas. Dia ingin tahu, seperti apa Dimas di tempat kerjanya. Apakah dia sekeren seperti yang selalu dibayangkannya?

Jawaban dari pertanyaannya begitu jelas. Membuat Brisia takut Dimas direbut orang lain. Tapi, bukankah mencintai berarti merelakan dia pergi untuk bahagia. Bukan menahan dirinya tetap bersama kita dan tersiksa.

"Loh, kamu nungguin aku?"

Suara dibelakang Brisia membuatnya berbalik diikuti senyum lebar karena mendengar suara Dimas. Namun, senyum itu tak bertahan lama saat melihat kemunculan Vina di belakang Dimas.

"Sayaaaaang..." panggil Brisia lalu berjalan memeluk Dimas erat. Sengaja agar semua perempuan maupun lelaki yang berniat merebut Dimas darinya mengalami mental break dance dan mundur teratur.

Dimas itu milik Brisia.

Suaminya.

Dia akan menahan Dimas di sisinya dan membuat Dimas bahagia. Hal itu bisa terjadi jika tidak ada yang berani merebut suami tersayangnya.

"Brisia, kita jadi pusat perhatian orang-orang tahu," ujar Dimas. Meski begitu tangannya tetap mengelus rambut Brisia.

"Duh, pasangan baru. Memang masih hot banget ya. Jadi pengin kembali ke jaman saya muda dulu," celutuk suster kepala sambil bertopang menatap dua pasangan yang baru menikah dalam hitungan bulan.

"Ah, suster bisa aja," ujar Dimas.

"Kamu sudah makan?" tanya Dimas sambil mendorong pelan tubuh Brisia. "Belum. Aku mau makan siang sama kamu. Tapi kamu masih lama ya?"

"Aku sudah selesai kok. Ini aku buru-buru keluar karena Vina bilang ada kamu di luar."

Brisia melihat jam tangannya sekilas. Sudah hampir setengah jam ternyata dia ngerumpi dan foto-foto bersama para suster tadi. Sekarang setelah dia sadar, perutnya sudah keroncongan.

"Aku lapeer," rengek Brisia yang langsung diangguki Dimas. Sebelum pergi dia berpamitan ke semua suster. Kecuali Vina. Males banget dia sok baik di depan saiber alias saingan beratnya.

***

"Lain kali, kamu jangan terlambat makan siang. Makan duluan aja tanpa aku," ujar Dimas sambil menyerahkan sendok dan garpu untuk Brisia.

Kehadiran mereka di tengah-tengah kantin rumah sakit menjadi pusat perhatian. Setiap orang yang datang pasti akan mencuri pandang ke arah mereka. Berbisik sedikit kalau yang duduk di hadapan Dimas adalah Brisia Clairine. Disertai tatapan iri karena mereka begitu romantis.

Brisia sengaja mengajak Dimas makan di kantin. Dia ingin agar semua orang tahu kalau Dimas adalah miliknya. Mereka semua dilarang mendekati miliknya. Sekaligus kalau ada yang berniat mendekati suaminya sudah minder duluan melihat kecantikan paripurnanya hari ini.

"Obat dari dokter biar aku yang beli di apotek," tambah Dimas lagi sambil menatap Brisia yang makan begitu lahap.

Brisia menggelengkan kepalanya sebagai jawaban karena mulutnya penuh. Setelah makanannya ditelan dia menjawab. "Aku sudah beli. Kamu tenang saja."

"Oke. Jadi sekarang apa yang kamu rasakan? Mual? Lemas?"

Brisia menggeleng. "Cemburu," tandasnya.

"Cemburu apa lagi?" tanya Dimas tidak mengerti.

"Kamu sadar kalau dari tadi banyak suster yang liatin kamu. Kayak mereka tuh sedih idolanya sudah aku rebut."

Dimas menghembuskan napasnya lalu mulai makan.

"Ih, kok balasan kamu cuma gitu. Kamu seneng kan digodain para suster?" wajah Brisia berubah bete. Alarm di kepala Dimas segera berubunyi untuk menghentikan kebakaran yang akan segera terjadi.

"Aku kan suami kamu. Mana mungkin aku ladeni mereka."

"Aku tuh mau nanya serius. Selama ini kamu sadar kan kalau yang suka sama kamu banyak?"

Dimas menatap Brisia lalu mencoba mengingat-ingat. Setelah itu dia hanya mengedikkan bahunya acuh.

"Kamu nggak tau karena di mata kamu cuma ada Feli. Sekarang-"

"Sekarang aku sudah milik kamu. Jadi jangan berpikir aneh-aneh lagi. Oke?" Meskipun sedikit tidak rela tapi Brisia tetap mengangguk.

"Kita fokus jaga anak kita sampai dia dewasa nanti. Nggak akan ada orang lain di antara kita berdua." Dimas meremas tangan Brisia untuk meyakinkan. Sedangkan Brisia hanya menatap Dimas dengan mata berkaca-kaca.

"Kita," gumamnya lalu mengangguk.

.

.

.

17/5/22

Jangan lupa vote dan comment untuk part ini. Baca juga cerita-ceritaku di lapak sebelah. Dijamin seru dan baperin.

Ada yang mulai seneng lihat perubahan Dimas?

.

Chit chat

Instagram : __bels & belindavirginia

Twitter : belindanangoy

Drama QueenWhere stories live. Discover now