BAB 30 : Tamu

62.1K 9K 531
                                    

Double update gais, jangan lupa follow, vote, komen, dan share
🌻🌻

***

Vernanda Argajati, sosok wanita yang saat ini masih terlihat mengenakan pakaian kerjanya. Ia duduk dengan anggun sambil sesekali menyesap teh yang dibuatkan oleh salah satu pekerja di rumah ini selagi menunggu si pemilik rumah menghampirinya.

Sesekali matanya beredar memperhatikan setiap sudut rumah yang terlihat sangat berbeda sejak terakhir kali ia berkunjung ke sini. Tidak ada lagi warna-warna gelap, semuanya terlihat terang termasuk suasananya yang terasa hangat, tidak sesuram dulu. Tampaknya istri baru Mahasa berhasil mengubah suasana di dalam rumah ini dan juga hati si pemilik rumah mungkin?

Nanda juga turut memperhatikan sebuah bingkai foto besar yang berisi potret pernikahan si pemilik rumah. Tanpa sadar ia berjalan menghampiri. Seingatnya dulu di sana hanya terisi lukisan karya seniman ternama bahkan ia juga tahu berapa harga jual lukisan tersebut namun saat ia kembali lukisan itu sudah tergantikan.

Ekhem.”

Baru saja jarinya hendak menyentuh potret besar itu akan tetapi sebuah suara yang sangat ia kenali menghentikan aksinya.

Nanda segera menoleh lalu memasang senyum manisnya. Ternyata yang menghampirinya tidak hanya Mahasa. Di belakangnya ada sosok wanita cantik yang wajahnya selalu wara wiri di televisi tengah menatapnya dengan pandangan penasaran.

“Ada perlu apa?” tanya Mahasa langsung tanpa basa basi. Ia duduk di salah satu sofa mau tidak mau Nanda dan dua sosok lainnya ikut duduk.

Lagi-lagi Nanda terlihat tersenyum.

“Aku dengar kamu sakit.”

“Lantas?”

“Aku datang untuk menjenguk.”

Mahasa tidak terdengar menyahut.

Tidak tahu kenapa Kinanti merasa suasana di sini terasa sangat dingin. Bukankah keduanya saudara sepupu kenapa tidak terlihat hangat? Padahal sudah saling mengunjungi. Ataukah lagi-lagi ini hanyalah sandiwara belaka?

“Oh, aku juga bawa buah tangan. Ini ..., ” Nanda menaruh satu paper bag di atas meja yang Kinanti duga pasti isinya kue karena di paper bag itu ada logo dari toko kue yang sering Mahasa beli.

“Dan ini untuk Megan,” Nanda menaruh satu paper bag lagi dari sebuah brand ternama. Apakah sebuah pakaian? Atau sepatu? Kinanti menduga-duga lagi. Ia tentu saja tidak boleh melewatkan yang satu ini. Tidak tahu kenapa matanya selalu segar ketika melihat barang-barang branded.

“Ayo bilang makasih,” bisik Kinanti kepada Megan yang duduk di sebelahnya.

“Makasih, Tante,” ujar Megan dengan malu-malu.

Apa-apaan anak ini, Kinanti rasa tadi sikapnya tidak seperti ini. Bahkan beberapa kali dengan lugas Megan menceritakan tentang Nanda seolah keduanya benar-benar sangat akrab tapi sekarang, lihat, ketika bertemu langsung Megan malah terlihat malu-malu dan duduknya semakin merapat dengan Kinanti.

Lagi-lagi Mahasa terdengar berdeham yang menyebabkan orang-orang kembali memberikan atensi kepadanya.

“Saya rasa kamu tidak perlu repot-repot.”

“Gak apa-apa, gak ngerepotin kok. Lagi pula sudah lama sekali rasanya aku gak berkunjung ke sini. Aku juga mau kenal sama istri kamu,” ujar Nanda sambil sesekali melihat ke arah Kinanti.

“Apa tujuan kamu sebenarnya?” tanya Mahasa yang terdengar seperti tengah menahan kesal.

Melihat sikap Mahasa yang sedari tadi kurang ramah membuat Kinanti menghadiahinya sebuah cubitan di perut. Mahasa terdengar meringis lalu menatap Kinanti dengan nyalang. Bukannya takut, Kinanti balas dengan memberikan pelototan tajam.

Miss Rempong Where stories live. Discover now