LYM- empat belas

171 55 42
                                    


                              °°°
Hai semua!!! Jangan lupa pencet bintangnya 🌟 ya!!!

Udah follow belum?!

                               °°°

            ••• HAPPY READING ••••

Pagi ini, Friska akan mengikuti sarapan bersama dengan keluarganya. Ia bangkit dari duduknya mencoba untuk melangkah.

Ayo Friska, lu pasti bisa ucapnya dalam hati, dengan pelan-pelan ia melangkah sambil mencoba memohon kepada dirinya agar bisa bekerja sama saat ini.

Sekarang Friska benar-benar tidak mau seperti kemarin lagi, tersiksa hanya karena rasa trauma.

Friska terus melangkah perlahan melewati beberapa anak tangga, ruangan ruangan lainnya, hingga sampai di depan dapur tempatnya ia sarapan.

...

"Sebentar mama panggil Friska dulu." Anila melangkah setelah selesai memasak sarapannya. Mukanya terlihat begitu lelah, dan bibir yang aga sedikit memucat.

"Tunggu." Akara memegang tangan mamahnya.

Akara menarik mamahnya, dan menduduki mamahnya perlahan, setelah itu ia berkata, "mamah tunggu sini, biar aku yang ke sana."

Anila tersenyum dan mengangguk, akara pun melangkah ke arah kamar Friska, tetapi belum juga sampai, Friska sudah terlebih dahulu berada tidak jauh dari hadapannya.

"Kamu ka-" omongan Akara terpotong dengan Friska yang melangkah melewatinya begitu saja.

"Kamu mau ikut sarapan?" Tanya papah Candra, terlihat kaget.

Friska megangguk perlahan dengan muka datarnya.

"Sini-sini duduk, kamu mau sarapan apa?" Seketika muka Anila yang terlihat cape itu berubah menjadi senang, bibirnya yang memucat sekarang melebar, tersenyum.

"Roti aja," ucap Friska datar, ia sudah terduduk di salah satu kursi di sana.

Friska terlihat nampak biasa saja, padahal hatinya sedang memohon-mohon agar tidak terjadi apapun sekarang. Tangannya terkepal kuat, dengan keringat dingin yang mengguyur tubuhnya. Walaupun begitu dia telah berhasil melawan ketakutannya sekarang.

Akara membalikan badannya, menoleh ke arah meja makan yang terlihat hangat oleh kebahagiaan.

"Gue harap semuanya benar-benar kembali," ucap Akara, melangkah mendekat, ikut berbincang dan sarapan.

"Tumben roti?" Tanya Akara di saat melihat Friska yang sedang memakan sepotong roti.

Friska terus memakan sarapannya, tidak menjawab pertanyaan Akara.

"Seneng banget, lihat kamu balik sarapan di sini nak," kata Anila di tengah acara sarapan itu sambil tersenyum hangat.

Friska tersenyum tipis lalu melanjutkan kembali makannya, entah kenapa ia merasa sangat tidak mood untuk berbicara apapun, perasaannya begitu posesif sekarang.

Namun, tidak apa, ia berada di tengah keluarga nya saja itu sudah menjadi keberanian yang besar baginya saat ini.

Mereka semua berbincang begitu seru, tetapi Friska masih tidak bisa seperti yang lainnya, ia hanya bisa tersenyum tipis, megangguk, menggeleng tanpa ada sedikitpun suara yang keluar dari mulutnya, dan semua di ciptakan oleh rasa takutnya.

Tidak lama, situasi di meja makan itu hening, semuanya fokus dengan sarapannya masing-masing.

"Oh ya," Candra meminum segelas air di tangannya " kemarin papah ketemu temen papah, katanya besok kamu udah mulai sekolah, di sekolah baru kamu." Candra memulai percakapan kembali.

Luka Yang MembekasUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum