Bagian 23

1.3K 90 0
                                    

Abi meremas setir kemudi dengan kencang, kesal, sedih, kecewa, marah. Berkali-kali dia mengatakan pada dirinya sendiri bahwa kenyataan yang barusan didengarnya adalah salah atau paling tidak Airana sengaja mengatakan itu karna ingin balas dendam dengannya. Tapi, selama dia mengenal Airana, wanita itu amat begitu jujur padanya dan tidak pernah main-main dalam hal apapun. Tapi, apa secepat itu dia melupakannya????

Abi keluar dari mobil sembari menutup pintu mobil dengan keras. Abi berjalan menuju rumah yang dia sewa, tentunya Arbi yang mengurusnya.

Abi rasa dia membutuhkan air untuk menghilangkan rasa panas dan kering di tenggorokannya. Begitu masuk kesana, dia terkejut melihat wanita yang dia hindari selama beberapa tahun ini berada disana berkutat dengan peralatan masak.

"Ngapain kamu disini" Ujar Abi bengis sembari membuka kulkas, meraih sebotol minuman dan meneguknya kasar. Entah kenapa rasa panas di tenggorokannya kini menjalar pada bagian kepalanya.

Selvya menoleh menatap Abi dengan senyumnya "Haii... apa kabar??"

Abi meletakkan kembali air minul yang dia habisnya setengahnya kedalam kulkas menutup pintu kulkas dengan kasar.

"Bilang sama saya, ngapain kamu ada disini" Ujar Abi penuh penekanan

Selvya mematikan kompor, menghampiri Abi yang menatapnya bengis.

"Aku kesini mau minta maaf itu aja Bi"

"Keluar, pergi dari sini" Abi duduk dimeja makan memijar pelipisnya.

"Abi,,, akuu...."

Abi memutus ucapan Selvya, "Diammm.... saya bilang pergi! pergi dari sini, kamu tidak bisa dengar perkataan saya?"

Emosinya tidak terkontrol lagi. Bayangan kebohongan yang diciptakan oleh wanita didepannya membuat dia muak.

"Abi akuu..."

"Jangan sebut nama saya, kalau kamu tidak pergi, oke saya yang akan pergi"

"Abiiiii" Selvya menatap nyalang ke arah Abi yang tidak lagi mau menatapnya.

"Oke aku yang pergi, tapi aku akan kembali lagi Bi" Ujar Airana lalu pergi meninggalkan Abi.

Abi memukul meja melampiaskan kekesalanya. Siall tidak cukupkan wanita itu membohonginya, membuat Airana pergi darinya, lalu sekarang dia kembali lagi??? Kenapa dia masih punya muka????

______________

Sementara ditempat lain, Arbi kembali gelisah. Bahkan saat rapat tadi, dia tidak henti-hentinya memikirkan Airana. Ckk..bahkan sampai sekarang, pesannyapun tidak dibalas oleh istrinya itu.

"Kamu kenapa???" Ujar Agam sedikit aneh menatap putranya yang gelisah.

"Gapapa" Ujar Bian

"Ngapain liat handfone terus??? Ada yang ketinggalan atau kamu fikirkan??"

Bian mendesah "Aku boleh pulang ngak pa?, aku kepikiran sama Airana"

Agam terkekeh geli, kenapa Bian amat mirip dengannya saat semasa muda dulu.

"Yasudah, pulang saja... dari pada kamu mirip ulat bulu disini"

Bian tersenyum cerah, berpamitan pada Agam lalu keluar dari ruangannya. Anton mendesah lega saat Bian tidak lagi berwajah murung saat bosnya baru datang tadi pagi. Anton akui, Bian memanh jarang sekali marah. Tapi sekali marah, runtuhlah kantor ini. Anton bergidik memikirkannya.

Bian mengemudikan mobilnya agak cepat menuju butik istrinya. Entahlah, dia merasa gelisah, takut dan khawatir jika ubi-ubi dan ciki-ciki itu kembali menemui istrinya. Dia tidak suka melihat tatapan mereka yang terang-terangan memancarkan cinta untuk istrinya. Sialannn....

Setelah tiba di butik Airana, Bian buru-buru keluar dari mobil menuju ruangan istrinya. Mengabaikan tatapan karyawan disana yang terheran-heran melihat suami Bosnya datang tergesa-gesa menemui Bosnya.

"Saa....."

Bian menghentikan ucapannya saat melihat istrinya tengah tertidur di sofa. Ya Ampun jadi istrinya tidak membalas pesannya karna dia tidur??.

Bian menutup pintu ruangan dengan amat pelan, takut membangunkan Airana.
Bian menghampiri istrinya, duduk di lantai menatap Airana yang dimatanya selalu terlihat cantik. Bian sepertinya sudah tidak waras, meninggalkan pekerjaannya karna merindukan sang istri. Ahh yang benar saja, padahal tadi pagi mereka sudah bertemu.

Biang mendekatkan wajahnya, mengecup singkat bibir istrinya yang sexy.

Airana mengerang seperti ada seseorang yang menganggu tidurnya. Tapi entahlah, mata begitu amat sulit dibuka. Dia kelelahan karna Bian yang begitu buas semalam.

"Arbiann... aku lagi ngantuk" kata Airana parau dengan mata terpejam.

Bian terkekeh geli. Bian melepas sepatunya, jasnya, melonggarkan dasinya, dan bergerak keatas sofa. Dia tidak tahan untuk tidak tidur memeluk istrinya. Untung saja sofa ini lebar, pasti muat untuk mereka berdua, meskipun sempit.

Bian mengendus leher istrinya, wangi. Ahh Bian sepertinya benar-benar gila, bahkan dibawah sana sudah menegang sempurna. Yatuhann... Airana memang membawa pengaruh besar untuk dirinya.

Namun Bian berusaha mengontrol dirinya, dia memeluk Airana erat-erat. Ikut memejamkan mata, karna sepertinya dia memang sedikit kurang tidur karna menggempur istrinya semalam.

______________
Jgn lupa vote

Jarak Antara Luka dan Bahagia (SELESAI)Where stories live. Discover now