05. Posisi Abel (2)

511 101 20
                                    

Hiii, long time no seeee✨✨✨✨✨
Happy reading ya guyssss❤️❤️

Hiii, long time no seeee✨✨✨✨✨Happy reading ya guyssss❤️❤️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sekarang, di sinilah Auriga dan Abel berada. Di Panti Asuhan Sukmajaya. Salah satu dari beberapa panti asuhan yang hampir diabaikan oleh warga sekitar dan minim akan bantuan sosial dari pemerintah. Hanya beberapa orang yang menjadi donatur tetap pada pembangunan dan penyelenggaraan lembaga yayasan ini. Panti ini juga tidak terlalu banyak penghuninya. Sejauh ini, hanya 10 anak asuh yang tinggal di sana bersama 5 pengelola panti. Meskipun sedikit, tapi pengeluaran harian maupun bulanan di panti ini lumayan besar mengingat anak-anak yang ada di sini sudah memasuki usia sekolah.

"Kakak itu adeknya Bang Abel ya?" tanya salah satu anak laki-laki yang Auriga yakini berusia sekitar 12 tahun. Dia duduk di samping Auriga, ikut memandang keseruan yang sekarang dilakukan oleh anak-anak panti bersama Abel dan teman-temannya.

Auriga mengalihkan perhatiannya pada anak tersebut. Anak laki-laki dengan rambut berwarna coklat pirang yang sekarang duduk di sampingnya sambil memeluk erat sebuah komik. "Iya, kamu udah kenal ya sama Bang Abel?"

"Hm, Bang Abel selalu ke sini buat main bareng anak-anak di sini," jawabnya santai.

Auriga memandangi wajah anak tersebut dengan seksama, dia mengerutkan keningnya sesaat sebelum membuka suara. "Kenapa gak gabung sama yang lainnya?"

Anak laki-laki tersebut menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Gak ah, di sini aja. Di sana panas."

Dahi Auriga makin berkerut. "Kamu dikucilin ya sama mereka?" tebak Auriga asal-asalan.

Bocah itu lagi-lagi menggelengkan kepalanya. Dia menatap Auriga dengan senyum lebarnya. "Kalau Kakak, kenapa gak gabung sama mereka juga?"

Auriga mengerjapkan matanya saat ditanya balik sama anak laki-laki tersebut. "Yeee, malah nanya balik. Dasar," gerutu Auriga.

Bukannya kesal, bocah tersebut malah tertawa yang membuat matanya yang sipit menjadi hilang berbentuk lengkungan.

"Ibu Panti berpesan agar aku tidak ikut panas-panasan karena semalam demam tinggi. Makanya aku sejak tadi hanya duduk di kursi sana," ungkap bocah tersebut sambil menunjuk kursi yang ada di depan salah satu bangunan panti. "Terus aku lihat Kakak yang sejak tadi hanya diam di sini sambil ngeliatin yang lainnya lagi main. Lebih baik aku di sini biar bisa nemanin Kakak."

Auriga memperhatikan bocah itu lagi. Benar, wajahnya tampak pucat dengan bibir yang keliatan pecah-pecah.

"Aku Louis," ucap bocah tersebut memperkenalkan dirinya. Bocah tersebut tampak begitu antusias, terbukti dengan matanya yang berbinar-binar dan senyumnya yang sejak tadi selalu mengembang sempurna. Auriga sempat kagum dengan bola mata bocah tersebut yang terlihat begitu cerah dengan warna coklat muda. Belum lagi dengan hidungnya yang terlihat lebih mancung jika dibandingkan dengan anak-anak panti yang lainnya. Dari penampilan bocah tersebut, Auriga berspekulasi kalau salah satu dari orang tua bocah tersebut bukanlah berasal dari Indonesia.

Zero Expectations || Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang