🪔 Chapter 7 🪔

3.6K 543 914
                                    

        Kegelisahan malam lalu telah tenggelam bersama purnama di langit. Biarlah kecemasan kemarin berlalu dan sekarang saatnya menjalani hari yang baru. Seperti pemuda bermarga Azure yang berangsur-angsur menyudahi arungan mimpinya, ia terbangun usai terlelap bersama keresahannya terhadap setangkai bunga putih yang misterius.

        Kelopak matanya mengerjap-ngerjap pelan dari bias cahaya yang menelusupi jendela. Ia menarik napas sejenak, menghirup aroma khas dari cuaca gurun pasir. Terasa janggal, karena biasanya ia terbangun di kamar apartemennya dengan bising lalu lintas yang macet. Tubuhnya pun terbangun oleh alarm fisiologis di dalam kepala, alih-alih jam digital di atas nakas.

        Kedua tangannya merenggang, "Hooaaa- AAAAAA?!!"

        Mulutnya yang awalnya menguap justru berteriak histeris. Kontan tubuhnya terlonjak, hampir terjungkal dari atas kasur. Kedua manik abu-abunya membeliak terkejut.

        "Se-sedang apa kau di sini?!" sambil terbata-bata bersama degup jantung yang bertalu kencang, Jimin melemparkan tanya pada seorang laki-laki di ujung ranjang. Laki-laki yang duduk tanpa suara dengan senyuman tipis di bibirnya.

        "Aku merindukanmu."

        Bukan jawaban pasti yang diterima Jimin. Melainkan ungkapan hati yang tulus disertai tatapan penuh kasih. Ialah pemegang takhta seluruh daratan Mesir, fir'aun Tuthanamen.

       Garis labiumnya terangkat simpul. Dadanya menghangat karena rasa rindu yang dikatakannya telah terbayar lunas setelah melihat kelopak mata misty grey terbuka untuk menyapanya. Meskipun sapaan pertama berupa teriakan histeris, tetapi Jeongguk rasa itu sudah cukup mengobati satu malam tanpa perjumpaan dengan Nakia-nya.

        Rindu, ia benar-benar rindu memeluk pangeran manisnya.

        "E-ehem!" merasa ditatap sedemikian rupa, Jimin berubah menjadi kikuk. Ia terbatuk keras untuk mengalihkan secuil rasa gugup dari belenggu manik obsidian yang terlihat sangat memujanya.

       "Se-setidaknya gunakan cara yang normal, seperti menungguku sampai bangun!"

       Kening Jeongguk mengerut, "Bukankah itu yang sedang aku lakukan? Aku menunggumu sejak tiga jam yang lalu sampai kau terbangun."

       "Ti-tiga jam?! Jadi kau sudah duduk di sana selama tiga jam penuh?!" suara Jimin semakin lantang. Bibirnya menganga. Luar biasa tercengang. Orang macam apa yang duduk selama tiga jam hanya untuk menatap orang lain yang sedang tidur???

       "Iya, Sayang. Seperti biasanya." Jeongguk mengangguk singkat.

       Pukul dini hari lewat, mendekati terbitnya fajar, ia datang tanpa pemberitahuan ke istana Medinet. Tubuhnya penat usai melakukan perjalanan jauh untuk menyelidiki pelaku penjebakan pangeran manisnya, belum lagi masih dihadapkan urusan kerajaan. Penat, sangat penat bahkan sekadar ingin berbaring di istananya sendiri.

       Jadilah ia datang mengunjungi pujaan hati agar seluruh lelah di tubuhnya tersirnakan. Kendati demikian, ia tidak membangunkan Jimin sama sekali, justru diam di ujung ranjang dan mengamati wajah teduh yang terlelap anggun.

       "No wait, what??! Dude, you creep me out!! Apa kau ini pengangguran?!" Jimin semakin terpongah-pongah. Ia memelototi Jeongguk seperti seorang penyusup yang tertangkap basah. Hell no! si fir'aun Tuthanamen memiliki kebiasaan yang menurutnya creepy!

       Jeongguk terhenyak, kedua alis tebalnya terangkat heran. "Nakia, akhir-akhir ini kau sering menggunakan bahasa roh, aku-"

      "Demi Tuhan ini bukan bahasa roh!!" tak sadar Jimin menukas ucapan Jeongguk. Ia mulai sensitif jika kemampuan berbahasanya dijuluki hal yang mistis.

🪔 Hossam Nakia 🪔 》KookMinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang