Ada momen-momen dimana kita sudah punya firasat kuat tentang hasil akhir dari suatu hal, namun kita tetap berjuang.
Seperti seorang ayah yang tahu bahwa menyusuri tepian sungai tidak akan membuatnya menemukan sang anak yang dilarung arus, namun beliau tetap melakukannya.
Beberapa orang barangkali bilang kita keras kepala. Beberapa yang lain menyebut kita tidak ikhlas terhadap takdir. Tapi sebenarnya yang kita lakukan hanya berusaha agar diri ini tidak menyesal. Setidaknya kita pernah memperjuangkan sekuat-kuatnya, sebelum mencoba melepaskan seikhlas-ikhlasnya.
Barangkali itu yang dilakukan Ning. Meski kini ia menyadari, siapa dirinya dimata Arya, rasa cintanya yang besar pada lelaki itu membuatnya memutuskan untuk menjadi istri terbaik untuk lelaki itu. Sampai akhirnya nanti lelaki itu melepaskannya, membuangnya. Setidaknya, ia tidak akan menyesal karena sudah pernah berjuang sekuat-kuatnya untuk mempertahankan rumah tangganya.
Itulah yang membuat Ning mengikuti perintah Arya untuk tidak bekerja di luar rumah. Ia menyampaikan keputusannya itu pada Rara yang menawarinya pekerjaan di cake shop.
"Mohon maaf ya Mbak Rara," kata Ning sekali lagi, dengan santun, karena telah menolak tawaran itu. "Tapi kalau Mbak Rara suka sama kue dan cake buatan saya, apakah boleh kalau saya nitip kue dan cake saya untuk dijual disini?"
Rara menyambut ide itu dengan senang hati. Dan untuk kemurahan hati Rara tersebut, Ning sangat berterima kasih.
Beberapa waktu kemudian mereka habiskan untuk mendiskusikan kue dan cake apa saja dan berapa banyak yang akan Ning supply ke cake shop Rara. Pada tahap awal, Ning hanya akan mensupply dalam jumlah sedikit. Setelah mendapatkan respon pelanggan, mereka akan menentukan kembali berapa banyak produk yang dapat disupply Ning.
"Makasih banyak ya Mbak Rara," kata Ning setelah diskusi mereka mencapai kesepakatan. "Mbak nggak tersinggung karena saya nolak tawaran Mbak. Malah membolehkan saya nitip kue saya di cake shop Mbak Rara. Mbak baik sekali."
Perempuan dengan wajah anggun di hadapan Ning itu terkekeh kecil.
"Sama-sama Ning. Nggak peru merasa sungkan," kata Rara. "Ini bisnis. Saya mau menjual kue kamu di cake shop saya karena saya punya feeling kue-kue kamu akan banyak disukai pelanggan saya. Rasanya enak."
Ning terkekeh malu. "Makasih Mbak."
"Pas nyobain boeterkoek dan cinnamon roll yang dibawa Mbak Dwi ke acara arisan, saya langsung nyobain resep di cookpad. Tapi nggak berhasil dapet yang tekstur dan rasanya seperti yang kamu buat. Akhirnya saya minta nomer hp kamu ke Mbak Dwi," kata Rara. "Kamu modif-modif resepnya ya Ning?"
"Iya Mbak. Di rumah kan saya sendirian aja, nggak ada kesibukan, jadi iseng aja nyobain dan modif resep."
"Oh, cuma tinggal berdua aja ya sama suami?"
"Iya, Mbak, cuma berdua aja. Jadi pas suami kerja, ya saya cari kesibukan di dapur."
"Pengantin baru ya?"
Ning tertawa. "Bukan pengantin baru juga Mbak. Tapi juga belum lama."
"Sudah berapa lama menikahnya?"
"Baru 8 bulan kok Mbak."
Rara terlihat mengangguk-anggukkan kepala. "Dan belum berencana punya baby?"
"Saya sih pengin Mbak. Tapi suami bilang, nunggu sampai kondisi kami lebih mapan." Ning tidak bohong kan, memang Arya tidak ingin punya anak sampai hubungan mereka resmi dan mapan kan?
"Udah pacaran dari SMA ya? Jadi udah yakin nikah muda?"
"Nggak kok Mbak. Cuma ketemu sebentar, di tempat kerja. Trus dia ngajakin nikah."
KAMU SEDANG MEMBACA
SLICE OF LOVE
RomanceKumpulan cerita cinta agegap dengan konflik ringan. Readers: Ringan apanya woeeee???