Unconditional Love - 1

9.8K 748 70
                                    

Heyho Kakak2!
Setelah cerita Ning yg menguras hati, kali ini saya posting cerita receh2.

Cerita ini sdh pernah saya posting jg di WP saya. Mgkn beberapa pembaca ada yg pernah baca juga. Mohon maaf kalau bosen ya.

Buat Kakak2 yg belum pernah baca, selamat menikmati! Smg cerita ringan ala-ala anak SMA-kuliah ini refresh your mood. Hehehe.

* * *

Gadis itu menyeruput jus jeruknya tanpa ekspresi nikmat. Lalu dia menyingkirkan anak-anak rambutnya, yang diterbangkan angin dari wajahnya, dengan gerakan yang gusar.

“Dia bakal marah besar kalau tahu tentang kita, Artha,” kata gadis itu.

“Gue tahu.” Pria bermata kecil itu menjawab.

“Kalau udah tahu, kenapa tetap meminta gue?”

“Karena cuma lo yang bisa ...”

“Kalau lo udah nggak tahan, kenapa nggak putusin dia aja?”

“Lo tahu alasannya.”

“Gue merasa bersalah sama Dipta, Tha.”

“Ini bukan salah lo, Rahmi,” lelaki itu meraih tangan gadis di hadapannya.

“Kalau dia nggak sebegitu dinginnya, gue nggak akan melakukan ini. Lo ngerti kan?”

Rahmi menarik tangannya dan menghela nafas. Gusar. “Kalau dia nggak sebegitu dinginnya? You have no idea what she has been through.”

“You tell me, then.”

Kadang kita bertemu orang yang salah di waktu yang tepat.

Kadang juga, kita bertemu orang yang tepat ... di waktu yang salah.

*  *  *

Rahmi sudah mengenal Dipta nyaris seumur hidupnya. Sejak dia mulai bisa mengingat, Rahmi sudah mengenal Dipta. Itu berarti mereka bahkan sudah berteman sejak masa bayi mereka. Memiliki orangtua yang bersahabat sejak SMA, tinggal di perumahan yang sama dan menimba ilmu di sekolah yang selalu sama, membuat Dipta dan Rahmi seperti anak kembar yang tak terpisahkan. Tapi seperti juga semua kisah persahabatan lain, kisah cinta kadang adalah yang membentangkan jarak diantara persahabatan.

Dipta pertama kali jatuh cinta saat kelas tiga SMA. Di sekolah itu, Dipta termasuk 10 besar murid paling pandai seantero sekolah. Sementara pemuda yang ia jatuhi cinta adalah cowok basket. Tapi bukan hal itu yang membuat Rahmi merasa tidak terlalu cocok dengan cowok itu.

“Kita juga beda banget, Mi, tapi akur-akur aja,” kata Dipta ketika menanggapi komentar Rahmi tentang perbedaan mereka.

Iya juga sih. Meski berada di jajaran murid paling pandai seantero sekolah, Dipta sama sekali tidak tampak seperti kutu buku yang kuper. Sebaliknya, dia adalah jenis orang memiliki banyak teman dimana-mana, meski tidak pernah benar-benar bersahabat dengan siapapun kecuali dengan Rahmi.

Sebaliknya, Rahmi lebih pendiam. Sifatnya ramah, tapi tidak pandai menjalin hubungan dengan orang baru. Tidak seperti Dipta yang banyak omong, Rahmi lebih sering diam, mendengarkan dan memperhatikan. Mungkin karena itu, mereka tahan bersahabat sejak bayi hingga sebesar itu.

Tapi sejak dekat dengan Aldi, si cowok basket itu, Dipta menjadi agak jauh dengan Rahmi. Di sela-sela waktu luangnya yang biasa ia habiskan bersama Rahmi, kini Dipta lebih sering terlihat bersama Aldi.

“Lo pacaran sama Aldi, Ta?” tanya Rahmi suatu kali, mengonfirmasi kedekatan sahabatnya dengan si cowok basket itu.

“Nggak. Kita temenan doang,” jawab Dipta, dengan ekspresi malu-malu dan cengiran salah tingkah.

SLICE OF LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang