"Inas..."
Berbeda dengan biasanya, dimana Inas lebih suka menunduk. Kali ini ia membalas tatapan penuh tanya Indra.
"Kamu pasti masih marah sama aku kan?" kata Indra, terdengar hati-hati. Inas memang sudah bilang memaafkan Indra, tapi dari sikap Inas selama ini, Indra tahu bahwa gadis itu belum sepenuhnya memaafkannya. "Aku tahu kamu belum bisa maafin aku. Tapi tolong kasih aku kesempatan menunjukkan penyesalanku, Nas. Tolong kasih aku kesempatan, sampai kamu bisa maafin aku. Ya?"
"Saya sudah maafin Om," Inas menjawab tenang.
Mata Indra membesar. "Kalau gitu kita nggak perlu pisah kan Nas? Kamu tetep mau nemenin aku terus kan Nas?"
Inas menatap Indra dengan mata memicing. Seolah pernyataan Indra aneh sekali.
Melihat ekspresi Inas, Indra mendapat firasat buruk. Ia buru-buru pindah duduk ke samping kursi Inas. Lalu meraih telapak tangan Inas dan menggenggamnya.
"Maafin aku, Nas," kata Indra lembut. "Kalau kamu belum maafin aku sekarang, nggak apa-apa. Tapi jangan tinggalin aku ya. Kasih aku kesempatan."
"Buat apa Om?"
"Buat apa, gimana?"
"Kita sudah 1 tahun menikah. Sesuai perjanjian, sudah waktunya kita pisah."
"Tapi beberapa bulan ini hubungan kita membaik kan Nas? Aku udah nggak peduli lagi sama perjanjian. Pernikahan kita layak diperbaiki dan dipertahankan kan Nas?"
"Kenapa pernikahan kita harus dipertahankan Om?"
"Karena kita saling mencintai. Kamu cinta sama aku kan Nas?"
"Om cinta sama saya?"
"Iya."
"Tapi saya nggak merasakannya."
"Nas..."
"Om cuma menunjukkan cinta saat kita berhubungan sex. Selain saat bercinta, bahkan Om malu punya istri seperti saya."
"A-aku..."
Bahkan untuk membela diri saja, Indra bingung. Hal itu membuat Inas makin yakin bahwa dugaannya tidak keliru. Dalam hati, Indra memang malu punya istri seperti dirinya.
"Dira sayang sama kamu Nas. Masa kamu tega ninggalin dia?"
"Dira yang sekarang, sudah berbeda dengan Dira setahun lalu. Dia sudah mandiri, Om. Dia hanya perlu bantuan sedikit-sedikit. Bi Mur bisa bantu. Dira sudah nggak terlalu picky dan rewel sekarang. Saya juga sudah ngobrol sama Bi Mur. Kalau Om pulang malam, Bi Mur sudah bersedia nemenin Dira sampai jam 9 malam. Jadi kalau alasan mempertahankan saya hanya untuk merawat Dira, alasan itu sudah nggak relevan lagi, Om."
Indra memandang Inas, ngeri. Sepertinya Inas sudah mempersiapkan Dira dengan baik agar siap ditinggal oleh Inas.
"Kamu... memang sudah berencana untuk pergi ya?"
Inas tidak menjawab. Ia menarik tangannya dari genggaman.
"Nas, maafin aku."
"Kalau itu tentang kemarahan Om kemarin, saya sudah maafin Om."
"Tapi kenapa kamu tetep pengen pisah?"
"Karena masalahnya bukan cuma itu, Om."
"Jadi apa masalahnya yang bikin kamu nggak bisa maafin aku?"
Indra mendesak. Tapi Inas konsisten bergeming.
"Kasih aku kesempatan Nas. Aku akan berubah. Aku akan memperbaiki sikap."
KAMU SEDANG MEMBACA
SLICE OF LOVE
RomanceKumpulan cerita cinta agegap dengan konflik ringan. Readers: Ringan apanya woeeee???