28. || PENYAKIT PRIM

54 6 0
                                    

Gibran dan Alga mendekati Prim bersamaan, hingga Prim tertawa pelan menatap keduanya. Gibran yang sedari tadi mengkhawatirkan Prim tiba tiba menarik pergelangan tangan gadis pemilik bulu mata lentik itu dan membawanya ke tempat meja makan tadi.

"Lo jujur sama gue."

"Jujur apa?"

"Lo kenapa?"

"Nggak apa apa. Prim baik baik aja."

"Gue mau lo periksa ke dokter."

"Iya iya nanti." Jawaban Prim hanya sekedar menenangkan Gibran saja.

Bella dan Alga kembali duduk bersama, Alga tidak melepaskan pandangannya kepada Prim. Alga sebetulnya ingin bertanya tentang apa yang sudah terjadi pada Prim, tapi waktunya saja kurang tepat. Alga menghargai Bella yang masih bersamanya. Mungkin di lain waktu ia bisa menanyakan hal itu.

***

Di atas motor Prim meminta Gibran untuk berhenti melaju saat dirinya melihat toko eskrim, gadis itu berlari kecil menghampiri toko eskrim tanpa melepaskan helm terlebih dulu. Kebiasaan Prim membuat Gibran menggelengkan kepalanya, ia hanya bisa menunggu di motor sembari melihat jarum jam yang sudah menunjukkan pukul 9 malam.

"Gibran.."

"Lo kalau mau makan eskrim suka nggak tau waktu."

"Ya nggak apa apa. Mau nggak?"

"Nggak."

"Yaudah, yuk jalan lagi."

Biasanya Gibran selalu merasa terganggu kala Prim terus mengoceh hendak di boncengi olehnya, tapi kali itu ia mendadak tidak mengoceh setelah menggenggam satu eskrim cup strawberry.

Hanya telat 10 menit saja tidak membuatnya ingkar janji kepada Aneu dan Jefri untuk mengantarkan Prim pulang. Anehnya, Gibran merasa jadi orang yang bertanggung jawab atas Pergi nya Prim dengannya.

***

Prim menaiki setiap tangga yang menuju ke arah kamarnya, gadis itu membantingkan tubuhnya di kasur. Prim mengingat kejadian kejadian sewaktu di serang rasa sakit di kepalanya. Ia merogoh saku celana untuk mengambil sebuah ponsel. Mencari tahu tentang apa yang terjadi padanya.

Gadis itu membaca setiap kalimat yang berbaris di internet, dengan rasa terkejut ia bangkit kemudian menyempurnakan duduknya. kedua mata Prim tidak terlepas dari setiap kalimat kalimat panjang. Semakin lama membaca semakin Prim menunjukkan rasa sedihnya.

 Semakin lama membaca semakin Prim menunjukkan rasa sedihnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"NGGAK MUNGKIN." bantah Prim sembari melempar ponselnya ke lantai.

"Prim nggak mau, Prim masih mau hidup Tuhaannn." ucap Prim seketika meneteskan airmatanya.

Malam itu Prim di takuti dengan nama penyakit yang di deritanya. Ingin menangis itu tentu, tapi kalau menangis justru mengundang rasa khawatir Aneu dan Jefri. Saat itu ia hanya bisa mengurung rasa sedihnya dengan di selimuti malam hening, pikirannya kalut memikirkan kehidupan Prim kedepannya.

"Apa nasib Prim akan sama seperti Papa?" gumam dirinya.

Sudah hampir pukul 12 malam Prim tidak bisa memejamkan matanya, hal itu membuat Prim di serang kembali dengan rasa sakit di kepalanya. telapak tangan gadis itu mencengkram, sekujur tubuhnya masih terbaring di atas kasur. rasanya seperti ingin berteriak, semakin di tahan semakin menekan.

Prim mencoba bangkit dari tidurnya, tapi tetap saja rasa sakitnya belum juga hilang. Gadis itu menekuk tubuhnya menahan apa yang sedang ia rasakan.

"Prim nggak mau gini." gumam gadis itu.

Prim melangkah pelan menuju wastafel yang sudah di sediakan di kamarnya. Gadis itu perlahan menatap wajah pada pantulan cermin.

Terlihat matanya membengkak akibat nangis yang terlalu berlebihan, wajah Prim begitu pucat tidak ada senyuman yang tergambar seperti biasanya. Ia merasakan mual pada perut dirinya, Prim tidak menahan sama sekali. Ia langsung mengeluarkan rasa mualnya sampai hilang. Aneu dan Jefri masih belum mengetahui kondisi Prim, setahu mereka Prim baik baik saja. Karena gejala yang sebelumnya tidak pernah di ketahui oleh Aneu dan Jefri.





.

.

.

.MAKASIIIIII UDAH MAMPIR.

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK YAAA

LANJUT YA

GIBRAN UNTUK PRIMILLY Where stories live. Discover now