🐻 11 | Rainy Day 🐻

4K 316 23
                                    

Siklus air sudah mencapai tahap presipitasi, rinai hujan mulai 'memandikan' bumi di sore hari

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Siklus air sudah mencapai tahap presipitasi, rinai hujan mulai 'memandikan' bumi di sore hari. Cuaca silih berganti, kini giliran hawa dingin yang menemani. Tetesan air yang berlomba-lomba untuk jatuh ke aspal sangat jelas terdengar, Sisil masih bersikeras mencari Abu.

Gadis itu memeluk dirinya sendiri, berusaha menghalau hawa dingin yang menyerang meskipun hasilnya percuma saja. Katakanlah Sisil orang aneh karena berani menembus hujan di saat orang lain sudah terlebih dahulu berlarian untuk berteduh. Namun, baginya, tidak ada yang lebih penting dari keberadaan Abu sekarang.

Ramalan cuaca sekalipun bisa salah, jadi jangan salahkan Sisil ketika gadis itu tidak membawa payung, jas hujan, ataupun persiapan lainnya. Bermodal 'bawa diri', dia hanya memikirkan bagaimana caranya menemukan Abu secepat mungkin. Percayalah, pikiran dan perasaannya semrawut bagaikan benang kusut.

Rasa panik mengalahkan semuanya, siapa yang tahu bagaimana nasib Abu sekarang? Apakah pemuda itu sedang berteduh? Atau justru malah berada di tempat yang tidak aman? Entahlah, Sisil ingin segera mendapatkan jawabannya. Dia tidak bisa dihantui rasa tidak tenang seperti ini.

Menyusuri jalan, Sisil tetap fokus mengedarkan pandangannya. Jajaran toko pun dia lalui satu per satu, tidak mau sampai melewatkan sesuatu. Tiga jam kurang sepuluh menit sudah ditempuh demi menemukan Abu, kaki sang gadis mulai terasa lemas. Ya, Sisil belum berhenti berjalan sejak tadi.

Bagaimana kalau sekarang Abu sudah berada di tempat yang jauh dan Sisil hanya berputar-putar di tempat yang sekiranya masih dekat dengan rumah Via? Bukankah pencariannya sia-sia? Tidak ada satu pun informasi yang dia miliki ataupun dia dapatkan. Abu, kamu ada di mana? ucapnya lemas dalam hati.

Tak kunjung mendapati sosok yang dicarinya, asa nyaris lenyap jika saja netranya tidak menangkap keberadaan pemuda dengan perawakan yang familiar sedang berdiri tegak di sebuah toko kelontong sambil menggosokkan kedua tangannya guna mengusir hawa dingin. Membelakakan mata, gadis itu lekas berlari menghampirinya.

Grep

Terperangah, sang pemuda sontak mundur beberapa langkah karena tidak siap menerima serangan yang terlalu tiba-tiba. Dirasakannya ada tangan mungil yang melingkar di pinggang, Abu menduga ada seseorang yang tengah memeluknya.

Entah siapa sosok tersebut, tetapi sepertinya dia kehujanan, terbukti dari pakaian Abu yang semula sudah mengering terpaksa harus kembali lembap karena ada seseorang yang menempel padanya. Tampaknya tinggi orang yang berada di hadapannya sekarang hanya sebatas dada karena Abu bisa merasakan ada kepala yang masih betah berada di sana.

Baru saja pemuda itu hendak bertanya jika saja tak ada isak tangis yang sampai ke pendengarannya. Sadar dengan ketidaksengajaan tersebut, Sisil lekas menggigit bibirnya kuat-kuat agar tidak ada isak tangis yang lolos. Namun sayang, bahunya yang bergerak naik-turun itu tetap saja bisa dirasakan oleh Abu, mengingat jarak mereka memang sedekat ini.

Tidak tahu harus berbuat apa, Sisil hanya bisa menggumamkan satu kata yang memang sangat ingin dia ucapkan saat ini. "M-maaf." Kata 'maaf, maaf, dan maaf' berulang kali diucapkan, membuat hati Abu tersentuh. Dia mengenali suara ini dengan sangat baik, dia mengetahui siapa yang tengah memeluknya sekarang, dan dia mengetahui siapa yang rela mencarinya di tengah hujan seperti ini.

Difficult Role ✔ [TERBIT]Where stories live. Discover now