23

28 5 0
                                    

Callista masuk ke dalam rumah dan mencari sosok kak Areum.

Akhirnya dia menemukan kak Areum yang sedang berdiri di teras belakang untuk memandangi tanaman bungannya di sana.

Tanpa aba-aba, Callista langsung memeluk kak Areum, tapi tidak terlalu erat karena Callista tidak mau menyakiti calon keponakannya.

"Kamu kenapa, katanya tadi mau ke rumah Carlo, kok sudah pulang?" Tanya kak Areum bingung karena Callista tiba-tiba memeluknya.

Selesai kak Areum bertanya seperti itu, terdengar suara isakan kecil dan dia merasa lehernya basah.

"Hey, kamu kenapa tiba-tiba nangis?" Tanya kak Areum dengan lembut.

Callista tidak menjawab pertanyaan kak Areum karena dia tidak sanggup untuk mengeluarkan suara.

"Keluarkan semuanya biar kamu tenang, habis itu cerita sama kakak," kata Areum yang mengerti kondisi adik iparnya.

Walaupun sangat penasaran dengan apa yang terjadi sampai adik iparnya menangis, tapi kak Areum lebih baik menenangkan terlebih dahulu dan menunggu Callista menceritakan dengan sendirinya.

Callista tinggal berpisah negara dengan mami nya, jadi kak Areum lah yang menggantikan sosok mami di sini dan menjadi pendengar yang baik saat Callista curhat.

Kak Areum membalas pelukan dan mengusap lembut punggung Callista untuk memberikan ketenangan.

Callista menangis selama 8 menit dan isakan tangisnya mulai berkurang.

"Kita ke dalam," ajak Kak Areum dan melepaskan pelukannya.

Callista menganggukkan kepala dan melepaskan pelukan.

Callista dan kak Areum masuk ke dalam dan menuju ruang keluarga.

"Bi, tolong bawakan segelas air putih ke ruang keluarga," pinta kak Areum saat bertemu dengan bibi di pintu pembatasan teras belakang.

"Iya non," kata bibi dan memutar arah jalannya kembali ke dapur.

Callista dan kak Areum duduk di sofa panjang.

"Cerita sama kakak, kenapa kamu tiba-tiba nangis," pinta kak Areum dengan lembut dan menggenggam tangan Callista.

"Kak Carlo pergi," kata Callista dengan nada sedih dan kedua matanya kembali berkaca-kaca.

"Pergi kemana?" Tanya kak Areum dan Callista menjawab dengan gelengan kepalanya.

"Kamu sudah hubungi?" Tanya kak Areum.

"Sudah, tapi nomor aku diblokir," jawab Callista dan bersamaan dengan air matanya yang kembali mengalir turun.

Kak Areum membawa Callista ke dalam pelukannya dan dia tahu bagaimana perasaan adik iparnya sekarang.

Callista membalas pelukan dan kembali menyembunyikan wajahnya di leher kak Areum.

"Non ini air putihnya," kata bibi yang datang dengan membawa segelas air putih yang diletakkan di atas nampan

"Letakkan di meja saja," kata kak Areum dan bibi meletakkan gelas itu ke atas meja.

"Makasih bi," ucap kak Areum dan bibi menganggukkan kepalanya.

Setelah itu bibi pergi ke dapur dengan jiwa penasaran karena melihat Callista menangis, tapi bibi tidak berani bertanya karena bukan siapa-siapa.

Saat di ruang tamu kak Areum sedang menenangkan Callista, berbeda dengan di teras rumah yang dipenuhi rasa marah.

Joa datang ke rumah bersamaan dengan bang Zio yang pulang dari kantor.

Sebenarnya Zio sudah tahu kalo Carlo dan keluarganya pindah dari perumahan ini karena waktu itu dia tidak sengaja melihat orang-orang mengangkut barang dari rumah orang tua Carlo.

Tapi bang Zio tidak mau bertanya kepada Callista karena waktu itu Callista sibuk-sibuknya belajar untuk ujian kelulusan dan bang Zio ingin Callista fokus sama ujiannya.

Akhirnya hari ini bang Zio bertanya kepada Joa yang datang ke rumah dan Joa menceritakan semuanya, tapi sesuai janjinya kepada Carlo, Joa tidak memberitahukan kepada Carlo dan keluarganya pindah.

Bang Zio mengajak Joa buat masuk ke dalam rumah dan mata mereka langsung melihat Callista yang sedang menangis di dalam pelukan kak Areum.

"Jangan bilang sama Callista kalo abang sudah mengetahuinya," pinta bang zio kepada Joa dengan suara yang pelan agar mereka saja yang mendengar.

"Iya bang," kata Joa dengan patuh.

Setelah itu bang Zuo melangkahkan kakinya untuk menghampiri kedua perempuan yang dia sayang.

Joa mengikuti bang Zio dari belakang dan dia menatap kasihan ke arah Callista.

"Adek kenapa nangis?" Tanya bang Zio dan membuat kak Areum langsung menolehkan kepalanya karena dia tidak mendengar langkah kaki dari suaminya.

Callista tidak menjawab dan masing menyembunyikan wajahnya di leher kak Areum.

"Ini ada Joa, katanya mau ketemu sama kamu," beritahu bang Zio.

Callista keluar dari pelukan kak Areum dan menghapus air matanya.

"Kita ke kamar," kata Callista dan berdiri dari duduknya.

Callista mengajak Joa ke kamarnya yang berada di lantai atas dan dia lebih dulu melangkahkan kakinya.

"Aku ke atas dulu," pamit Joa kepada bang Zio dan kak Areum.

"Kalo ada apa-apa langsung panggil kami," pinta bamg Zio dan Joa menganggukkan kepalanya.

Setelah itu Joa menyusul Callista yang sudah duluan ke atas.

Sesampainya di atas, Joa langsung masuk ke dalam kamar Callista yang pintunya sudah terbuka.

Joa melihay Callista yang sudah duduk di sofa panjang depan kasur nya dan Joa menutup pintu kamar sebelum menghampiri Callista.

Joa melepas tas sekolahnya karena dia belum pulang ke rumah setelah dari sekolah, bahkan sekarang dia masih menggunakan seragam sekolah yang dilapisi dengan cardigan rajut.

Meletakkan tas sekolahnya di atas kasur Callista dan setelah itu duduk di samping sahabatnya yang sedang memancarkan tatapan sedih.

"Kenapa kak Carlo tidak pamit sama gue kalo mau pergi?" Tanya Callista tanpa basa-basi saat Joa sudah duduk di sampingnya.

"Gue nggak tau, kak Carlo cuma minta sama gue buat tidak kasih tau lo kalo dia pindah dan itupun kak Carlo bilangnya lewat pesan," jawab Joa dengan jujur.

"Kenapa kak Carlo sama Liora blokir nomor gue, apa gue ada berbuat salah sama mereka?" Tanya Callista.

Callista pikir dia tidak ada berbuat kesalahan, apalagi terakhir bertemu dengan hubungan dia sama kak Carlo baik-baik, bahkan mereka seru-seruan main di Dufan.

"Gue juga nggak tau kenapa banb Carlo sama Liora melakukan itu, mereka tidak menjelaskan apapun sama gue, waktu mereka pindahan pun gue nggak ketemu karena gue juga sibuk ujian kelulusan," jawab Joa dan memeluk Callista.

"Gue minta maaf atas perbuatan bang Carlo yang main pergi saja tanpa pamit sama lo, gue benar-benar sama lo," kata Joa.

"Gue butuh penjelasan kenapa kak Carlo ngelakuin ini sama gue di saat hubungan kami baik-baik saja, kalo memang kak Carlo ingin mengakhiri hubungan kami, kenapa nggak bilang baik-baik sama gue, gue pasti terima walaupun gue akan sakit hati, tapi tidak akan sesakit sekarang di mana kak Carlo main pergi begitu saja," kata Callista dan air matanya kembali mengalir turun.

"Maaf," ucap Joa.

Joa hanya bisa mengucapkan maaf atas apa yang sudah diperbuat oleh sepupunya kepada Callista.

CallistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang