Chp5

2.4K 226 71
                                    

Childe kembali merenung dengan kendi berisi arak di tangan nya, memikirkan apa yang di katakan oleh Zhongli tadi.

"Jadi ini semua karena kekuatan?"

Kalimat Zhongli terus menggenang di benak nya, sebelum akhirnya Childe memutuskan untuk pergi ke Lisha hanya untuk sekedar mencari ketenangan dan memendam seluruh isi pikiran nya sendiri.

Dan ya, dia berakhir di sini.

Childe selalu berfikir bahwa memendam segalanya sendirian adakah hal yang wajar, tersenyum manis walaupun itu hanya untuk menghargai... ia menganggap semua yang ia lakukan itu wajar sebagai seorang pendosa yang telah menjemput banyak nyawa, bahkan menantang dan merendahkan dewa.

Ya, ia selalu menganggap semua itu sebagai kewajaran.

Angin yang sangat dingin bertiup cukup kencang di malam yang berawan tenang, mengangkat rambut oranye yang masih setengah basah.

Di ingat ingat lagi, bukankah harusnya ini sudah masuk ke fase musim dingin di Liyue? Bahkan Childe sudah dapat melihat embun nafas nya saat ini.

Childe tidak selalu membenci saat saat sunyi, hanya saja terkadang itu membuat semua masalah yang telah samar samar ia lupakan kembali dan memgobrak abrik isi pikiran nya.

Mata yang gelap semakin menggelap saat semua ingatan itu berdatangan, membuat pria dengan rambut oranye itu berfikir kembali tentang sang dewa kontrak.

Orang orang selalu mengatakan bahwa sang dewa memiliki daya ingat yang tidak main main, bahkan Childe mendapat pengakuan sendiri dari Zhongli bahwa dirinya dapat mengingat setiap kejadian yang ada di masalalu, baik kejadian yang membahagiakan ataupun yang memilukan.

Tangan ramping mengangkat kendi berisi arak dingin dan menuangkan isi nya secara berantakan ke mulut dengan bibir pucat. Childe tersedak saat mendengar siulan nyaring dari arah Minlin yang berlangsung cukup lama, namun sama sekali tak menggoyaghkan niat nya untuk berdiam diri sendirian di sini.

Dan lagi, hal itu kembali membuat nya teringat pada Zhongli. Sialan mengapa segala hal mengarah pada dirinya, kira kira seperti itulah kalimat yang di katakan Childe pada dirinya sendiri.

Banyak cerita rakyat tentang suara yang kerap terdengar saat tengah malam di daerah Minlin, dan yang paling terkenal adalah cerita tentang adeptus yang memanggil kawan nya yang telah lama tiada, Childe tidak tau pasti dan cenderung tidak peduli adeptus mana yang di maksud oleh rakyat tanah geo, yang jelas itu bukan Morax yang saat ini jelas ada di Golden House.

Bulan mulai bergeser dari tahta tertinggi nya, menampakkan pesona yang menjadi saksi bisu ribuan cerita yang telah terjadi pada teyvat.

Childe merebahkan dirinya terlentang ke arah langit berselisih awan, namun ia sama sekali tidak tertarik pada benda menggumpal di laingit tersebut dan lebih memilih menutup mata nya menggunakan punggung tangan, mengendus bau rumput dingin yang ada di sekitarnya.

"Oh Skirk... aku kehilangan arah, lagi..."
Childe bergumam alkohol sedikit mempengaruhi dirinya, meskipun orang dengan pangkat Harbinger ke 11 ini terkenal dengan berbagai wajah yang selalu ia tampilkan pada permukaan dunia, tidak satu pun orang yang pernah melihat sisi dirinya yang ragu dan bingung seperti ini.

Benar sekali, kepribadian nya sangat sulit untuk di tebak dan di prediksi, bahkan oleh penulis sekalipun. *real*

Terlintas bayang bayang saat ia terjatuh ke Abyss, hal yang benar benar merubah seluruh hidup Childe dari hal terkecil hingga dirinya menjadi seperti ini.

Childe mengangkat tangan nya, memandang lekat bagian tubuh yang selama ini ia gunakan untuk menghabisi banyak nyawa, noda darah sudah seperti hal yang selalu ada pada dirinya setiap hari, baik itu darah nya sendiri maupun darah korban nya, Childe sudah tidak bisa asing atau jijik bermain main dengan itu.

Melihat orang sekarat sampai berada di ujung kehidupan nya, dan membiarkan nya mati begitu saja sudah bukan hal yang wah bagi Childe, itu seperti tontonan yang lazim bagi dirinya sendiri.

Ia kembali menutup mata nya dengan punggung tangan nya, membiarkan aura negatif yang ia pendam keluar secara alami. Ini adalah cara lain bagi dirinya menyalurkan kekesalan nya selain bertarung hidup dan mati.

.
.
.

Sumpah sy nge stuck di sini sampe berbulan bulan-tahun lol. Maapkeun

Childe kembali ke golden house dengan wajah lelah nya, sepertinya bulan sudah bergeser cukup jauh dari posisi terbaik nya, walaupun langit masih belum menujukan tanda tanda sang surya akan menyebarkan radiasi hangat nya ke dunia.

Para prajurit Liyue tetap sigap berjaga di sepersekitaran wilayah golden house, meski hawa dingin tak kunjung berhenti menggerogoti mereka.

Langkah Childe berhenti, wajah pucat nya mendongkrak ke atas hanya untuk sekedar melirik pada benda yang baru saja mendarat di wajahnya setengah detik lalu. Salju tipis mulai turun dengan anggun dari langit, membuat Childe sedikit bernostalgia sebelum ia melanjutkan langkah nya.

Beberapa dari mereka melirik heran kepada Childe yang baru kembali di waktu yang hampir fajar ini, bukan tentang dirinya yang kembali di waktu yang tidak normal untuk orang berkeliaran, ya itu sudah biasa, namun dari kondisi Childe yang terlihat tak seperti biasanya, mata sayu dengan pandangan lelah, sangat tak biasa melihat itu melekat pada orang yang biasa memasang banyak wajah yang jauh dari ekspresi tersebut. Jangan lupakan bau alkohol menyengat dari dirinya.

Pintu raksasa terbuka, menampakkan ruangan kosong yang biasa Childe gunakan untuk sekedar bertarung. Suara langkah nya menggema ke seluruh ruangan yang hanya berupa arena kosong dengan ribuan bahkan ratusan juta Mora di sekeliling nya, bagai tak ada harga nya.

Childe lelah

Ahutor juga

Kaki jenjang dengan langkah yang terdengar berat berjalan ke arah pintu utama, raga dan batin nya lelah, ingin segera menutup mata tak peduli jika sang surya akan segera membangunkan nya.

Masuk ke ruangan selanjutnya, Childe sudah berada di depan pintu kamarnya, namun tangan nya berhenti pada gagang pintu, mata nya tertuju lurus pada pintu di ujung lorong, pintu masuk ke ruangan bawah tanah...

Tapi bagaimanapun Childe terlalu lelah untuk bertanya lebih... mungkin nanti?

Tangan berbalut kain hitam memutar knop pintu hingga berbunyi seperti sesuatu yang patah.

Pria ber rambut ginger itu langsung menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur. Tangan nya terulur untuk mengambil topeng berwarna merah di sisi kepala nya, memegangnya tinggi di atas wajahnya yang berbaring di atas bantal, teringat perjuangan dirinya hingga bisa mendapatkan benda itu.

Hingga perlahan kesadaran nya di tarik dari raga nya.

.
.
.

Hehe maap yh
—Razura

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 09, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Lantern [chizhong]Where stories live. Discover now