[ 38 ]

6 3 0
                                    

Haechan tengah menyandarkan punggungnya ditembok samping toilet perempuan, menunggu Zea yang sedang memuntahkan isi perutnya.

"Ze, udah belum, gue masuk nih ya." Teriak Haechan dari luar. Kapal yang mereka tumpangi kebetulan sudah mendarat 10 menit yang lalu. Para siswa sudah beranjak turun dan kembali menaiki bus menuju penginapan. Haechan setia menunggu sobatnya itu, walau disatu sisi ia agak panik melihat area kapal yang berangsur sepi.

Pintu kamar mandi terbuka. "Udah Chan, ayoo." Sejujurnya gue masih merasakan pusing dan mual akibat terpaan angin laut, belum lagi baju gue yang masih setengah basah.

"Lu sih gengsi tinggi amat. Udah tau baju basah gak mau ganti, pake segala ngibas-ngibasin baju, udah tau angin laut makin sore makin ganas," omel Haechan.

"Lo ga liat, gue belum terima kemejanya aja udah disinisin satu ruang makan, apalagi gue terima."

Jatuhnya cerek jus di ruang makan tadi menjadi tontonan pasang mata. Irene tak berkutik melihat orange jus yang harusnya mengenainya malah jatuh dibaju seseorang yang sering kali ia usik. Gue juga refleks menghalangi tubuh Irene, entah kenapa. Pelayan yang membawa nampan tersebut segera bangkit dari jatuhnya, dengan wajah pucat ia membungkuk meminta maaf. Pelayan tersebut terus merasa tak enak dan berinisiatif memberi gue handuk kering. Bersamaan dengan perginya si pelayan, Haechan dan Taeyong muncul dengan raut terkejut.

Haechan heboh seperti biasa dan Taeyong-manusia yang mati-matian gue hindari, malah mendekat sambil menjulurkan kemeja kearah gue.

"Pake ini dulu biar kamu gak masuk angin," ucap Taeyong berniat baik. Ya gue tau dia emang pure cuma mau bantu gue, tapi apa dia gak sadar seluruh pasang mata menonton aksi (pedulinya) itu? Disamping tatapan sinis yang mengarah ke gue, gue juga gak ada niatan menerima sodoran kemeja Taeyong. Gue gak mau ada utang budi sama dia.

Gue menelan ludah sejenak sebelum menolak kebaikan Taeyong. Haechan yang sedari tadi belum bicara, gue tarik lengannya untuk keluar dari ruang makan demi mengindari situasi yang bikin gue gak nyaman.

Penginapan bergaya semi modern menjadi tempat singgah kami selama 4 hari kedepan. Gue lumayan terkejut ada bangunan seperti ini disebuah pulau. Sebelum masuk ke dalam, masing-masing dari kami diberi kartu-semacam kartu atm- bertuliskan nomor sekaligus menjadi kunci masuk ke dalam kamar.

"Ze, dapet di mana? Gue di 26 B." Haechan menunjukkan kartunya.

"Gue di 51 C," jawab gue.

"Yaelah jauh banget, gue kira bakal barengan gitu." Haechan terkadang emang suka lupa gender. Apa dia yang lupa kalo gue cewe? "Yaudah ayo, gue anter lo sampe depan kamar biar ga salah masuk. Kan gawat kalau lo masuk ke kamar Ka Taeyong," ucap Haechan agak mengejek.

"Aneh lo, gue gak bego ya Chan. Udah sana lo langsung ke kamar aja, gue bisa sendiri. Abis itu lo gak usah ganggu karna gue mau langsung tidur." Usir gue secara gamblang. Kenapa juga si Haechan bawa-bawa Taeyong.

"Lu kalo sama gue kenapa bawaannya galak mulu dah, cape banget. Inget kalo ada apa-apa langsung chat gue."

Gue hanya berdehem mengiyakan ucapan Haechan. "Jangan lupa mandi, pake baju panjang, langsung tidur jangan main game. Yaudah sana... good night..." Haechan berlalu begitu saja, gelagatnya seperti salah tingkah.

Aneh...

_


"Nomo 51 C." Setelah
memastikan nomor dikartu dan dipintu sama gue segera masuk. Saat kartu ditempelkan bunyi khas pintu terbuka bak kamar hotel terdenger.

Sambil membuka sepatu gue sudah membayangkan betapa empuknya kasur yang akan ditiduri. Intinya gue pengen banget rebahan. Saat ingin menaruh tata letak sepatu, gue baru sadar ada beberapa pasang lainnya di sana, berserakan. Pertanda kamar ini ada penghuni lain. Gue hiraukan hal itu dan segera masuk lebih dalam, namun belum ada 5 langkah, seseorang muncul dihadapan gue.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 03, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

I'll Be ThereWhere stories live. Discover now