Evander - The Meeting

27 1 0
                                    

Never judge a book by its cover, tidak hanya berlaku untuk menilai seseorang. Segala hal dapat tidak sesuai dengan apa yang terlihat. Bekerja sebagai seorang produser eksekutif tampak sangat menyenangkan hanya tinggal duduk, tanda tangan hasil pekerjaan tim, beres. Itu yang terlihat, nyatanya pekerjaan ini tidak ubahnya pekerjaan-pekerjaan lain di luar sana. Kesuksesan bisa diraih dengan kerja keras.

Aku mulai ikut berkecimpung di bisnis yang ibuku berikan ini tiga tahun lalu setelah aku menyelesaikan program S2 milikku. Aku memantau semua progess hanya melalui media komunikasi. Pak Haris, orang kepercayaan ibuku yang menjalankan semua hal di sini melalui arahan ibuku dan aku. Sekali lagi kecanggihan teknologi yang semakin berkembang sangat membantu. Meeting biasa kami lakukan melalui panggilan video call. Usai aku kembali ke sini, semua tanggung jawab itu beliau serahkan kepadaku. Beliau hanya berdiri di sampingku menjadi tangan kanan yang bisa diandalkan.

Pergi dari satu meeting ke meeting yang lain menjadi rutinitasku saat ini. Dengan menjadi profesi ini aku tahu bahwa di balik sebuah karya ada perjuangan banyak orang di dalamnya. Aku jadi bisa lebih menghargai semua usaha orang lain untuk berkarya.

Sejak pagi aku harus menemui dua orang perwakilan dari sebuah brand produk makanan yang menjadi calon sponsor untuk produksi kali ini. Kami membicarakan persyaratan serta keuntungan yang akan di dapat masing-masing pihak jika perjanjian ini disetujui. Selesai meeting dengan pihak sponsor aku dan timku lanjut bertemu dengan penyanyi yang akan melakukan debut pertamanya. Label musik yang didirikan ibuku ini memang berfokus untuk mengorbitkan penyanyi-penyanyi baru berbakat. Jiwa seni yang dimiliki ibuku membuatnya ingin mendirikan label musik untuk menampung penerusnya di bidang musik.

"Sudah paham Tiara?" tanyaku pada gadis berusia dua puluh tahun itu.

"Paham kak," jawabnya.

Tiara memanggilku dengan sebutan Kak daripada Pak, karena aku yang memintanya. Aku pikir aku belum terlalu tua untuk dipanggil Pak. Seluruh pegawai yang bekerja di bawahku pun aku larang mereka untuk memanggilku 'Pak', mereka memanggilku 'Mas' saat dikantor, kecuali jika sedang bertemu klien penting mereka akan menggunakan panggilan sopan itu 'Pak Evander'.

"Nanti kalo ada yang kurang paham tanyakan pada Andin saja. Untuk sementara dia yang akan menjadi managermu," jelasku lagi.

"Iya Kak."

Tiara gadis ini aku temukan, bukan lebih tepatnya timku yang menemukan dia saat ada acara musik di kampusnya. Suara emasnya mampu menarik perhatian Pak Haris yang saat itu memang sedang kutugaskan untuk mencari penyanyi muda. Aku sendiri pun sudah mendengar demo lagu yang dikirimkan dan suaranya yang tergolong unik, aku yakin akan mampu menjadi warna baru di dunia musik.

"Meeting hari ini selesai bukan?" tanyaku pada Marko, Personal Assistant yang kupekerjakan untuk membantuku menangani segala hal kebutuhanku, termasuk menyusun jadwalku.

"Sudah bos."

"Nggak ada jadwal lain bukan?"

Santai tapi tetap produktif, itulah lingkungan kerja yang kubentuk. Aku selalu menggunakan bahasa nonformal ketika hanya bersama mereka, tentu saja hanya untuk yang lebih muda atau seumuran denganku. Aku tetap menggunakan bahasa yang sopan kepada mereka yang jauh lebih tua dariku.

"Yup, ini jadwal terakhir untuk hari ini. Sengaja gue kosongin biar Mas Evan bisa weekend an," godanya.

Bagus, tidak salah aku menerimanya menjadi PA. Dia pintar dan mampu menyesuaikan diri dalam hal apapun. Sejauh ini aku puas dengan hasil kerjanya meski baru beberapa bulan bekerja. Bahkan saat aku masih di luar negeri pun pekerjaannya tidak mengecewakan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 08, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Dark ChocolateWhere stories live. Discover now