29. Out of Control

23 2 0
                                    

🗣️❤️👩🏻‍💻

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

🗣️❤️👩🏻‍💻

Sampai di rumah, aku masih marah. Entah pada siapa atau apa. Aku buru-buru berjalan ingin masuk ke kamar agar dapat meluapkan emosi.

"Heyyy! Baru pulang lu?" tanya Bang Miko sambil tersenyum lebar. Aku benar-benar mengabaikan kehadirannya dan tidak membalas perkataannya sama sekali.

Aku yakin, wajahku sekarang sudah cukup menceritakan pada semua orang kalau aku sedang dalam keadaan tidak ingin diganggu siapa pun. Tipikal ekspresi datar dan sikap pendiam yang jarang kutunjukkan pada orang-orang.

"Woi! Kenapa lu?" seru Bang Miko saat aku tidak menjawab pertanyaannya.

Kembali kuabaikan perkataan Bang Miko dan cepat-cepat memasuki kamar, tak lupa kukunci pintu agar tidak ada lagi yang bisa menggangguku.

Napasku berubah menjadi lebih berat dari biasanya. Amarah dalam tubuhku membuat ritme napas dan jantungku berubah menjadi lebih cepat. Belum lagi, aku yang mulai mengeluarkan setetes keringat.

Menahan amarah ternyata benar-benar melelahkan. Aku ingin mengeluarkan semuanya, tetapi juga tidak ingin menarik perhatian keluargaku. Pengalaman mengajarkanku kalau keluargaku tahu apa yang terjadi, mereka akan kaget, bersikap lebay, dan berteriak-teriak menyuruhku keluar kamar.

"Masih mau marah?" tanya Nyle setelah membiarkan hening menyelimuti kami selama beberapa detik.

Sial! Kenapa aku malah mendengar suara Nyle? Kepalaku langsung menggeleng-geleng berkali-kali. Aku pasti sudah gila!

"Kalau masih mau marah-marah, lari aja keliling parkiran." Nyle memberi saran sambil menunjuk trek parkiran yang dapat kulewati bila ingin berlari.

"Shut up!" seruku marah pada diri sendiri. Lebih tepatnya pada pikiranku yang kembali memutar adegan di mana Nyle meredakan amarahku dengan cara berlari.

Kakiku bergerak menuju kasur dengan cepat dan mengambil bantal di atasnya, lalu aku membanting bantal tersebut ke lantai sekencang mungkin.

Merasa belum lega, aku mengambil guling dan melakukan hal yang sama pada guling tersebut. Napasku kembali tidak beraturan dan berat.

Akhirnya aku luruh ke lantai sambil memeluk guling di dekatku. Bagaimana bisa aku sejahat itu pada Nyle tadi? Nyle hanya ingin memastikan kalau aku baik-baik saja, tetapi yang kulakukan malah menyalahkan dirinya atas apa yang kurasakan.

Lamunanku terhenti saat mendengar ketukan pada pintu berwarna cokelat milikku. "Go away!" seruku dengan nada malas. Aku sedang tidak punya energi untuk meladeni sikap iseng Bang Miko.

"Ada Rhea sama Lauza di luar, Lean! Mereka mau ketemu sama lu!" Balasan dari Bang Miko membuatku termenung. Untuk apa Rhea dan Lauza datang ke rumahku?

Dengan terpaksa, aku membuka kunci kamarku dan tampaklah sosok Rhea dan Lauza yang tersenyum kikuk. Kubiarkan mereka masuk ke dalam, setelah pintu kamar tertutup, aku langsung bertanya dengan nada tidak sabar, "Ngapain lu berdua ke sini?"

The Rumor TaleDonde viven las historias. Descúbrelo ahora