D E L A P A N

1.8K 174 16
                                    



Tidak ada takdir yang di sengaja, setidaknya begitulah cara takdir bekerja. Oke, jadi mari mulai menganalisis bagaimana semua pertemuan keduanya lalu rangkum singkat dalam satu kata. Takdir, Jungkook menemukan pemuda konyol itu dalam sebuah pelarian yang tak kalah konyol. Kabur untuk kesekian kali dari pertemuan memuakkan dan harus kembali menelan pahit ludah saat di geret paksa oleh para pelayan sang Ayah. Gila, Jungkook yakin jika mungkin itu memang takdirnya. Namun, ia toh tak pernah mau kalah dari apapun juga.

Takdir itu harus ada dalam genggamannya, sama hal nya dengan pemuda ini.

Taehyung Kim,

Jungkook tak akan membiarkannya kabur, ataupun menghilang dari jangkauannya.






[][][]





Bukan satu dua kali mereka beradu maki, bukan satu dua kali keduanya saling tatap dalam genangan permusuhan yang begitu kental. Sial! Jungkook Jeon itu memang brengsek tak tahu aturan yang mesumnya sama sekali tidak dapat di ukur oleh satuan apapun!

"Kau sudah gila!!" Taehyung menatap horror pemuda gila bernama lengkap Jungkook Jeon. Gila, sudah berapa kali Taehyung memaki pemilik nama itu dengan berbagai umpatan tak masuk akal? Taehyung sendiri bahkan sudah muak mendengarnya, sialan, dia benar-benar sudah gila!!

"Berhenti kubilang!! Lepaskan Aku, brengsek!!"

Jungkook, jangan ditanya bagaimana keadaan hatinya semenjak Taehyung tersadar di dalam mobil dan langsung membuat mereka berdua hampir menabrak pembatas jalan sebab Taehyung yang tidak punya otak itu secara ganas menyerang Jungkook tanpa perlu pikir panjang. Oke, sebenarnya apa yang salah dengan membawa mahkluk bertempramen tak masuk akal ini ke rumah sakit terdekat? Coba jelaskan pada Jungkook bahwa dia salah karena coba membawa manusia sakit ke rumah sakit, oh ya. Dia sama sekali tidak salah kok. Jadi, mungkin otak Taehyung saja yang sedang sakit hingga semuanya tampak salah. Ambil saja kesimpulan seperti itu.

Adegan Tarik menarik antara Taehyung dan Jungkook berlangsung cukup sengit, mulai dari parkiran rumah sakit dan kini hampir mencapai lobi. Well, saking gemasnya Jungkook ingin sekali menampar bibir Taehyung dengan ciumannya sekali lagi agar ia diam. "Baik, pilih 1 atau 2?"

Taehyung mendengus kesal, matanya memicing tajam tanpa sebab namun Jungkook tentu saja malah tersenyum manis sambal mengulang pertanyaannya. "Pilih 1 atau 2, dan aku akan melepaskan tanganmu."

"Satu." Ucapan singkat Taehyung merekahkan senyum manis Jungkook.

"Pilih dua maka kau akan kugendong sampai ke ruang pemeriksaan." Kerutan tajam tampak begitu jelas di dahi Taehyung, "Lalu dua?"

"Kau memang sangat beruntung Taehyung-ah." Sejurus kemudian Jungkook sudah mengangkat tubbuh Taehyung untuk dia panggul, bukan gendongan semacam tuan putri melainkan gendongan ala kuli yang tengah membawa beras di pundaknya. "Dua artinya aku akan menggendongmu sampai ke ruang pemeriksaan. Satu atau dua, artinya kau harus kugendong agar menjalani pemeriksaan."

Kepala Taehyung makin pening, tubuhnya yang sudah merasa lemas kini makin mual mendengar ocehan Jungkook yang sama sekali tidak masuk akal. "Siala─"

Plak, tepukan sayang mendarat dengan sukses di pantat Taehyung. Jungkook sedang murah hati kali ini, kalau Taehyung sehat dia akan senang hati memukulnya lebih keras agar teriakan Taehyung makin terdengar merdu di telinganya. "Tenanglah, kau membuat orang lain salah paham jika terus berteriak seperti itu."

"KAU YANG MEMBUATNYA JADI SEPERTI ITU!!"

"Shhh, tenanglah kita akan segera sampai."

"Bajingan!" desis makian Taehyung teredam senyap, kini keduanya hanya diam. Taehyung pasrah sebab kepalanya semakin pusing ditambah dengan bau rumah sakit yang membuatnya makin merasa sakit benar-benar ingin membuatnya muntah. Sedang Jungkook dengan heran diam-diam mengamati tingkah Taehyung yang tiba-tiba menjadi tenang dengan curiga. Apa dia benar-benar sakit?






[][][]






Hanya lima menit berselang setelah Taehyung menjadi diam tanpa protes dalam gendongan Jungkook namun Jungkook benar-benar merasa aneh. Benar saja, saat telah sampai di ruang pemeriksaan dan Jungkook coba menurunkan Taehyung, bocah itu memang pingsan lagi.

"Jungkook?"

Mendengar namanya di sebut Jungkook berbalik lalu menatap sumringah seseorang yang ada di hadapannya. "Seojun Hyung, Lama tak berjumpa."

Seojun tersenyum singkat, mengangguk sembari bertanya. "Ya, lama tak jumpa, Apa yang terjadi dengan temanmu?"

Jungkook mengangkat bahu, tidak tahu seraya mempersilahkan Seojun untuk memeriksa Taehyung. "Dia sudah seperti itu sejak... um, lima menit dan lima belas menit yang lalu."

"Kau bercanda?" Seojun yang tengah memeriksa denyut nadi Taehyung kini mendengus pada Jungkook. "Coba jelaskan dengan Bahasa manusia!"

"Dia hanya pingsan dua kali," terang Jungkook masih dengan senyum khas yang dia miliki.

"Ulahmu?"

Lagi-lagi Jungkook hanya tersenyum. "Mungkin ya, mungkin tidak."

"Tch, baiklah aku akan memberinya suntikan dan infus, setelah dia sadar kau harus menebus obatnya di bawah. Kau mengerti?" Jungkook mengguman lalu mengangguk dengan wajah menyebalkan. Seojun hampir tak paham lagi pada anak itu, mereka besar bersama namun tetap saja sulit untuk memahami bagaimana cara otak Jungkook bekerja. "Kau harus menjaga apa yang kau sukai, jangan merusaknya semena-mena agar orang lain tak bisa memilikinya."

"Kau banyak omong Hyung, pergilah."

Seojun menepuk pundak Jungkook sebelum pergi, menuntun senyap kembali hadir dan memaksa Jungkook kembali menatap wajah pucat Taehyung. Tampak damai namun kerut gelisah begitu kentara di dahinya, setiap orang memiliki masalahnya masing-masing... setiap orang memiliki rahasia masing-masing. Namun, ada beberapa orang yang tak peduli. Beberapa orang yang sangat ingin tahu, dan ingin mencampuri rahasia orang lain bahkan jika hal itu akan melanggar semua batas norma. Beberapa orang yang tidak peduli itu memang ada, dan salah satunya adalah Jungkook Jeon yang entah bagaimana sangat terusik dengan rahasia yang diam-diam dimiliki Taehyung.

"Cepat sembuh agar kau bisa kembali memaki dan memukulku."






[][][]






Seekor kucing kelabu menyorongkan kepala di antara kaki-kakinya, Jungkook mengangkat kucing itu ke pangkuannya dan mengelus-elusnya sambil lalu. Apa pentingnya dia di sana? Toh ibunya sudah meninggal, sekarang tidak ada lagi alasan Jungkook tetap di sana. Dia tidak punya apapun untuk dijaga, tidak ada lagi alasan untuk tinggal di neraka itu.

Sebutir air mata menetes pelan di pipi Jungkook. Ia mendekap kucing liar itu seolah dia tak bisa hidup tanpanya, membiarkan tetes-tetes air matanya jatuh pada tanah agar rasa sakit itu habis tak bersisa. Namun, tetap saaja sakit itu masih bercokol begitu dalam hingga rasanya merobek dadanya.

"Kau akan haus setelah menangis seperti itu." Satu botol air mineral yang telah tandas setengah tiba-tiba ada di hadapan Jungkook. Dari jarak pandang Jungkook ia sama sekali tidak bisa melihat bagaimana wajah bocah itu dengan jelas karena sinar matahari yang begitu cerah juga sisa-sisa air mata merusak pandangannya. "Minum saja, tidak perlu berterimakasih!"

Lalu bocah yang sepertinya seumuran dengannya itu berlari pergi, melambai singkat sebelum menyusul bocah-bocah lain yang berteriak nyaring. "TAE!! KAU JANGAN KABUR-KABUR DULU!! KITA HARUS MELAWAN JEONGHAN DAN ANAK-ANAK NAKAL ITU TAU!!"

Waktu-waktu yang tinggal, yang terkenang, yang kemudian memperbaiki jalan takdir dan benang merah yang telah lama tersimpul dengan sedemikian rupa indahnya. Yang tinggal, yang pergi, yang kembali, takdir itu indah...

Namun, tidak ada seorangpun tahu bagaimana takdir menuntun akhir kisah keduanya.







[][][]

[w/n : saya tahu saya suka random banget kaalau update cerita, tapi ya mau gimana lagi bisanya seperti itusih ya.. jadi, baik-baik kalian, semoga sehat, semoga maasih inget ama cerita ini, semoga di lancarkan rezekinya, mari ngebadut lagi!! Salam Go Green! Tian]

TRAP [KOOKV]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang