3. Calon jodoh mau datang

19 3 15
                                    

Jam delapan lewat sepuluh menit, Rahayu dan Dea sudah berbaring malas di ranjang kamar Livy. Mama dan Papa nya sudah pergi sejak setengah jam yang lalu. Mama tentu bekerja, entah Papa pergi kemana.

Ganesh dan Rian tidak bisa datang, katanya lagi sibuk. Livy dapat memakluminya karena sejak SMA keduanya memang menjadi murid yang aktif dalam berbagai kegiatan.

"Nggak usah repot-repot Vy, kalo nggak keberatan gua mau jus alpukat," kata Dea saat Livy menaruh dua gelas air putih lengkap dengan cemilan ringan diatas meja kecil.

Livy mencibir melempar gadis itu dengan bantal. "Tamu nggak tau diri, lo pikir rumah gua ini cafe apa yang menyediakan menu minuman begituan."

"Yeee ngamuk, tamu adalah raja."

"Halah biasanya juga lo minum aer kran, gayaan minum jus." Rahayu mengubah duduknya menjadi bersila, menatap Livy seolah menuntut penjelasan dari gadis itu.

"So, apa masalahnya? Jangan bilang nggak penting ya, gua udah mengumpulkan niat buat mandi demi lo ini mah."

Livy naik keatas tempat tidur, bergabung dengan kedua gadis itu. Rahayu terlihat sudah sangat cetar katanya sekalian setelah dari rumah Livy dia langsung ke kampus, berbeda dengan Dea yang ke sana masih mengenakan piyama dilapisi dengan Hoodie.

"Tapi janji ya lo berdua jangan ember, please." mohon Livy menyatukan kedua tangannya.

Rahayu dan Dea saling tatap, bingung.

"Emangnya kenapa?" tanya keduanya bersamaan.

"Janji dulu?" todong Livy, mengangkat jari kelingkingnya yang disambut oleh Rahayu dan Dea.

"Iya deh iya janji."

Livy mengulas senyum, ia juga percaya jika ucapan keduanya bisa ia pegang. "Gua dijodohin." Livy memulai, ia diam menunggu reaksi yang akan ditunjukkan oleh kedua temannya itu.

Namun selama beberapa detik baik Rahayu maupun Dea hanya diam menatap kearah Livy.

"Se-rius?" tanya Dea terkejut. Ralat, sangat terkejut seperti melihat hantu.

"NAHKAN APA GUA BILANG LO PASTI DIJODOHIN, LO MAU DINIKAHIN!"

Berbeda dengan Dea, Rahayu berjingkrak histeris membuat Livy dan Dea mengelus telinga bersamaan.

"Bisa-bisa sawan cowok yang suka sama lo ntar, Yu!" Dea mengambil gelas diatas nakas, air putih itu ia minum sampai habis, kembali fokus kepada Livy. "Gimana ceritanya, kok lo bisa dijodohin? Terus lo mau gitu?" tanya Dea beruntun.

"Gua juga bingung." Livy menghela napas. "Papa bilang ini tadi pagi sama gua, dan lo berdua tau gua mau dijodohin sama cowok yang sama sekali belum gua kenal."

"Nah kan bener kata gua juga kalo lo mau dijodohin sama orang asing."

"Diem dulu!" Dea melotot agar Rahayu tau situasi untuk bercanda. "Terus-terus?"

"Ya gitu, gua bingung."

"Kenapa bingung, kalo lo nggak suka tinggal lo tolak." saran Dea kemudian. "Kalo lo suka, cocok gitu sama lo dan lo udah siap ya nggak masalah."

"Itu dia masalahnya, gua nggak bisa nolak tapi gua nggak mau." gadis itu merengek frustasi. "Lo berdua tau kan yang nanggung biaya pengobatan Papa dulu itu Om Sam, temennya bokap. Nah, yang mau dijodohin sama gua itu anaknya."

"Tunggu-tunggu, itu sama aja lo dijual dong?" kata Rahayu.

Dea lagi-lagi melotot, teman satunya itu memang tidak pernah bisa disaring kalo ngomong.

"Apa, bener kan? Itu artinya lo sama aja dijadiin barang untuk ngelunasin hutang bokap lo."

"Yu, please lo nggak usah ngomong deh, nyakitin omongan lo." Dea mendekat, mengusap pundak Livy. "Orang tua lo pasti ada alesan ngejodohin lo sama dia."

Bitterlove Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang