003

2.4K 380 8
                                    

Seusai makan, Haruto melangkah menuju ruang kerjanya untuk meletakkan dokumen kemudian mandi dan berniat tidur lebih cepatㅡmelepas penat.

Kaki jenjang itu mendadak berhenti kala menyadari, pintu kamarnya tidak tertutup dengan benar. Ia melirik kedalam, rupanya Jeongwoo tertidur diatas ranjang tepat diantara tumpukan buku pelajarannya, mungkin terlalu kelelahan sebab hari ini ia melakukan begitu banyak hal.

Tanpa menunggu lagi, Haruto mendekati Jeongwoo, ia dengan telaten membereskan buku serta membenarkan posisi si manis supaya saat bangun nanti, badannya tidak terlalu pegal.

"Tolong jaga kesehatan, Jeongwoo-ssi." Bisiknya. Kemudian, rambut legam itu diusak pelan sebelum ia berlalu, membiarkan Jeongwoo berada dialam bawah sadarnya hingga nanti mentari muncul ke permukaan.

Haruto terlalu gengsi, bahkan untuk sekedar mengatakan sepatah kalimat terimakasih.


[ SANCTUARY ]


Dini hari, Haruto meninggalkan pesan bahwa ia mengejar penerbangan pagi menuju Jeju untuk mengurus proyek baru perusahaan. Jadi, mau tidak mau ia harus berangkat sendiri ke sekolah.

Hingga jam makan siang, Jeongwoo belum mendapatkan kabar dari Haruto, padahal ia sudah mengirim beberapa pesan. Jeongwoo sedikit khawatir.

"Ku dengar, pemilik perusahaan CHS Corp. Kabur dari pesta pernikahannya. Kemarin disiarkan di televisi."

Itu suara Jaehee.

Jeongwoo celingukan mencari Wonyoung, ia khawatir pembicaraan anak gadis itu melebar. Belum sempat melangkah, seseorang menepuk bahunya.

"Ayo ikut aku." Wonyoung dengan nampan makanan ditangan berjalan lebih dulu kemudian tanpa permisi ia duduk disamping Jaehee.

Sementara Jeongwoo duduk disamping Jihan. "Permisi ya."

"Kalian sedang membicarakan apa?" Tanya Wonyoung ingin tahu. Ia punya prinsip, ketimbang menguping lebih baik ikut gibah saja.

Jihan menyumpit egg roll nya, "old money."

Gadis dengan rambut cokelat ber-highlight itu mengernyitkan dahi, "Old money?" Ulangnya.

"Keluarga konglomerat yang punya kekayaan bersih turun temurun, keluarga Choi." Balas Jihan.

Jaehee melirik tidak suka ke arah Wonyoung. Sejak tahun pertama, mereka sangat sangat tidak akrab bahkan sekalipun berada di satu kelas yang sama. Seringkali, Jeongwoo ataupun Jihan menjadi penengah apabila mereka terlibat adu mulut, hingga ditahun terakhir ini.

"Kemarin, wajah direktur utamanya diekspose. Masih sangat muda, sudah menikah atau belum ya?" Tanya Jaehee pada Jihan.

Gadis Jang itu menyunggingkan senyum kecil. Ia mendongak kemudian menatap Jeongwoo dengan tatapan yang sulit dideskripsikan. "Memangnya kenapa?"

Jihan tertawa lalu menunjuk wajah jaehee menggunakan sumpit, "sudah pasti anak ini naksir dengan dia."

Tawa menguar dimeja mereka, hanya Jeongwoo yang bungkam dan fokus dengan makanan dinampan-nya. Membicarakan Haruto membuat lidahnya kelu untuk merespon, ia jadi memikirkan kabar dari Suaminya yang tak kunjung tiba itu.

"Jaehee, kau mana cocok bersanding dengan direktur watanabe, kau masih anak-anak." Tukas Wonyoung sarkas.

"Watanabe?"

"Yang kau lihat di televisi itu, Watanabe Haruto. Direktur utama Perusahaan Choi." Balas Wonyoung, lagi.

Jihan ber-oh ria, ia tidak lupa bahwa temannya ini merupakan salah satu anak petinggi negara yang pastinya punya banyak koneksi dari segala penjuru negara bahkan dunia.

Wonyoung memberi isyarat pada Jeongwoo untuk menyudahi acara makan siang mereka, sebelum berdiri gadis itu sempat menyenggol lengan Jaehee sambil berbisik, "aku melihatmu."



[ SANCTUARY ]


Jeongwoo masuk ke dalam mansion sambil menenteng jaketnya, Haruto sudah mengabari, tadi.

Haruto sedang sibuk, Jeongwoo tidak berani mengganggu-nya.

Setelah membersihkan diri dan mengganti baju, pemuda bermata serigala itu berjalan ke ruang makan. Ia keheranan melihat dua kardus berisi kue diatas meja, entah kiriman dari siapa.

"Bibi? Dari siapa ini?" Tanya Jeongwoo pada Maid Shin.

Yang ditanyai terdiam sebentar sebelum menjawab, "Nona Jiheon."

Jeongwoo mengernyitkan dahi, tak pernah ia dengar nama itu namun juga tidak asing. Ia hanya pernah mendengarnya, entah dimana.

Tidak ada pesan sama sekali, hanya dua kue ulang tahun bertuliskan 'Selamat Ulang Tahun Perusahaan Choi' dan 'Watanabe Haruto♡', Jeongwoo akan melangkah sebelum ia mengurungkan niatnya untuk membaca tulisan di-kue itu dua kali.

Watanabe Haruto.

Love.

Tidak, tidak.

Ia tidak akan berburuk sangka untuk hal seperti ini, kekanakan sekali. Mungkin memang begitu konsep kuenya, jadi ya sudahlah. Lebih baik, ia membaca buku sambil meminum susu dihalaman belakang, besok ada ulangan.

Mengingat sekolahnya, Jeongwoo menggerutu. Pagi tadi sebelum bel masuk, Sie tata tertib memberinya poin sebab bajunya terlalu kecil. Walaupun Jeongwoo seorang ketua OSIS, peraturan tetaplah peraturan.

Dan, meski sudah sempat mengambil keputusan terbesar untuk hidupnya, Jeongwoo tetap seorang pemuda berusia delapan belas tahun yang nakal dan bebal, wajar ia menyepelekan hal seperti itu. Tapi, kalau sampai bunda-nya tahu, habis sudah.

Rencananya nanti malam ia akan menelpon Haruto, memberitahu bahwa ia harus membeli seragam baru di sisa tahun sekolahnya demi peraturan siswa yang berlaku ketimbang terus dikejar OSIS karena terkena pelanggaran.

"...harus tanya juga perihal kue tadi..."


To Be Continue...

SANCTUARY | HAJEONGWOOWhere stories live. Discover now