006

2K 289 9
                                    

Jeongwoo tidak ingat kapan mereka tertidur hingga saat bangun pagi ini, ia menemukan televisi masih menyala, menampilkan serial drama sisa semalam.

Si manis meraba remote televisi didekatnya dengan mata setengah tertutup sampai ia menemukan kepala seseorang berada diatas perutnya.

—tunggu, apa-apaan ini?

Rupanya Haruto ikut tidur diatas ranjang yang sama.

Jeongwoo tak ambil pusing, dia bergeser dan mengganjal belakang kepala Haruto dengan bantal, kemudian ia beranjak.

Baru dua langkah berjalan, Jeongwoo menemukan sebuah kotak biru berisi setelan seragam baru, ia mengernyitkan dahi, bahkan ia belum mengatakan hal ini pada suaminya.

"Kemarin temanmu memberitahuku lewat ayahnya, seragam-mu sudah kekecilan dan kau dapat masalah disekolah. Jadi aku membelikan itu untukmu."

Haruto sudah duduk dipinggir ranjang sambil mengusak rambutnya yang berantakan, ia menoleh, "Pakailah, kau harus tetap terlihat keren disisa periode jabatanmu."

Kedua ujung bibir Jeongwoo spontan terangkat, manis sekali. "Terima kasih banyak."



[ SANCTUARY ]



"Aku tidak bisa menjemput nanti, pulanglah menggunakan bus atau menelpon supir bila hari mulai gelap." Pesan Haruto sebelum membuka kunci mobil.

Yang lebih muda mengangguk paham, namun sebelum beranjak dari tempat duduknya, ia mencondongkan tubuh lalu ...

Cup!

Haruto mematung.

Jeongwoo memberi kecupan singkat dipipi Haruto. Senyum lebar pemuda itu terpatri dengan jelas pagi ini, sebab, sebetulnya dia benar-benar membutuhkan seragam baru dan Haruto telah membelikannya.

"Sampai bertemu petang nanti!"

Hingga bahu lebar itu menghilang dari pandangan, Haruto masih memaku sampai sebuah dering telepon membuyarkannya.

Ya, Kanemoto Yoshi lagi.

"Apa?" Tanya Haruto ketus.

"Lobi 5 keutara. Kau harus⸺"

Dan begitulah telepon kurang dari 15 detik itu diakhiri secara tragis.

Haruto meraba pipinya sendiri, sungguh perasaannya sekarang nampak asing untuk menganggap Jeongwoo sekedar sahabat ataupun anak kolega sang ayah.

Bagaimanapun, mereka telah mengucap janji bersama. Harusnya, Haruto bisa merasa lebih dari itu. Ia hanya—terlalu gengsi mengakui perasaannya.

Ya, tidak tahu besok.

Beruntung, lokasi tempat Yoshi berada lumayan dekat dengan sekolah Jeongwoo, Haruto jadi tidak perlu buang-buang waktu menghadapai kemacetan dijalanan utama.

"Dimana Yoshi?" tanya si mata elang kepada penjaga disana.

"Lantai 13, tuan Yoshi meminta saya untuk mengantarkan anda sampai—"

"Tidak perlu."

Memangnya dia manusia apaan pakai diantar segala.

Masih segar diingatan Haruto, ketika terjadi penembakan massal yang menewaskan dua puluh lima karyawan beserta satpam disini.

Kala itu, Haruto masih berusia 10 tahun.

Kantor ini merupakan aset milik keluarganya sebelum diakuisisi oleh pemerintah dan dibeli kembali oleh Yoshi beberapa tahun silam. Kakaknya benar-benar bekerja keras untuk mengembalikan semuanya.

SANCTUARY | HAJEONGWOOWhere stories live. Discover now