005

2.4K 361 14
                                    

Siang itu sebelum menjemput Jeongwoo dari sekolahnya, Haruto datang ke sebuah perusahaan raksasa dipusat kota dengan dikawal dua bodyguard. Ia punya janji temu penting.

"kau masih berhubungan dengannya?" Tanya Yoshinori sambil memutar kursinya.

Haruto mendongak menatap wajah tegas kakak kandungnya itu, lalu ia mengangguk, "dia kemarin mengirim kue ke mansion."

Kanemoto Yoshinori atau Yoshi ㅡSapaan Akrabnyaㅡ merupakan seorang General Manager sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Wataknya yang tegas membuat siapapun segan padanya, termasuk adiknya sendiri.

"Bodoh, Sudah berulangkali dimanfaatkan tetap tidak mau tegas."

Haruto diam tak bergeming, menunggu sang kakak menyelesaikan ucapannya terlebih dahulu.

"Hidup lama dengan keluarga Choi, ternyata kau tertular kebodohan mereka ya?" tanya Yoshi sarkas.

Enam belas tahun yang lalu, Haruto diserahkan oleh Yoshi kepada Keluarga Choi dengan alasan, Haruto kecil masih sangat membutuhkan seorang orangtua sementara saat itu keluarga Yoshi telah ditumpas habis oleh musuh bebuyutannya.

Pada malam berdarah itu Yoshi berhasil menyelamatkan Haruto dengan cara mengunci anak kecil itu didalam lemari pakaian, sementara dirinya menyaksikan satu persatu kepala anggota keluarganya dipenggal secara keji didepan mata kepalanya sendiri.

"Aku membawamu kesana bukan tanpa alasan, Haruto. Ingat itu." tunjuk Yoshi.

Yang dicaci hanya mengangguk mengerti. Enam belas tahun berlalu, trauma kakaknya belum juga hilang. Kehidupan bahagia keluarga mereka harus terenggut dalam satu malam, siapa yang tidak merasa dendam meski sekarang perusahaan rival mereka terancam bangkrut?

"Kak, tapi Jeong⸺"

"Dia tidak memiliki sangkut paut apapun dengan hal ini, Watanabe. Kau harus melindungi dia sebagaimana seorang suami." tukas Yoshi, memotong ucapan Haruto sebelum pemuda itu menyelesaikan ucapannya.

"Aku ada meeting sebentar, tunggulah disini. Jangan kemanapun sebelum aku kembali." peringat yang lebih tua sambil menyambar Ipad-nya diatas meja.

Haruto tahu, pasti ada alasan mengapa Yoshi menahannya disini. Maka setelah memeriksa jam, ia menelepon supir untuk menjemput Serigala kecilnya disekolah. Dalam hati, Haruto sedikit menyumpah sebab hari ini ia berjanji untuk mengajak Jeongwoo pergi makan berdua. Pemuda itu pasti kecewa sekali sekarang.

Butuh waktu dua jam sampai Yoshi kembali. Diluar, langit sudah gelap bahkan Haruto hampir mati kelaparan. Katanya Sebentar, tapi Sebentar darimana?

"Aku butuh tanda tangan. Setengah proyek perusahaan ini milikmu, kau pewaris K-Corp satu-satunya setelah aku pensiun." Pemuda berambut perak itu menunduk, mengambil sebuah map berwarna biru muda dari dalam lacinya kemudian menyodorkan selembar dokumen bermaterai didepan Haruto.

"Kak, maksudku⸺kau masih muda, apa yang kau lakukan dengan memberikannya padaku?" jawab Haruto, masih keheranan dengan apa yang dilihatnya.

Yoshi tertawa, ia menyamankan posisi di kursinya. "Well, kau tau ... setelah yang ku lihat dimalam itu, aku enggan meneruskan perusahaan ini. Lagipula, kau sudah menikah, kau perlu biaya besar untuk keluarga kecilmu kelak."

Sementara Haruto masih mengernyit, belum memahami apa yang dikatakan oleh Yoshi, "Kalau ini untuk masa depanku, mengapa tidak dirimu juga? Aku juga dapat seperempat warisan dari Keluarga Choi kalau kau lupa."

"⸺kau ingin ke suatu tempat?" tebak Haruto kemudian.

Yoshi mengangguk, "menjemput seseorang."

"Takata Mashiho?"





[ SANCTUARY ]




Dua plastik ayam goreng, minuman pendamping dan beberapa hidangan pencuci mulut, sepertinya cukup untuk menyogok Jeongwoo.

Haruto menyadari, ia pulang terlalu larut. Sedari tadi, ia sudah berusaha menghubungi Si Manis namun tidak ada panggilan yang sampai ⸺ditolak⸺ jadi, Haruto berinisiatif sendiri meski ia tahu, Jeongwoo bukan tipe orang yang suka makan banyak ditengah malam.

"Jeongwoo." panggil Haruto setelah melangkah ke arah ruang tengah mansion.

Tepat seperti dugaannya, Jeongwoo ada disana, duduk diatas karpet dengan banyak buku terbuka dan ipad serta laptop yang masih menyala.

Haruto mengusak pelan Surai legam itu lalu menunjukkan barang bawaannya, senang hati Jeongwoo menerimanya.

"Terima kasih."

Terkadang, Jeongwoo bertanya-tanya dalam hati mengapa Haruto selalu repot-repot membeli makanan diluar kalau dia memiliki chef pribadi yang selalu menganggur didapur dengan masakan kualitas restauran bintang lima.

"Mengapa belum tidur?"

"Aku perlu mengerjakan beberapa tugas, kamu mandilah dulu lalu kita makan bersama." suruh si mata serigala.

Haruto mengernyitkan dahi, "Kau belum makan sejak sore?"

Jeongwoo menggeleng, "aku menunggumu."

"⸺makan sendirian terasa tidak menyenangkan tanpa adanya dirimu."





[ SANCTUARY ]






Alih-alih memakan ayam gorengnya dengan tenang didalam ruangan, dua pemuda tadi memilih untuk menikmati makanan itu diluar ruangan diiringi semilir angin.

"Tebak ada berapa bintang diangkasa?" tanya Haruto, mulutnya penuh ayam.

Jeongwoo mendongak, menatap hamparan bintang diatas kepalanya, "ku tebak, miliyaran ... cantik sekali ya?"

"Kau jauh lebih cantik, Jeongwoo-ya."

Keduanya saling berpandangan, sebelum akhirnya Jeongwoo tertawa, memamerkan deretan gigi rapih miliknya. Rupanya Haruto bisa gombal juga disaat seperti ini.

Sejenak, Jeongwoo melupakan apa yang perlu ia tanyakan pada sang suami kemarin. Jeongwoo lebih menikmati malam langka dimana ia bisa berbagi cerita pada seseorang setelah sering kali kesepian jauh dari keluarganya.

"Aku lupa kapan terakhir kali melihat bintang, sepertinya sudah lama sekali." gumam Jeongwoo tanpa sadar.

Haruto tersenyum tipis, "Kau suka? kau akan sering melihatnya nanti."





To Be Continue ...

hi!

SANCTUARY | HAJEONGWOOWhere stories live. Discover now