Chapter 19

219 21 0
                                    

Rasa Tanpa Suara
———————

Rasa tanpa suara. Mungkin 3 kata itu yang menjelaskan semua kisah percintaan yang ia jalani selama 8 tahun lebih. Ada rasa bahagia sebab sekarang ini ia tak pernah mendengar gerutuan perbedaan. Memantapkan pilihan untuk menjadi seorang muslimah adalah keputusan terbesar dalam hidup karena menyangkut soal keyakinan. Semua prinsip yang dijalani sudah berubah. Hobi mengejar-ngejar Arthar yang dulu sangat disukainya, kini harus ditahan untuk sebuah marwah.

Pandangan orang Barat yang menilai bahwa wanita adalah manusia tersisihkan dari peranan masyarakat dan membuat stigma negatif itu muncul dan menganggap bahwa memeluk Islam merupakan hambatan bagi para perempuan karena dinilai banyak larangannya, kenyataannya mereka hanya tahu tanpa mencari tahu. Islam sungguh memuliakan wanita. Hak-haknya saja sudah terjamin.

Sebelum agama Islam datang saja seluruh manusia menganggap kaum wanita itu hina. Bagaimana bisa memuliakan, jika menganggapnya saja tidak. Mereka menganggap perempuan sebagai sarana kesenangan, ada yang memberikan hak atas seorang ayah atau suami untuk menjual anak perempuan atau istrinya, para perempuan tidak memiliki hak waris, tidak berhak memiliki harta benda, bahkan sampai ada yang menguburnya hidup-hidup. Merasa bersalah saja tidak, apalagi mengingat bahwa itu dosa.

Kemudian Islam datang, satu-satunya agama yang membuat manusia menemukan cahaya setelah berada di dalam gelapnya kezaliman. Perempuan adalah karunia, mereka bukan musibah seperti yang dipandang oleh orang-orang awam. Rasulullah SAW begitu sering mempertegas sabda-sabdanya agar umat Islam mau menghargai seorang wanita. Dua di antaranya seperti;

Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita.” Hadist riwayat Muslim nomor 3729.

Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah yang paling baik terhadap istriku.” Hadist riwayat Tirmidzi yang dinyatakan shahih oleh Al Abani dalam as-shahihah 285.

Dari Islam kedudukan wanita yang awalnya direndahkan, kini dijunjung tinggi-tinggi. Mereka diibaratkan seperti ratu. Tidak sembarang orang boleh menyentuh. Allah memerintahkan agar mereka tertutup supaya lebih terjaga kehormatannya.

Perempuan merupakan ujian terbesar bagi laki-laki. Islam tidak melarang seorang laki-laki jatuh cinta kepada perempuan, begitupun sebaliknya selama itu tidak melanggar syariat. Namun, pada kenyataannya cinta merupakan salah satu sumber terciptanya sebuah fitnah alias ujian untuk manusia itu sendiri.

Fitnah wanita adalah induk dari segala fitnah. Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid, Rasulullah SAW bersabda; “Aku tidak meninggalkan satu fitnah pun yang lebih membahayakan para lelaki selain fitnah wanita.” Hadist riwayat Bukhari nomor 5096 dan hadist riwayat Muslim nomor 2740.

Saking dahsyatnya fitnah wanita, sampai-sampai umat terdahulu pun binasa karenanya. Rasulullah SAW bersabda; “Sesungguhnya dunia ini begitu manis nan hijau. Dan Allah mempercayakan kalian untuk mengurusinya, Allah ingin melihat bagaimana perbuatan kalian. Karenanya jauhilah fitnah dunia dan jauhilah fitnah wanita, sebab sesungguhnya fitnah pertama kali di kalangan Bani Israil adalah masalah wanita.” Hadist riwayat Muslim nomor 2742.

Itulah mengapa penting untuk seorang perempuan dan laki-laki menjaga pandangan agar tak sampai menyesatkan. Nagine juga kini sadar. Ia akan membatasi diri dari laki-laki agar ia lebih terhormat. Agar ia bisa menjunjung tinggi kehormatannya. Karena Nagine tahu, dia mulia.

“Gue tadi lihat Arthar. Dia kayaknya lagi rapat sama temen kampusnya di kafe depan,” kata Aya menggeser bangku kuliahnya di dekat Nagine.

“Lalu?” tanya Nagine meminta penjelasan. Ayolah, ia seperti ini bukan karena Arthar tidak lagi menjadi orang yang mengisi hatinya, tapi dirinya lebih ingin terjaga. Rasanya memang penasaran, tapi ia tahan. Setelah memantapkannya masuk Islam, mengimaninya, dan menjadi manusia yang ihsan, Nagine akan berusaha menaati apa yang seharusnya ia taati, dan menjauhi larangan apa yang seharusnya ia jauhi.

“Ya ... gue cuma kasih info, sih. Soalnya di sana ada ceweknya, tapi cuma dua. Yang satu duduknya bersebelahan sama Arthar. Deket banget.”

Siapa yang tidak meringis pedih mendengar berita yang menyakitkan itu? Nagine tahu ia tak berhak cemburu atas apa pun yang Arthar lakukan. Mereka bukan siapa-siapa.

Rupanya, tak hanya keimanannya saja yang tertata, tapi hati Nagine juga ikut tertata. Kini, ia menyadari banyak hal yang seharusnya tidak ia lakukan dulu. Seperti terlalu mengagumi Arthar misalnya. Semenjak memeluk Islam, hatinya lebih terjaga. Ia mudah mengontrol perasaannya. Ia tahu kapan waktu tepat untuk segala hal, termasuk perasaan, dan sekarang prioritasnya bukan itu lagi.

Jika dulu mengingat semua hal tentang Arthar adalah sarana wajib, tapi kini tidak. Ia akan mengagumi laki-laki itu seperlunya. Mendoakannya diam-diam. Ia percaya jalur langit lebih dahsyat dari apa yang ia kejar kemarin-kemarin.

“Gue sama sekali nggak berhak buat tau tentang Arthar, Ay. Gue bukan siapa-siapanya. Gue dari dulu juga tau kalau semua sikap Arthar itu manusiawi. Gue aja yang berlebihan dalam memastikan sebuah perasaan,” katanya berusaha untuk tidak melambungkan perasaan.

“Lo ... beneran move on?”

Nagine mengangkat bahu. “Hm, I don’t know. Semua hal tentang Arthar bukan nggak penting buat gue, tapi gue lagi berusaha untuk membuat iman gue lebih terjaga. Gue takut kepikiran, terus jadi zina. Ngeri kata Kak Biba.”

“Ma syaa Allah, Nagine. Gue Qiana Gayatri bakal selalu ada buat lo. Gue akan jadi saksi di akhirat nanti betapa baiknya lo. Please, kalo lo nggak nemu gue di surga, tolong cari gue dan bilang ke Allah, ya?”

Nagine menahan air mata yang hendak keluar secara spontan itu. Dia malu sekaligus terharu untuk pernyataan Aya barusan. Satu-satunya sahabat yang sampai kini mengerti dirinya.

“Jangan berlebihan dalam memuji manusia, Ay, tapi semoga apa yang lo ucapin itu sebuah doa, dan doa baik itu balik buat lo. So, kalo lo juga nggak nemu gue di surga, bilang ke Allah ya?” Aya mengangguk dan tersenyum. Dia menepuk pundak sahabatnya, tapi balasannya malah sebuah pelukan yang membuatnya memberontak tak suka. Bagaimanapun Aya tetaplah Aya.

“Najong lu peluk-peluk!” ucapnya geli. Nagine terkekeh, kapan lagi coba punya momen se-sweet ini bareng Aya?

———————
To be continued.

All rights reserved. Tag my wattpad account if toy want to share anything about this stories.

Indonesia, 26 Juli 2022 | Jangan lupa prioritaskan Al-Qur’an.

Only 9 Years | lo.gi.na [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang