Chapter 52

138 15 0
                                    

Sederhana Saja
Jangan meragukan Allah.
———————

Ritme jantung Nagine berdetak kencang saat sebuah mobil Brio hitam percis yang ia temui di halte beberapa hari lalu berhenti tepat di depan pagar rumahnya. Berbeda dengan sang mama yang kini tengah mengembangkan senyum sambil membelai lembut pipi anaknya.

“Baru sebulan dapat gelar aja kamu udah mau cetak undangan pernikahan, Gin,” katanya sedikit menggoda sang anak.

Jantung yang semula berdegup cepat itu kembali jeder-jeder saat Sevina menggodanya. Ada rasa malu sekaligus terharu. Jika dipikir-pikir iya juga. Dirinya baru selesai kuliah, baru bekerja kurang lebih satu bulan, dan kini akan menikah?

Apa ini definisi kehidupan setelah kuliah yang sesungguhnya? Lulus, kerja, dan menikah. Sangat sederhana, tapi sulit diwujudkan oleh beberapa orang.

Lebih mengharukannya lagi, ia tak menyangka dirinya bisa menerima orang baru, tapi tetap saja Arthar adalah yang pertama. Dia tidak bisa mengubah itu. Husain memang orang asing yang bisa ia terima untuk masuk ke dalam kehidupannya dengan waktu yang cepat, tapi Arthar; tidak ada laki-laki selain dirinya yang dapat membuat Nagine jatuh cinta pada awal pandangan mereka bertemu. Ya, tidak ada laki-laki selain Arthar yang dapat membuat Nagine menjatuhkan hatinya secepat itu.

Sevina menepuk bahu anaknya sejenak, lalu membuka pintu rumahnya menyambut siapa yang datang, sedangkan Nagine berlari kembali masuk ke kamarnya. Tidak bisa, dia bisa terkena serangan jantung jika denyutnya saja semakin bertambah kencang.

Belum sempat menenangkan diri, pintu kamar Nagine lebih dulu diketuk. Tanpa berlama-lama mamanya langsung masuk sambil tersenyum.

“Ayo keluar. Husain sudah datang.”

“Sendiri, Ma?” tanya Nagine.

“Nggak, tapi nggak sama orang tuanya. Ayo keluar. Biar acaranya segera selesai. Semakin kamu menunda, deg-degannya makin nggak ilang-ilang,” kata Sevina. Ah mamanya ini selalu mengerti tentangnya.

Nagine menurut. Gadis itu kemudian keluar kamar. Sampai di ruang tamu, gadis itu merasa tak nyaman. Merasa diperhatikan tapi entah dengan siapa karena ia pun hanya berani menunduk.

Suara deheman yang Nagine jelas tahu itu siapa membuka acara kali ini. Laki-laki itu seperti sedang mengatur napasnya. Dia tak sabar menunggu jawaban dari perempuan yang seminggu lalu ia lamar. Sepertinya mendapat lampu ijo karena e-mail yang terkirim kemarin seakan-akan membuat Nagine berkata iya.

“Bismillah. Saya mohon maaf karena orang tua saya tidak bisa hadir ke sini, kebetulan keduanya diundang di acara peresmian hafiz hafizah Qur’an di salah pondok di Jawa Timur. Jadi, ini saya dan Halim, sepupu dari Umi.”

“Tidak apa-apa, Nak Husein,” jawab Sevina. Wanita itu tersenyum. Ia sudah menyetujui Husain menjadi menantunya. “Utarakan saja niat kamu ke sini,” katanya.

“Baik, terima kasih izinnya Bu Sevina. Sebelumnya mohon maaf apabila kedatangan saya lancang, tapi hari ini—sesuai yang disepakati seminggu yang lalu—saya ingin mendengar jawaban atas khitbah saya. Jadi, apa saudari Nagine Zabrine bersedia menjadi satu-satunya perempuan untuk menjadi makmum dalam salat dan dalam berjalan menggapai ridho Allah?”

Butterflies addict. Nagine merasa ada banyak sekali kupu-kupu yang saat ini tanpa malu-malu berterbangan di dalam perutnya. Punggungnya juga serasa sedang mengepakkan sayap bersiap untuk terbang.

“Bagaimana Nagine?” Sevina ikut bertanya karena gadisnya ini diam saja sedari tadi.

Nagine mengangguk. “Dengan izin Allah dan restu Mama, saya siap menjadi pelengkap iman Bapak dan menjadi satu-satunya makmum yang berdiri di belakang Bapak.”

Only 9 Years | lo.gi.na [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang