Chapter 36

139 17 0
                                    

Trying to be Better
Hanya akal dan iman yang bisa menjadi penangkal kemaksiatan.
———————

Don’t cry. Laki-laki kayak dia nggak pantes ditangisin,” ucap Aya mengelus bahu Nagine. “Lagi pula sebentar lagi kita ujian, mau ganti semester. Pasti bakal lebih sibuk karena udah harus dekat dengan PPL, PKL, KKN, dan tetek-bengeknya. Harusnya lo bersyukur, dari sini Allah pingin lo bisa lebih giat ke pendidikan dan nggak memikirkan laki-laki yang sekarang udah jadi ending.”

Perkataan Aya barusan diam-diam disetujui Nagine. Walaupun agak menyebalkan karena gadis itu terus menjelek-jelekkan Arthar, hati kecil tidak bohong kalau yang dikatakan sahabatnya itu benar. Tidak ada lagi waktu untuk bermain-main. Hidup yang akan lebih realistis sebentar lagi akan kita jalani. Ya, meskipun pas wisuda nanti impian Nagine membawa sebuket full cream dengan laki-laki yang berdiri di sampingnya pupus, itu tidak akan jadi masalah. Ia akan membuktikan pada Arthar bahwa ia bisa. Tanpa Arthar Nagine terluka, tapi tanpa Allah, Nagine tidak ada.

“Gue setuju, tapi gue nggak suka kalo lo jelek-jelekin Arthar.”

Lihat, bahkan di saat-saat seperti ini Nagine masih sempat-sempatnya membela laki-laki yang sudah melukai hatinya? Cinta itu buta.

“Gue tau dia bukan cowo yang baik, tapi bukan berarti kita bisa judge dia sembarangan. Nggak semua orang baik, tapi semua orang pasti pernah berbuat baik meskipun cuma sekali.”

Hati Aya mencelos. Dia seperti ditampar barusan. Ada rasa sesak sekaligus nyeri yang saat ini tergambar sebuah belati yang menjadi pemicu kesakitannya terjadi. Nagine benar. Ia sudah berbuat apa tadi? Astaghfirullah!

“Iya deh, Na. Gue pernah denger kalau manusia itu bakalan diuji sama yang namanya cinta. Perempuan selalu diuji sama perasaannya, dan laki-laki selalu dibuat ketar-ketir sama hawa nafsu. Ya contohnya kayak gini, dia bisa aja datang bilang cinta, ngajak pacaran, padahal itu maksiat. Namanya juga ujian, pasti bakal terlihat menyenangkan, tapi mereka nggak tau gimana dahsyatnya ketika iman seseorang diuji dengan satu hal itu, bahkan sekelas Nabi Yusuf aja bisa mendekati zina karena rayuan Zulaikha. Lah kita? Manusia biasa, pasti nggak jauh dari itu!”

“Asal lo tau, banyak maksiat itu banyak peluang buat patah hati. Udahlah kamu patah, pakai dosa segala. Sekarang cuma akal dan iman yang bisa jadi penangkal.”

Hati Nagine juga tak kalah mencelos mendengar itu. Rasanya ingin mendekat ke Allah, tapi patah hatinya hari ini masih perlu proses untuk diobati dan sembuh.

Aya menepuk-nepuk bahu Nagine. “Trying to be better. Besok nggak harus udah bisa move on, tapi detik ini harus mulai belajar buat mengikhlaskan. Lama-lama rasa itu akan hilang kalau udah lelah hinggap karena nggak dianggap.”

Dari sini Nagine semakin sadar untuk tidak kembali menaruh ekspektasi berlebih pada orang lain. Baik laki-laki maupun perempuan, mereka sama saja. Karena patah hati selalu berawal dengan diruntuhkannya kepercayaan karena meletakkan rasa percaya terlalu buru-buru.

Toh hidup memang terkadang tidak sesuai harapan. Ada saja yang membuat kita terjebak di lubang kepahitan, tapi Allah selalu punya segalanya. Cukup mendekat dan pasrahkan saja semuanya.

———————

“Mau apa? Chatime apa starbucks?

Suara familiar di belakang Nagine seketika membuatnya berbalik dengan harapan penuh bahwa yang ia lalui akhir-akhir ini adalah sebuah prank. Namun, rupanya pupus saat melihat bahwa pemilik suara itu tidak sendiri. Ada seorang perempuan di sampingnya mengenakan hijab moca yang dililit ke belakang. Sudah jelas bukan adiknya. Apa ... calon istrinya?

Dua pasang mata itu sempat bertemu dengan perasaannya masing-masing. Mereka sama-sama sakit. Tidak ada yang salah di sini, hanya status haram itu yang salah. Tidak ada yang menyakiti, Nagine hanya terjebak atas kesalahannya sendiri.

Melihat Nagine yang memaku seperti itu, Aya ikut balik ke belakang dan terkejut melihat dua orang berbeda gender itu berdiri sama terkejutnya. Ia melirik ke arah Nagine yang kini sudah berbalik memunggungi mereka dan berjalan lebih dulu.

“Brengsek lo, Thar!” ucap Aya sebelum memutuskan mengibrit mengejar Nagine yang sudah berlari duluan, tapi rupanya tertahan oleh cekalan tangan seorang perempuan.

“Apa maksudnya bilang kayak gitu di depan calon suami saya?!” amuknya tak suka. Arthar terkejut mendengar kalimat itu yang keluar dari bibir Adityara. Dia tak menyangka bahwa Adityara bisa senekat itu mengambil tindakan.

Aya memandang perempuan di hadapannya dari bawah ke atas. Seketika Adityara minder melihat reaksi itu. Ia buru-buru merabakan tangannya di berbagai arah agar penampilannya terlihat rapi.

“Calon suami, ya?” pertanyaan itu seperti meremehkan. “Dijodohin?” ia memastikan masih dengan mata yang memandang remeh Adityara. “Saya bilangin, ya. Sebenarnya saya nggak mau bilang ini sih, takut kenyataannya bisa merusak acara pernikahan kalian, tapi kayaknya saya harus bilang deh soalnya Anda yang mulai duluan.”

“Jadi Anda yang terhormat. Saya kasih tau ya, suami Anda ini pernah ngajak nikah siri sahabat saya supaya bisa membatalkan perjodohan kalian. Atau mungkin supaya bisa mengikat sahabat saya lebih lama karena Anda bukan perempuan yang diimpikannya? Sekali lagi, you are not Arthar’s dream.

Perkataan Aya barusan berhasil membuat muka Adityara merah menahan malu. Ia tahu awalnya Arthar tidak setuju, ia pun sama, tapi perempuan itu tidak menyangka jika Arthar bisa nekat mengajak nikah siri sahabat Aya. Bukankah itu sangat keterlaluan untuk ukuran laki-laki? Apa bedanya dengan selingkuh?

Membiarkan Arthar dan calon istrinya mematung, Aya buru-buru pergi dari tempat itu menyusul Nagine yang sudah berlalu entah ke mana. Dia baru bisa menemukan Nagine setelah dua jam berkeliling memutari mall yang ternyata gadis itu sudah lebih dulu mendekamkan dirinya di mobil.

Air mata itu terlihat membanjiri pipinya. Melihat Arthar bersama dengan perempuan lain belum ada di benaknya. Dia kehilangan sekaligus tak memiliki kesempatan. Sangat menyesakkan.

“Udah, mending sama Dito. Dia juga anak fisioterapi, cita-citanya juga jadi fisioterapis. Suka olahraga, meratukan ibunya, pernah menang basket. Sebelas dua belas sama Arthar. Sana, dia lebih setia dibanding Arthar yang suka narik ulur itu,” kata Aya setelah berhasil duduk di jok kemudi.

“Dia emang kayak Arthar. Lifestyle mereka hampir sama. Dia bisa meniru apa yang Arthar biasanya lakukan, tapi ingat Ay, dia nggak bisa menduplikasi Arthar,” jawab Nagine sambil terisak. Padahal Aya berkata spontan saja tadi dengan niat untuk menghibur, rupanya tindakan yang dia lakukan salah dan berangsur membuat Nagine kembali menangis deras. Seketika dia menjadi sahabat yang tidak berguna.

———————
To be continued.

All rights reserved. Tag my wattpad account if you want to share anything about this stories.

Indonesia, 12 Agustus 2022 | Jangan lupa prioritaskan Al-Qur’an.

Only 9 Years | lo.gi.na [END]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora