7

5.2K 1.7K 204
                                    

Alana memasuki ruang kerjanya. Beberapa perawat terlihat sibuk memasukkan data pasien ke dalam komputer.

"Malam, dok."

"Malam, sibuk semua?"

"Tidak terlalu. Kelihatannya dokter yang sibuk karena mertua dirawat."

"Iya, tapi tadi siang sudah pulang, kok."

Seorang perawat yang masih muda segera mendekati mejanya. "Dok, katanya kemarin Chef Adrian kemari, ya."

"Iya, kenapa?"

"Kok, Dokter nggak ngasih tahu, sih? Saya, kan, kepingin foto bareng."

Alana hanya tertawa, "Dia tidak lama di rumah sakit. Langsung ngantar saya pulang. Dan hari ini sudah mulai bekerja. Karena harus menyiapkan banquet katanya untuk 300 orang."

"Dokter sudah sering nyicipin masakannya, dong."

"Enggak juga, tapi kalau dia di rumah kadang masak. Selebihnya dia makan yang ada saja."

"Kebayang gantengnya, Dok. Manly banget, belum lagi tatonya di mana-mana. Dokter nggak tertarik gitu?"

Kalimat spontan rekannya membuat tubuh Alana bagai tersiram es. Membeku! Membuat orang yang bertanya seketika merasa bersalah.

"Maaf, Dok. Saya tidak bermaksud menyinggung."

"Enggak apa-apa." balasnya sambil berusaha tersenyum meski sulit.

Ruangan hening seketika, tak ada lagi candaan seperti tadi. Semua orang seolah sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Takut menyinggung perasaan sang dokter. Membuat Alana mau tidak mau harus ikut diam. Sebenarnya tidak suka dengan suasana seperti ini. Beruntung tak lama kemudian ada dua orang pasien masuk berturut-turut, sehingga ruangan kembali sibuk. Begitu selesai Alana memutuskan membeli kopi sebentar. Di sebuah lorong menuju kantin ia berpapasan dengan Dokter Zyandru.

"Malam, Dokter Lana." Sapa pria berkacamata minus yang sedang menjadi bahan perbincangan para staf perempuan karena statusnya yang baru bercerai.

"Malam Dokter Zyan, baru selesai praktek?"

"Iya, mau ke mana?"

"Beli kopi."

"Banyak pasien?"

"Malam ini tidak terlalu."

"Mau saya temani?"

Alana segera menarik nafas panjang. "Nggak usah, cuma sebentar, kok, Dok."

Tidak peduli pada penolakan perempuan cantik didepannya, Dokter Zyan segera membalikkan tubuh mengiringi langkah Alana. Membuat perempuan itu merasa tidak nyaman. Namun, sungkan untuk menolak. Setelah memesan segelas caramel macchiato untuk Alana dan Espreso untuk Zyan keduanya kembali ke arah IGD. Beberapa staf yang kebetulan berpapasan tersenyum simpul. Berusaha memahami hubungan keduanya yang kebetulan sama-sama single. Tidak ada yang tahu kalau Alana sangat kesal.

***


"Kamu dari mana saja?" tanya Lucia pada putra sulungnya. Sejak tadi perempuan itu menunggu di ruang tengah sambil berbaring.

"Ketemu teman, setelah itu ada kerjaan Mi."

"Teman atau pacar?"

Adrian hanya menggeleng sambil beranjak menuju kamarnya. Ia paling tidak suka ditanya seperti itu. Rasanya tidak wajib memberitahu setiap orang tentang pekerjaannya. Sang ibu akhirnya cuma bisa mengembus nafas kesal. Sejak siang tadi ia bertanya pada Alana. Sayang jawaban menantunya mengambang karena mungkin tidak tahu. Ben jauh berbeda dengan Adrian. Putra sulungnya lebih pendiam dan tertutup. Jangan harap menceritakan tentang kehidupan pribadi. Dia penyimpan rahasia terbaik.

TENTANG RASAWhere stories live. Discover now