Happy reading.
Selama perjalanan pulang, aku hanya diam saja, tidak menanggapi percakapan mereka. Lebih ke fokus dengan ponsel, banyak sekali yang mengirimkan pesan ke kepadaku. Aku tahu aku akan terlambat memasuki kelas berikutnya, tapi kepala sekolah sendiri yang memberiku tugas untuk menemaninya.
Aku langsung mendongakkan kepala saat merasa mobil berhenti. Eh, bukannya ini rumahnya keluarga Lee? Aku langsung menatap Jaemin tajam.
"Ada maksud apa kamu mengantar kami ke rumah ini?" ujarku.
"Lihat saja nanti, ayo anak-anak kita masuk ke rumah," ujarnya santai. Aku menghela nafas panjang.
"Tetap disitu! Jangan keluar!" Ujarku sambil menatap mereka tajam.
"Mana tuh kunci!" Aku langsung merebut kuncinya dari tangannya setelah berpindah tempat. Aku langsung saja menutup pintunya dan mengunci semua pintu.
"Ada apa Ma?"
"Bukan apa-apa sayang, dia salah rumah ternyata," ujarku santai. Jaemin langsung mengetuk kaca pintu agak keras. Aku menurunkannya sedikit.
"Okey, baiklah-baiklah, bukan pintu itu," ujarnya. Aku langsung mengisyaratkannya untuk langsung masuk ke dalam mobil.
"Mereka sebenarnya sudah mengetahui semua kebenaran itu Yeon-jin, itulah kenapa aku membawa kamu dan anak-anak ke rumah itu," jelasnya setelah duduk di bangkunya. Aku tidak menatapnya, karena aku fokus ke jalanan.
"Ayolah, tolong kasih mereka kesempatan sekali lagi."
"Aku peringatkan sekali lagi, jangan pernah sekalipun ikut campur dalam urusan keluarga Lee, nama belakangku saja bukan Lee. Ingat baik-baik! Aku sekarang bukan lagi bagian dari keluarga Lee!" ujarku sambil menatapnya tajam.
"Anak-anak, nanti jika sampai rumah langsung saja kemasi barang-barang kita okey!"
"Okey!"
Tak perlu lama untuk sampai, karena kecepatannya aku naikan sedikit. Setelah memarkirkan mobilnya tepat di dalam garasi, aku langsung saja keluar dan membukakan pintu untuk mereka berdua.
Bukannya marah, kesal. Kenapa tidak mereka sendiri yang memintaku? Dan Jaemin, kenapa tidak membicarakan hal penting itu terlebih dahulu kepadaku? Aku baru beberapa hari pulang ke negara ini lho!
"Yeon-jin, please, jangan pergi lagi, baiklah aku tidak akan lagi memaksamu untuk kembali ke keluarga Lee," ujarnya sambil menahan tanganku. Aku langsung melepaskan tangannya dengan kasar lalu membawa anak-anak ke kamarnya. Meminta mereka untuk berganti pakaian dengan yang sudah aku siapkan.
"Bicarakan nanti saja! Jangan didepan anak-anak!" ujarku saat di depan pintu kamar si kembar. Aku langsung menuju ke dapur untuk meminta bantuan ke maid yang ada menjaga mereka berdua di rumah. Aku menghela napas panjang, lalu menatap kedua manik matanya. Kami berdua duduk di sofa yang berada di ruang kerja Jaemin.
"Aku tahu niatmu baik, tetapi setidaknya itu bicarakan dulu dengan baik-baik kepadaku. Kamu tahu 'kan alasan aku dikeluarkan dari keluarga itu!" Aku memijit pangkal hidung dengan perlahan.
"Maafkan aku, aku salah. Aku tidak tahu jika mereka belum memintamu untuk kembali. Saat Doyoung hyeong memintaku untuk membawamu ke rumah itu aku kira kamu sudah tahu," ujarnya sambil menundukkan kepalanya.
"Doyoung? Lee Doyoung? Dia memintamu untuk membujukku atau memaksamu membawa kami ke rumah itu?"
"Okey, aku ngaku itu, aku sendiri yang ingin memaksamu untuk kembali ke keluarga itu, maafkan aku."
"Jaem,"aku menghela napas panjang lalu, "apa kamu tahu pokok permasalahannya ada dimana? Aku yakin kamu diberitahu oleh Jeno, bukan hanya aku dikeluarkan dari keluarga itu, Jaem. Tidak semuanya aku ceritakan langsung ke Jaehyun ataupun Jaemin, bahkan bibi Kim. Hanya aku yang tahu dan aku tidak mau ada orang yang tahu. Sudah sejak kecil aku ingin hidup sendirian." ujarku lalu keluar dari ruangan ini. Aku langsung saja keluar dari rumah dan memberhentikan taksi.
Sesampainya aku di depan sekolah, aku langsung saja masuk ke ruang guru. Mengambil kertas jadwal dan buku catatan lalu berjalan ke kelas yang akan aku ajar sekarang. Terlambat satu jam, semoga saja aku bisa memberikan sedikit materi ke murid dalam satu jam ke depan. Astaga! Ponselku ketinggalan di ruang kerja Jaemin. Ah, nanti tinggal pinjem salah satu guru.
"Selamat siang menjelang sore anak-anak, perkenalkan dulu ya, nama saya Kim Yeon-jin, guru matematika baru kalian, nah mau dikasih pelajaran atau game?"
"Game sepertinya seru," ujar salah satu murid.
"Iya, game saja dari pada materi," ujarnya dengan teman sebelah bangkunya.
"Game saja bu!"
"Okey, peraturan gamenya gampang kok, jika bisa menjawab pertanyaan yang tertulis di papan tulis maka akan saya kasih hadiah, kalau tidak bisa maka harus ke ruang guru ada sesuatu yang akan aku kasih nanti, tentunya berbeda-beda dengan yang bisa menjawab," ujarku. Aku langsung saja menulis beberapa pertanyaan ke papan tulis lalu menunggu mereka untuk ke depan dan menjawab pertanyaannya.
"Yaaaah, ini namanya bukan game!"
"Iya, sama saja." Aku terkekeh mendengar gerutuan para murid. Sedikit meringankan rasa kesalku. Beberapa saat kemudian, ada tiga murid yang menjawab pertanyaannya dengan benar dan ada yang salah.
"Terima kasih sudah maju untuk menjawab, yang sudah maju tadi nanti ke ruang guru ya, dan untuk yang tidak maju, tulis soal yang belum dikerjakan, soalnya untuk tugas rumah. Sampai sini. Sampai jumpa jam berikutnya," ujarku. Aku pun keluar kelas langsung menuju ke ruang guru. Aku langsung meminjam ponsel ke salah satu guru yang ada di kelas, dan langsung menghubungi Jaehyun.
Aku meminta dia untuk mencarikan tempat yang pas untuk anak-anak. Kalau lama-lama aku numpang di rumah Jaemin 'kan tidak enak ya. Jadi, aku berniat untuk pindah. Jika aku pindah ke desa maka akan sangat merepotkan anak untuk beradaptasi lagi dengan lingkungan baru. Entah itu sekolah ataupun rumah. Sebenarnya juga, ini untuk jaga-jaga jika anak beneran tidak betah di rumah Jaemin. Untukku, mungkin memaksakan diri.
Setelah selesai, aku langsung menghapus no Jaehyun dan mengembalikannya. Aku langsung saja membuka laptop ini, memeriksa sesuatu. Aku hanya mengajar dua kelas, jadi bisa langsung pulang. Aku lebih memilih memakai beberapa waktu ke depan untuk merevisi naskah novel ini lagi.
Saat jam menunjukkan pukul setengah enam sore, aku langsung saja menutup Laptopnya lalu membawanya keluar dari ruangan ini. Berpamitan dengan beberapa yang sepertinya akan lembur di kantor. Aku langsung menuju ke parkiran untuk menjemput Ye Joon.
Sesampainya di sekolah Ye Joon. Aku tidak mendapati dirinya di lobi sekolah. Langsung saja aku bertanya ke penjaga lobi. Katanya sih benar tidak ada yang menunggu di lobi. Dengan rasa khawatir, aku langsung mencarinya keseluruhan sekolah sambil berdoa dia baik-baik saja.
Saat aku melewati salah satu toilet siswa, aki seperti mendengar ada yang berteriak minta tolong. Aku langsung saja masuk dan mencarinya. Ada yang dikunci disalah dari bilik toilet. Dengan sekali tendang, pintunya langsung terbuka. Aku terkejut melihat siswa yang di kunci di dalam toilet.
"Astaga, nak." Aku langsung saja membawanya keluar dari toilet ini sambil memperhatikan toilet ini, adakah cctv. Ternyata tidak ada.
"Okey, minum air putih ini dulu," ujarku saat setelah membawanya ke mobil.
"Nanti kalau sudah tenang jelaskan semuanya ke Mama ya, sayang," ujarku lembut. Aku pun mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Memperhatikan jalanan sambil sesekali melirik ke samping.
Sesampainya di rumah, aku langsung saja mengambil ponselku. Kata maid tadi, Jaemin sudah ke kantornya. Aku hanya mengangguk lalu ke kamar si kembar. Mereka semua tertidur pulas di ranjang masing-masing. Aku tersenyum tipis melihatnya, lalu menciumi kening mereka satu-satu. Maafkan Mama ya sayang.
TBC.
Maaf jika semakin lama semakin tidak jelas alurnya.
Bye bye. 🥰😅😅
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate || Na Jaemin
FanfictionKisah cinta yang dibungkus sedemikian rupa agar bisa menjadi kisah cinta yang tak biasa. Seorang wanita yang sangat tertutup dan tidak mudah ditebak. Bahkan untuk tunduk di hadapan ayahnya pun tidak akan pernah ia lakukan. Namun, ada seorang pria y...