Bab 16: Seleksi Kedua

291 89 26
                                    

"SMAKSA! Mana dukungannya!?"

Sorak ramai menyambut pertanyaan sang pembawa acara. Beberapa nama jagoan diteriakan sebagai dukungan. Namun satu hal yang pasti; dari delapan calon ketua angkatan yang tersisa, tidak ada yang bersorak untuk Rion, kecuali Aika tentunya dan mungkin sebagian kecil orang yang pikirannya belum tercemar kasus ayahnya Rion.

Babak cerdas cermat berjalan cukup sengit, setidaknya bagi beberapa kandidat kecuali Fina dan Ziva. Mereka kebanyakan pura-pura tidak tahu dengan mengatakan pass atau kehabisan waktu. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan merupakan pengetahuan umum untuk mengetes wawasan sang calon dan matematika sederhana. Kecepatan dan ketelitian adalah kuncinya karena waktu untuk menjawab dibatasi dalam 10 detik saja. Esensinya untuk menilai bagaimana mereka berpikir dalam tekanan jika suatu saat memerlukan solusi cepat untuk masalah yang terjadi di dalam dan di luar angkatan.

Babak pertama untuk materi wawasan umum dan kedua untuk materi matematika sederhana telah selesai. Masing-masing peserta tadi diberikan 5 pertanyaan setiap babaknya dengan skor 100 untuk setiap jawaban yang benar, -50 untuk jawaban yang salah, dan 0 jika tidak bisa menjawab.

Skor tertinggi saat ini diraih oleh kandidat bernama samaran Enru dengan total 900, disusul oleh Rion dengan skor 850, lalu beberapa kandidat lainnya sampai di posisi dua terakhir ada Ziva dengan skor 400 dan Fina dengan skor 350. Mereka betul-betul tak bohong ketika bilang bahwa ingin mengeluarkan diri.

"Siap untuk babak terakhir?" Sang pembawa acara yang merupakan kakak tingkat 11 kembali menggiring semangat para penonton. Di sela-sela itu, mata Rion menyisir ruangan. Lagi. Posisinya yang duduk di kursi di atas panggung bersama 7 kandidat lainnya memungkinkan untuk mendapat pemandangan menyeluruh di aula. Sepertinya kembali mencari keberadaan Aika. Gadis itu bilang, dia akan duduk di belakang atau tengah tadi.

Aduh. Merepotkan saja. Rion, kan, jadi kesulitan mencari sumber semangatnya jika begini. Jika saja tidak sambil mencari keberadaan Aika, mungkin skor Rion sudah sempurna 1.000 tadi. Semua pertanyaan sebetulnya bisa ia jawab dengan mudah, andai dia fokus. Pftt....

"Baik. Saya akan menjelaskan cara main babak tiga," mulai si pembawa acara lagi, menatap kertas yang ada di tangannya. "Akan ada tiga pertanyaan teka-teki bernilai masing-masing 300 poin yang harus dijawab berdasarkan logika. Waktu yang diberikan untuk berpikir adalah lima belas detik, dimulai tepat setelah pertanyaan selesai dibacakan. Setelah lima belas detik selesai, saya akan menghitung satu sampai tiga. Siapapun yang tahu jawaban paling logisnya bisa langsung angkat tangan karena ini adalah ... BABAK REBUTAN!"

Riuh sorakan siswa dan siswi SMAKSA yang menonton kembali memenuhi aula. Aika yang duduk di bagian tengah juga ikut bertepuk tangan seru. Padahal, hatinya berharap-harap cemas. Akan ada empat orang yang dieliminasi di babak ini, menyisakan sisa empatnya menuju sesi ketiga nanti. Rion boleh jadi ada di peringkat dua sekarang. Namun, jika ia tidak berhasil menjawab satupun pertanyaan, dia bisa saja tergeser oleh orang-orang di bawahnya karena perbedaan skor cukup tipis.

Ada alasan sendiri mengapa Aika ingin Rion jadi ketua angkatan. Anggaplah ia gila, tetapi Aika ingin membersihkan nama Rion. Menunjukkan pada semua bahwa Rion tidak seburuk yang mereka kira. Rion tidak seperti ayahnya.

Di tempat di mana anak-anak dari orang berdosa dikumpulkan, Aika ingin membuktikan bahwa seseorang yang dianggap paling buruk dosanya boleh jadi adalah malaikat yang bak ditutupi kabut malam. Eloknya tak terlihat karena tak ada yang berani menembus kabut untuk mendekat. Tidak ada yang berani untuk mengenal, mengajak berbicara karena terlalu takut dengan apa yang ada di dalam kelamnya malam.

"Teka-teki pertama." Sang pembawa acara mulai membaca. "Ada uang sebesar seratus ribu di tangan orang X. Dia berjalan-jalan ke kota di malam hari. Di sana, dia menemui tiga kerabat yang membutuhkan bantuannya. Kerabat A butuh tujuh puluh lima ribu untuk membeli obat karena uangnya kurang. Kerabat B butuh lima puluh ribu untuk membeli alat tulis sekolah anaknya. Dan, kerabat C butuh dua puluh ribu rupiah untuk ongkos pulang karena ponselnya mati dan tidak membawa uang tunai. Siapa yang paling pantas untuk dibantu? Mengapa?"

S M A K S AWhere stories live. Discover now