Aku menggelung rambutku dengan rapi sebelum memulai pekerjaan ku sebagai cleaning servise .
Mata ku terasa amat berat beberapa hari ini kurang tidur. Namun ku abaikan saja rasa mengantuk dengan fokus bekerja.
"Neng, makan siang yuk".
Aku sedikit tersentak saat Ibu Mari tiba tiba memanggil ku yang asyik menggosok lantai toilet.
"Oh iya bu, sebentar lagi saya selesai. Ibu duluan saja sama yang lain ".
Aku kembali menekuni pekerjaan ku yang sempat terhenti.
"Hayo Neng, ini sudah jam makan siang. Nanti saja dilanjutkan. Lagi pula sebentar lagi toilet ini bakalan rame".
Dan benar saja sedetik kemudian segerombolan perempuan memasuki toilet dengan suara yang lumayan bising. Aku mengangkat kepala ku melihati kemunculan mereka yang bahkan seenak udel menginjaki ubin yang masih setengah basah tanpa rasa berdosa. Benar saja untuk apa melanjutkan jika mereka bahkan tidak memberikan celah bagiku untuk bekerja. Aku membereskan peralatan yang tadi ku gunakan kedalam troli yang ku taruh tidak jauh dari pintu masuk toilet lalu mendorongnya mengikuti ibu ibu cleaning servise yang ternyata masih menungguku.
Ibu ibu tadi masing masing membuka bekal lalu mengaturnya ditengah tikar tipis yang digelar disebuah ruangan khusus cleaning servise.
"Yuk neng makan sama sama".
Aku turut bergabung dengan membawa kotak makan ku yang sudah tidak jelas warna nya.
Nasi putih dan oseng kangkung menjadi pengisi lambung ku hari ini.
Tidak lupa aku menawarkan juga pada ibu ibu yang selama sebulan ini menjadi rekan bekerja ku .
"Wuahh enak sekali oseng kangkungnya neng. Kayak ada rasa manis pedas nya tapi pas gitu".
"Puji Tuhan bu, ambil lagi bu silahkan".
Ibu ibu yang lain turut serta mencicipi makananku lalu mulai bertukar pujian. Aku turut senang dengan kemeriahan makan seperti ini. Biasa nya saat pulang kerumah aku tidak bernafsu untuk makan jadi saat seperti ini amat ku syukuri.
Hari hari ku lalui dengan bekerja mengais rejeki untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. Berbekal dengan ijasah SMA akhirnya aku bisa juga bekerja disini dan lumayan pekerjaannya harus membuatku banyak berinteraksi dengan orang orang munafik penghambur uang.
Hari berjalan seperti biasa , lancar dan penuh kesibukan hingga tibalah jam pulang.
"Neng yakin tidak mau menumpang sama ibu...?".
Lagi lagi Bu Mari menawarkan dibonceng oleh nya . Dan lagi lagi aku menggelengkan kepala. Memang lebih meringankan jika menumpang padanya tetapi aku masih memilih untuk tidak bergantung padanya . Karena nanti nya akan membuatku berharap terus sedangkan Bu Mari sendiri juga bukan orang yang banyak memiliki waktu luang . Takut merepotkan orang itu adalah motto hidup yang selalu ku junjung selama ini.
"Kalo gitu ibu duluan ya neng".
"Iya ibu, hati hati dijalan".
Motornya sudah berlalu, aku sudah mengeratkan tali sepatu ku sebelum memulai perjalanan. Iya aku memilih untuk berjalan kaki setiap kali kembali ke rumah itu. Aku tidak bisa mengatakan 'pulang' karena jelas aku tidak menganggapnya rumah.
Aku menikmati setiap detik yang ku lalui saat berjalan kaki seperti ini. Banyak hal yang ku lihat yang mampu membuatku tidak lupa akan kata syukur. Dan perjalanan yang lumayan panjang ini mampu membuatku kelelahan jadi setiap sampai rumah setelah mandi aku bisa langsung tertidur. Memang untuk apalagi aku dirumah itu selain menumpang tidur ...? .
Seperti biasa aku sudah bersiap untuk tidur walaupun jarum jam baru menunjuk angka delapan malam. Tetapi malam ini lagi lagi pintu paviliun diketuk dari luar. Ku biarkan saja hingga pria tua itu berbicara sendiri didepan pintu karena ia tahu sendiri aku tidak akan membuka pintu selama apapun ia diluar mengetuk pintu.
"Kamu tidak berniat pindah ke depan aja nak...?".
Hanya hening menyambutnya sedangkan aku sudah mulai menutup mata. Sebutlah aku sebagai penumpang tak tau diri yang membiarkan sang pemilik bangunan ini berdiri diluar seperti tamu tak diundang setiap kali datang kemari. Tetapi aku benar benar malas ribut . Contoh nya saja kemarin berakhir ricuh dan drama kabur kaburan sang anak sulung. Atau waktu anak kedua ngambek karena aku didaftarkan dikampus yang sama dengannya. Ah masih banyak hal yang membuatku capek berurusan dengan keluarga mereka. Padahal aku tidak minta dihargai apalagi dianggap ada menjadi anggota keluarga. Cukup bertindak seperti dulu dengan tidak mengacuhkan ku akan terasa jauh lebih baik. Lagipula... Aku juga tidak lagi menginginkan rasa menghargai ... Sudah terlalu tawar hati ku dan sudah terlalu kadaluarsa untuk diusahakan.
"Ya sudah , papa balik dulu ya. Istirahatlah nak".
Suara sedihnya sama sekali tidak menggerakan hati ku sama sekali. Karena ... Terlalu terlambat jika ingin memperbaiki semuanya.. Bukankah lebih wajar jika ia bersikap seperti sudah sudah.
Pagi mulai menjelang aku sudah mulai beberes tempat tidur lalu mengecek sisa sayur didapur. Hanya sepotong tempe yang ku temukan lalu ku olah menjadi tempe kecap lalu mulai menyiapkan nasi dan air putih untuk bekal makan ku hari ini. Setelah siap aku mulai bersiap berangkat kerja hingga jam setwngah tujuh aku sudah berangkat kembali mengais rejeki.
Bugg..
Sesuatu terjatuh dari teras saat aku membuka pintu. Aku sedikit menyipitkan mata saat mataku menangkap penangkapan sebuah kotak terlihat sedikit penyok bagian pinggirnya karena terbentur pinggiran pintu.
Ku biarkan saja kotak itu tanpa menyentuhnya sama sekali lalu memulai perjalanan menuju tempat kerja hari ini. Aku biasa nya memutar melalui pagar samping jadi tidak akan bertemu dengan penghuni lain tempat ini. Walaupun bertemu mereka dijam segini sudah bisa dibilang mustahil tetapi bukan berarti tidak mungkin. Dan itulah yang terjadi saat ini. Aku sudah menghembuskan napas panjang saat melihat penampakan Reina yang melipat tangan dengan wajah yang merengut tidak senang.
"Kamu jangan sok ratu ya. Berani berani nya kamu bersikap sok tidak butuh kayak gitu. Sadar gak sih kamu tu numpang disini".
Aku memperhatikannnya yang terlihat sangat aneh menurut ku. Bagaimana tidak, wajahnya selalu tertutup riasan tebal warna warni ,parfum menyengat, kuku panjang dan baju jelas kekurangan bahan. Aku berniat tidak meladeninya dan tetap meneruskan langkahku. Namun sayangnya tangan dengan kuku terpanjang yang pernah ku lihat malah dengan berani menjambaki rambutku yang pagi ini ku ikat ekor kuda dibelakang kepalaku dengan rapi.
"Heh..lonte aku tu ngomong sama kamu bangsat... Ehhh auwwwww...".
Jelas Reina berteriak kencang saat dengan cepat tanganku memelintir tangannya yang menjambak rambutku seenak udelnya dan tubuh ramping tanpa ampun ku banting ketanah menimbulkan suara cukup keras.
"Jangan sentuh aku".
Reina masih berguling kesakitan ditanah sembari memegangi perutnya . Aku melangkahinya dengan wajah datar dan tidak perduli.
Aku tahu aku baru saja mencetus masalah baru tetapi aku paling ridak suka kalau selalu menerima perlakuan kasar bak manusia tak memiliki daya melawan. Maaf saja kalau mau membuli ku harus pinter melakukan perhitungan. Karena kalau aku merasa terusik aku akan bertindak lebih kasar lagi.
YOU ARE READING
CINTA KADALUARSA
RomanceKeberadaanku tidak pernah diinginkan. Bahkan oleh ibu kandungku sendiri. Hingga nadi kehidupan ini membawaku bertemu dengan mu. Mungkin ini menjadi pelarian terakhirku Karena aku tau semuanya memiliki waktu kadaluarsa . cukup bersabar sedikit lagi...