Bab 19. Siapa sih dia ...?

623 60 2
                                    

Kernyitan didahi ini mungkin udah over deh. Sedari tadi aku dibuat bingung sama dua saudara dihadapanku. Si abang terlihat memendam amarah makin serem karena bekas bonyok masih terlihat jelas diwajahnya. Sedangkan si adek malah menangis bombay tanpa jeda sejak kedatangan ku tadi. Entah sebelumnya apakah masih sebadai ini nangisnya.
"Aku tu keselllllllll banget deh sama tu babu. Apa coba makin hari makin ngelunjak aja ".
"Gak tahu tu papa kenapa jadi lebay gitu sama tu cewek babu. Awas aja kalo ketemu aku dijalan biar aku kasih pelajaran".
"Kak inget gak waktu itu yang kakak nyewa preman buat ngehajar dia . Malah premannya yang kocar kacir".
"Beda cerita kalo lawannya juga yang pro. Kan yang waktu itu cuma preman pasar".
"Emang kakak punya rencana apa...?".
Aku turut memasang telinga dengan pembicaraan keduanya. Bukannya aku nguping dengan sengaja , tolong ya jangan berburuk sangka dulu tapi mereka yang keasyikan atau emang gak sadar keberadaan orang luar ngejongkrong disofa samping .
"Aku udah dapet kontak orang yang biasa ngerjain kerjaan kotor".
Mata Reno terlihat berbinar gembira tetapi jatuhnya jadi kurang bersinar karena bengkak membiru agak pudar sih tapi tetep damage nya kurang ... Kok aku jadi ngelantur sih...??.
"Maksud kakak gimana ??".
"Rencana ku buat jera aja dulu. Baru kita ancam biar dia angkat kaki dari rumah kayak yang sudah sudah. Keberadaan dia itu gak diterima dirumah. Gak paham sih ".
"Tapi ..... Kakak yakin..?".
"Iya yakinlah, dia aja udah pernah terima job bunuh orang .Sampe sekarang kasusnya belum terungkap juga".
"Ihhh kakak dapet orang kek gitu dari mana. Bahaya kali kak ".
"Kan kita cuma bayar dia . Urusan dilapangan kan tanggungjawab dia. Kita mah gak ada sangkut pautnya".
"Pasti mahal ya ..?".
"Yahhh kurasa sesuai dengan kemampuannya".
Aku memperhatikan keduanya dengan seksama. Keduanya jelas terlihat khas anak orang kaya yang berpikir amat dangkal. Nyewa pembunuh....??? Dikira sesepele itu masalahnya bayar duiy udah lepas tangan . Resiko nya amat besar apalagi udah main tindak kriminal seperti ini. Tanpa sadar aku menggeleng perlahan.
"Kenapa sayang...?".
"Hmmm ya... Kenapa ..?".
Aku jadi gelagapan saat Reina bertanya padaku. Kini perhatian keduanya beralih sepenuhnya padaku.
"Oh sorry tadi aku denger topik kalian . Aku gak ngerti kenapa kalian harus seheboh ini sih sama cewek yang notabene adik kalian ...?".
"Adik....?".
Tawa Reno terdengar marah saat mendengar pertanyaanku.
"Dia bukan adik kandung kami, dia itu anak haram . Seumur hidup dia itu gak pernah kami anggap anggota keluarga. Bahkan papa sendiri tidak mengakuinya sejak dia lahir. Entah kenapa kali ini papa jadi berubah sikap. Aku yakin pasti ada sesuatu deh".
Kali ini Reina yang menjawab .
"Dia itu benalu dikeluarga kami , aib, sampah yang perlu dibersihkan dan.... Yang jelas tidak pernah ada yang menginginkan kehadirannya didunia ini".
Alisku kembali mengkeret bingung.Aku tidak lagi berkomentar walaupun jelas diotak ku ini tidak suka dengan penghakiman yang jelas terjadi secara tidak adil. Tetapi hal itu kembali menjadi hak dikeluarga mereka untuk bersikap. Walaupun jelas sekali aku tidak setuju jika mengkambing hitamkan orang yang bahkan tidak melakukan kesalahan apa apa. Sekalipun ia merupakan buah dari perbuatan yang salah tetapi dia juga tidak meminta bukan.
"Dan tadi pagi juga dia mulai bertingkah kurang ajar sama aku. Nih kamu liat nih".
Reina dengan tanpa malu menyingkapi blouse nya dihadapan aku dan kakaknya yang juga pria hingga perut rampingnya terlihat jelas. Disana memang terlihat memar biru kecil didaerah pinggangnya. Tetapi entah kenapa aku merasa mungkin saja perlakuan mereka lebih buruk dari memar itu pada nya hingga orang tersebut melawan hingha menimbulkan bekas.
Reno semakin meradang melihat memar itu. Wajahnya semakin terlihat mengeras .
"... Tunggu dulu, kok bisa memar gitu kenapa...?".
"Tadi pagi kan aku baru pulang terus liat kotak gitu depan paviliun tu cewek babu. Isenglah aku ngecek isinya ehhh tau nya aku liat ada tas ransel sama ayam goreng yang biasa papa beli untuk kita kak. Pas aku masuk kerumah utama, aku tu langsung ngecek ke meja makan sampe ke kulkas pun gak ada ayam goreng itu. Aku yakin deh pasti papa yang beliin tu cewek".
"Lah terus masalahnya dimana ...?" Kan wajar dong ayah beliin makanan buat anaknya".
"Iya gak wajar kak, selama ini papa itu gak pernah begitu. Jika dia beli pun selalu buat aku. Kenapa malah sekarang aku digantikan si cewek babu sialan itu".
"Maksud kamu ...kamu iri ...?".
"Siapa yang iri..? Aku gak iri, aku cuma gak mau tu cewek seenaknya dirumah. Sok ratu sok berkuasa sok yang paling disayang....".
Aku segera memotong racauan gak jelas Reina karena jelas ia sedang menjelekan pihak lain.
"Terus ... Memar itu kenapa ...?".
"Iya aku tegur lah dia ehhh malah dia cuekin aku . Kan aku kesel jadinya".
"Terus kamu mukul dia duluan gitu...?".
"Gak mukul lah, cuma jambak dikit ehhh gak tau nya malah dia ngebanting aku gitu aja terus main tinggal gak bertanggung jawab banget kan".
Ya wajar lah kan dia main kekerasan duluan. Jadi tu cewek hanya melindungi dirinya ngebatin sih aku ngomongnya 😄.
"Gak bisa dibiarin, lama lama bakalan makin jadi tu orang ngelunjaknya".
"Jadi kakak mau gimana ..?".
"Tenang aja,serahin ini sama aku".
Entah kenapa aku jadi penasaran sama tokoh yang selalu menjadi topik utama pembicaraan dua saudara ini.
"Emang siapa nama nya sih ?".
"Kamu kok kepo sayang?".
"Bukan kepo, lagian kalian ngomongin 'dia' melulu tapi aku gak tau yang kalian omongin ini siapa".
"Allu namanya si Aluora tapi sering dipanggil Allu".
Aku mengangguk mengerti. Namanya seperti pernah ia dengar tapi entah dimana kali cuma mirip atau emang ia hanya merasa pernah melihat. Yang jelas telinganya terasa amat akrab dengan penyebutan nama itu.
" Tapi kok dia bisa sampe ngebanting kamu sih . Atlit bela diri ya..?".
"Dulu sih dia emang atlit taekwondo. Syukur aja papa ngambil salah satu ginjalnya buat mama jadi dia gak bisa lanjut jadi atlit lagi".
Pernyataan Reina barusan membuatku terbengong seketika.
"Maksud kamu dia pernah menjalani tranplantasi ginjal....?".
"Hmmm... Ginjal, hati, sum sum tulang belakang bahkan ia dulu secara rutin mendonorkan sel darah putihnya untuk mama".
Aku tidak membayangkan jika ada orang yang harus menjalani beragam prosedur operasi besar seperti itu malah mendapatkan perlakuan sedemikian tidak baiknya dari saudaranya sendiri.
"Lalu kenapa dia harus melakukan itu..? Bukan kah kalian juga bisa..?".
"Kan dia emang harus tau diri. Dia hidup emang untuk itu tujuannya".
Kalimat kejam itu benar benar membungkam mulutku untuk kembali bertanya. Pandanganku tentang dua bersaudara ini benar benar berubah bahkan cara pandangku tentang keluarga ini juga turut berubah. Bagaimana bisa keluarga ini bisa memperlakukan anggota keluarganya sendiri dengan sekejam itu..?.

CINTA KADALUARSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang