Prolog

180 20 2
                                    

Aphrodite telah mati. Lagi.

Kali ini, dia mati dengan mudah. Dikepung sumber api yang menyala-nyala dengan teramat ganas. Panas, sekaligus terang. Sesekali, kobaran apinya meletup-letup, memercikkan cahaya berwarna jingga dengan semburat kemerah-merahan ke udara. Lidah apinya menjilat-jilat tepian langit.

Aphrodite berada di dalam. Terkungkung dalam sebuah tempat yang ia sebut rumah. Namun, bagiku, itu adalah penjara.

Orang-orang berteriak. Memekik tak keruan. Suaranya tumpang tindih dengan raungan sirine mobil pemadam kebakaran yang baru saja tiba.

Sial! Tak seharusnya mereka datang untuk mengacau.

Selang diulurkan, lalu ditarik dengan sekuat tenaga. Seketika, semburan air bertarung dengan kobaran api. Tak apa, api itu masih meliuk-liuk dengan pongah. Hentakan panasnya bahkan menerpa permukaan kulit wajahku.

"Masih ada orang di dalam!" Seseorang berteriak.

Aku memicingkan mata. Percuma. Percuma saja kalian menolongnya. Aphrodite akan segera menjelma seonggok daging gosong tanpa ruh.

Lalu, letupan api tersebut tiba-tiba meledak. Menciptakan letusan cahaya di permukaan langit yang serupa pertunjukan kembang api.

Bara api itu, adalah amarahku.

Aphrodite Harus Matiजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें