Wolulas - Keluar Tanduk

1.1K 169 22
                                    

Hari demi hari berlalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari demi hari berlalu. Hani mulai terbiasa dengan kehadiran Dika dari bangun sampai bangun lagi. Untuk saat ini, yang berubah hanya sering masak untuk sarapan dan makan malam, terus setiap hari Hani menerima uang dari Dika. Uang itu benar-benar Hani gunakan untuk belanja kebutuhan, bukan untuk kepentingan pribadi.

Meski sudah berteman lama sekali, ada satu hal yang sebenarnya cukup penting, tetapi belum sempat Hani utarakan pada Dika.

"DIKA! INI KENAPA PASANG SPREINYA KEBALIK!"

Hani baru saja masuk ke kamar setelah mandi. Sebelumnya, dia sudah meminta Dika merapikan tempat tidur, termasuk ganti sprei. Hani pikir kasurnya akan rapi. Yang terjadi justru sebaliknya. Motif sprei yang dipasang terbalik. Harusnya yang polos diletakkan di atas, sedangkan motif bunga di bawah.

Ini sesuatu yang Hani maksud. Mood swing sebelum datang bulan yang Dika belum tahu.

Dika tergopoh-gopoh dari arah pintu luar. Tadi dia baru selesai memanaskan motornya dan mendengar teriakan Hani dari dalam. "Masa, kebalik, sih?"

"Itu buktinya! Kamu bisa nggak, sih, pasang sprei?"

Dika terperangah. Ini bukan Hani yang biasanya. Istrinya ini mana sempat marah-marah untuk hal sepele. Hani memang kerap melayangkan cubitan serta pukulan kecil, tetapi tidak sampai bentak-bentak seperti sekarang. Apa gadis itu sedang banyak pikiran dan melampiaskan kemarahan padanya?

"Ya, udah, habis ini aku benerin---"

"Nggak usah! Nanti nggak rapi lagi!"

Mulut Dika terkunci rapat. Tidak berani berkata saat Hani mulai memindahkan bantal, guling, dan menarik sprei dengan kasar.

"Kamu kenapa, Han?" Dika akhirnya memberanikan diri mengemukakan rasa penasarannya. Namun, yang didapat justru tatapan tajam. Bulu kuduk Dika meremang. Bahaya.

"Kamu masih tanya aku kenapa? Aku kesel, Dika! Kamu pasangnya kebalik. Aku nggak suka kalo nggak rapi gini!"

"Ya, udah, kalo gitu aku minta maaf, ya."

"Minta maaf habis itu diulang lagi sama aja!"

Dika berkedip. Tunggu, ia harus bisa mengingat apakah Hani pernah meledak-ledak seperti ini sebelumnya. Oh, waktu itu Dika pernah terlambat menjemput ke kantor gara-gara terjebak macet. Selama perjalanan, Hani terus mengoceh, marah-marah tidak jelas. Tidak usah jauh-jauh, semalam saja tiba-tiba Hani menangis kencang, setelah ditanya jawabannya habis menonton film sedih.

Namun, Dika belum bisa menarik kesimpulan penyebab emosi Hani yang berubah-ubah. Apakah harus bertanya pada Hasanah? Oh, ya, ampun, kenapa perempuan sulit sekali dipahami?

"Nggak, Hani. Aku janji nggak akan ulang lagi. Sekarang kamu makan dulu, nanti telat, lho." Dika mencoba mengalihkan perhatian istrinya. Siapa tahu dengan makan, suasana hatinya membaik.

SATRU - [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang