CHAPTER 27

42 9 1
                                    

Beberapa kali kaki Alpha menapak genangan kecil sehingga rupa sepatunya kini tak sebersih sebelum dia turun dari mobil

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Beberapa kali kaki Alpha menapak genangan kecil sehingga rupa sepatunya kini tak sebersih sebelum dia turun dari mobil. Dia berbelok ke gang lain yang lebih gelap daripada gang sebelumnya yang mendapat lebih banyak pencahayaan. Air bertetesan dari atas, tak jatuh terlalu sering jadi tak sampai membuat jaket hitam Alpha basah.

Setelah berjalan melewati lima gang gelap, Alpha akhirnya sampai di depan sebuah gedung terbengkalainya yang berdiri di antara deretan kios-kios yang sudah bertahun-tahun tak digunakan. Alpha membuka pintu yang kacanya sudah sangat kotor, bahkan penglihatan sulit menembus ke dalam.

Gedung yang Alpha masuki hanya memiliki tiga lantai, tetapi yang di atas tanah.

Hanya suara benturan antara sepatu dengan lantai tangga lembab yang mengiringi perjalanan Alpha menuju elevator menuju ke bawah tanah.

Alpha menempelkan sebuah kartu hitam ke sebuah kotak persegi panjang di samping elevator. Pintu elevator pun tertutup, bergerak turun ke lantai yang hanya dapat diakses oleh pemilik kartu seperti yang Alpha miliki.

Kalau ada yang mengira ruang bawah tanah yang Alpha tuju ada di gedung ini, itu salah besar. Elevator ini akan membawa Alpha ke bawah tanah gedung di belakang. Sebab untuk menghindari kecurigaan terutama dari kepolisian atau badan intelejen, elevator ini haruslah fleksibel. Jika ada yang tak memiliki kartu akses, akan diarahkan ke gedung lain.

Pintu elevator terbuka. Keramaian menyambut mata Alpha. Suara-suara orang meneriakkan kemenangan, hingga yang mengumpat kesal akan kekalahan sendiri, menjadi kebisingan yang menggema di ruangan seluas 20×17 meter itu.

Dari sini, mata Alpha mulai mengedar. Menatap setiap orang yang ada dengan teliti, tanpa menarik kecurigaan kalau dia sedang mencari seseorang.

Alpha berpindah ke meja bar. Berusaha bersikap normal, Alpha memesan segelas vodka. Sembari menunggu, matanya melirik pada dua orang pria yang bertengkar karena salah satunya tidak terima dengan kekalahan beruntunnya.

Membosankan. Tapi Alpha harus bertahan dengan situasi ini mungkin untuk beberapa jam ke depan.

Alpha ingin menangkap peruntungannya malam ini. Sudah banyak tempat dia datangi sendirian namun, dia selalu pulang dengan tangan kosong. Alpha bahkan melakukan berbagai tindakan berisiko yang terakhir kali dia lakukan dua hari yang lalu.

Chizue benar. Sangat sulit untuk menemukan River.

Terhitung, ini sudah hari ke-13. Selama hampir dua minggu ini Alpha tidak hanya pergi mencari River yang seperti hantu. Bertemu dengan mafia yang lebih hebat bahkan tak sesulit ini.

"Segelas peach cocktail, tolong." Pesan seorang pria muda pada bartender kemudian mengambil duduk di sebelah Alpha.

Alpha mengamatinya tanpa mengarahkan pandangan padanya.

"Wahhh, semakin diperhatikan, permainannya semakin hebat saja." Alpha melirik kemudian menoleh ke arah pandangan pria muda di sebelahnya.

Tepat saat dia memberi perhatian pada pianis perempuan yang memakai dress merah di atas panggung, telinga Alpha seketika menajam begitu menangkap suara samar yang terselip di tengah irama yang dimainkan mengiringi seorang penyanyi. Otak Alpha spontan mengartikan ketukan tiap note.

Lady BeltzaWhere stories live. Discover now