CHAPTER 10

167 17 2
                                    

"Take my hand

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Take my hand."

Leucys melirik sebelum meraih tangan yang membantunya berdiri. "Terima kasih."

Leucys menatap pada pecahan-pecahan kecil porselen di bawah kakinya.

"Bagaimana porselen itu bisa pecah?"

"Maaf. Maaf atas kecerobohan saya. Kalau Anda-"

"Leucys."

"Ya?"

"Aku tidak memintamu untuk minta maaf."

"Maaf."

Alpha berdesis, Leucys semakin menundukkan kepala sampai hampir membuat dagunya menyentuh pangkal leher. Leucys tidak mengerti kenapa Alpha kesal, padahal Leucys sudah berbuat salah.

"Apa Paolo melukaimu?"

"Tidak." Dengan cepat Leucys memberi jawaban. Takut Alpha semakin marah pada Paolo. "Porselen itu tidak sengaja tersenggol karena saya kurang memerhatikan jalan."

"Kenapa begitu?"

Leucys menatap ragu. Dia takut kejujurannya semakin membuatnya terlihat seperti wanita yang tak punya tata krama. Tetapi berbohong pun takkan membantu.

"Saya-" Leucys melihat Alpha sekali lagi. "Saya tidak sengaja melihat Papa Koala. Saya ingin berbicara padanya jadi ... saya mengikutinya. Tapi karena terburu-buru, saya tidak sengaja menyenggol porselen itu."

Lagi. Leucys mendongak untuk melihat respons lelaki itu terhadap pengakuannya. Alpha menunjukkan wajah tanpa minat. Padahal Leucys ingin tahu apakah lelaki itu marah atau tak mempermasalahkan porselen yang dia pecahkan.

"Apa Anda marah?"

"Ya."

"Maaf." Kedua tangan Leucys yang menggelantung di kanan-kiri tubuh meremas-remas kain gaun malamnya dengan resah.

Alpha menghela napas panjang. Terdengar lelah. "Tidak padamu, Leucys."

"Benarkah?"

"Ya. Jadi sekarang akan kuantar dirimu kembali ke kamarmu."

"Tapi bagaimana dengan porselennya?"

"Biarkan saja."

Dengan ragu Leucys meninggalkan kekacauan yang telah dia buat. Diikutinya tubuh jangkung Alpha yang menuntunnya ke kamar tamu. Leucys memelankan langkah, sengaja melebarkan jarak. Berdekatan dengan Alpha membuatnya merasa kerdil. Padahal jika bersama anak-anak lain di sekolah, dia tak merasa begitu.

Leucys segera berhenti ketika Alpha tiba-tiba berhenti melangkah.

"Leucys."

"Ya?"

"Apa aku berjalan terlalu cepat?"

"Apa? Tidak."

Alpha berbalik. Menatap Leucys seperti pengintai di balik kegelapan sebelum berjalan mendekat. Kini sosoknya tak lagi tertutupi bayangan pilar. Menampakkan figur sempurnanya dengan sangat jelas.

Lady BeltzaWhere stories live. Discover now