16. Surat Anonim

29 5 7
                                    

Tolong kasih tahu gue ... kalo ada yang macam-macam sama lo.
—F. Daniswara

—∞—∞—∞—
16. Surat Anonim
—∞—∞—∞—

Kanu pikir, Sashi akan kembali seperti biasa keesokan harinya. Namun, ternyata sama saja.

Malah lebih parah.

Pagi ini, Sashi terang-terangan menghindari Kanu. Mereka berpapasan di koridor 11 IPS yang terhubung langsung dengan lapangan utama. Alih-alih menyapa, Sashi malah sengaja menepi.

Kanu yang heran segera mengimbangi arah Sashi dan membuat mereka kembali berhadapan. Cowok itu memandang Sashi lurus selama beberapa saat, seolah meminta penjelasan atas sikap aneh Sashi ini.

Dipandangi begitu, Sashi makin kikuk. “Ehm ... ini soal cicilannya?”

Dahi Kanu mengerut bingung. Dia sama sekali tak kepikiran sampai sana.

“Nanti gue bayar sekalian satu minggu, ya,” sahut Sashi cepat. “Gue lagi buru-buru, mau nemuin seseorang.”

Tadinya Kanu bersiap mengeluarkan notebook untuk meluruskan soal cicilan itu—jujur, dia sama sekali tidak bermaksud menagihnya sekarang. Namun, melihat Sashi seburu-buru ini, dia urung melakukannya. Cowok itu akhirnya mengalah dan memberi jalan untuk Sashi.

Sashi melanjutkan langkah cepatnya meninggalkan koridor 11 IPS. Wajahnya terlihat tidak seceria biasanya. Hari ini cewek itu seperti banyak pikiran dan masalah. Semuanya gara-gara surat yang diterimanya pagi ini.

Setiba di tempat yang dijanjikan si penulis surat, yakni di koridor ruang ekstrakurikuler yang memang sepi pada pagi hari dan jam belajar, Sashi menunggu seraya menggigit bibir tak sabaran. Dia panik, takut, dan marah di saat bersamaan.

Dikeluarkannya kembali surat yang tadi diterimanya. Itu adalah surat anonim hasil ketikan yang tertera di sebuah kertas A5 berwarna gradasi ungu.

“Dear Sashi,

Gue udah kirim surat anonim ke Ligaradio mengenai semuanya. Kalo lo pintar, lo pasti tahu apa maksud gue.

Ya, semua kebusukan lo selama ini.

Kalo lo mau tahu detailnya, datang ke koridor ekskul sebelum bel masuk bunyi.”

Sashi tidak begitu pintar, tetapi dia tahu apa yang dimaksud dalam tulisan itu.

Setelah lima menit menunggu, si penulis tak kunjung muncul. Bel masuk sebentar lagi berbunyi dan Sashi semakin panik.

Alih-alih berhadapan langsung dengan si pengirim surat, di detik-detik sebelum bel berbunyi, Sashi justru menemukan surat lainnya yang terselip di bawah jendela ruangan ekskul PMR. Surat itu terbuat dari kertas yang sama dengan surat pertama, membuat Sashi meyakini kalau ini juga kiriman dari si penulis anonim.

Menuju Tak HinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang