20. Klarifikasi Dadakan

16 4 3
                                    

Gue butuh lo untuk temani gue di hari-hari berikutnya, di urusan-urusan lain, dengan optimisme dan kepercayaan diri lo.
—N. Wirajaya

—∞—∞—∞—
20. Klarifikasi Dadakan
—∞—∞—∞—

Papa
Today, 8.03 PM

| Lusa Papa balik ke rumah

Rumah yang mana? |

| Yang sekarang kamu tinggali

Ada Neo |

| Kamu bisa tidur sama Neo dulu, biar Papa tidur di kamar kamu

Buat apa balik? |

| Memangnya nggak boleh? Itu rumah Papa

Terserah Papa |

Kanu melemparkan smartphone-nya secara asal ke atas ranjang, tidak lagi berminat melanjutkan obrolan bersama papanya. Cowok itu mendesah agak frustrasi, kemudian beranjak dari kamar untuk mencari kesegaran.

Di luar kamar, terlihat Neo sedang asyik membaca slide presentasi dan naskah KTI ditemani setoples kuaci di atas sofa ruang tengah. Ya, benar-benar setoples. Dia sengaja menstok camilan dari biji bunga matahari itu karena sangat menyukainya.

“Mau?” Neo menyodorkan tangannya yang berisi beberapa biji kuaci pada Kanu.

Kanu menggeleng, lalu berkata lewat gerakan tangan, “Papa saya mau balik.”

“Hah?” Neo buru-buru memasukkan kuaci ke dalam toples. Bahkan laptop yang semula dipangkunya di atas lutut beralaskan papan ujian dipindahkannya ke atas meja demi memfokuskan diri pada Kanu. “Tiba-tiba banget?”

Bahu Kanu mengedik kecil. Dia juga kaget dengan kabar itu.

“Jadi, gue mesti pindah apa gimana?”

“Kamu bisa tetap di sini.”

Neo mengembuskan napas lega. Tadi dia sangat panik karena takut diusir tiba-tiba dari rumah ini. Cowok itu kembali santai meraih beberapa biji kuaci, membuka kulitnya, lantas melahapnya sekaligus.

“Menurut kamu, saya harus gimana?”

“Soal apa?” tanya Neo tak paham.

“Sashika.” Kanu mengisyaratkan nama itu lewat huruf tangan yang dimengerti Neo.

Neo buru-buru menyelesaikan kunyahan kuacinya dan kembali menaruh atensi pada Kanu. “Kok tanya gue? Kan yang jadi korbannya lo.”

Alis Kanu bertaut, menanti jawaban dari Neo atas pertanyaan awalnya. Dia tidak sedang dalam mood untuk berpikir tentang apa yang harus dilakukannya. Lebih baik Neo saja yang disuruhnya berpikir.

“Terserah lo mau gimana. Tapi, kalo gue jadi lo sih bakal hilang respect ke dia. Keterlaluan soalnya,” terang Neo, kembali santai melanjutkan acara makan kuacinya sesekali melirik Kanu. “Dan kalo gue jadi lo, gue nggak bakal mau berurusan sama dia lagi.”

Menuju Tak HinggaМесто, где живут истории. Откройте их для себя