Chapter III: Rezeki Dirgantara

7 0 0
                                    

"Ah, insting gua gak enak. Pasti tuh cowok sialan lagi deketin Dara," ucap Aksa melempar hpnya.

"Udahlah, Sa. Biarin aja. Lagian kalo lu percaya sama Dara. Dia gak akan nyari kesempatan," ucap Tono sambil memetik senar gitar. Sekarang mereka sedang ada di Warung Teh Suep, tongkrongan mereka.

Tono bicara seperti itu hanya untuk melemaskan keadaan. Tono tahu betul sikap Dara. Tapi melihat Aksa seakan tak mampu hidup tanpanya, Tono menyerah. Membiarkan Aksa menggenggam apa yang sebenarnya tidak ingin digenggam.

"Bukan Dara. Tuh cowok brengsek yang jadi masalah," Aksa segera mengambil jaketnya dan bangun. "Awas aja kalo tuh cowok ketangkep basah. Gua abisin!" tanpa pamit Aksa langsung menghampiri motornya dan melaju.

***

"... Iya kalo lo sih gue rasa ga bakal bisa. Pawangnya galak, hahaha" ucap Reza bercengkrama dan tertawa dengan Dara. Sekarang mereka telah hampir sampai di dekat rumah Dara. Namun,

BUK. Tiba tiba satu pukulan keras menghadang wajah Reza. Aksa. Aksa telah menyadari kehadiran mereka sejak tadi.

"REZA!!" teriak Dara. "AKSA APAAN SI?! LEPAS!" Dara sebisa mungkin melepaskan tangan Aksa dari kerah baju Reza.

"DASAR ANJING!!" Aksa terus memukuli Reza tanpa ampun. "BANGSAT!"

"AKSA LEPAS!" Dara mulai menangis. "AKSA KITA PUTUS! KITA PUTUS!"

Aksa melemah. Cengkramannya terlepas. Dara adalah kelemahan terbesarnya.

"Kamu jangan aneh, Ra" ucap Aksa lemah. Ia tak kuasa melanjutkan dominasinya terhadap Reza.

Dara justru mengangkat Reza dan mengabaikan Aksa.

"Ra! Jangan aneh!"

"KAMU YANG ANEH!" Ucap Dara. "SAMPAI KAPAN AKU HARUS TERUS SABAR?! SEDANGKAN KAMU GAK PERNAH MAU BERUBAH!"

"Ya aku bakal berubah. Tapi kita jangan putus," ucap Aksa. "Dara, aku cuma mau jaga kamu dari dia. Kenapa kamu pulang malam? Ini gak fair, Ra. Dara!..."

Namun Dara tak menjawab malah merangkul Reza dan mentatihnya menuju rumahnya. Meninggalkan Aksa yang sedang berdiri lemas di ujung jalan.

***

"Ah," rintih Reza. Dara sedang mengompres luka lebamnya. Mereka kini hanya berdua di rumah Dara karena orangtuanya sedang ada keperluan ke luar kota. Hal ini sering terjadi di rumah Dara. Namun bukan masalah karena kini Dara merasa telah dewasa.

"Tahan ya, lukanya parah," ucap Dara lembut. Hatinya hancur melihat tubuh Reza yang penuh luka lebam. Andai saja ia tahu hal ini akan terjadi, ia tidak akan berbicara dengan Reza. Yang Dara inginkan hanya mengobrol lebih lama dengan sahabatnya itu.

"Dar, yang tadi itu ga bener, kan? Lo gak beneran putus sama Aksa?" ucap Reza lembut.

Ah sial. Hal inilah yang Dara benci dari Reza.

Reza kelewat perhatian pada orang lain sampai sampai ia membohongi hatinya sendiri. Atau setidaknya itulah yang Dara percaya.

"Udah lupain aja. Nanti juga balikan lagi," ucap Dara. Dara benar-benar benci mengatakan hal itu.

Sebenarnya tidak banyak yang Dara inginkan. Tapi apakah itu salah? Jelas itu salah. Dara tidak seharusnya membiarkan Aksa mendapinginya sementara hatinya selalu tertuju pada Reza. Dengan begitu, ia sudah berbohong kepada dua orang sekaligus.

Reza menatap dalam mata Dara. Matanya masih sembab akibat tangisan tadi. Andai Reza tahu betapa berharganya ia bagi Dara. Betapa inginnya Dara menjalani hidup hanya berdua dengannya.

Reza menghapus satu tetes air mata yang jatuh di pipi Dara. Namun Dara dengan cepat menepisnya. Ia benar benar benci tidak dapat memiliki Reza sepenuhnya.

NIRWANA MUDA AIKAWhere stories live. Discover now