Kerusuhan besar

29 19 19
                                    

Di pinggir gang. Gedung kosong.

"Khahaha! Akhirnya kau datang juga, sepupuku tercinta."

"Bagaimana sekolahmu itu? Bagus hm? Gak sebanding sama sekolahku yah?"

Pria yang tengah berdiri sambil tertawa di hadapan Keen, tak lain adalah German. Dia terus mengoceh dan sedetik kemudian kembali tertawa seperti seseorang yang telah kehilangan otaknya.

"Kahaha ...! Bodohnya aku," ucapnya sambil memegang pelipisnya. "Tentu saja, saudaraku ini bisa sekolah di tempat seperti itu. Karena kamu adalah peliharaan dari ayahnya Elizabeth Carissa!"

"Kenapa kau diam saja? Lidahmu ketelan karena kesal?" cemooh German yang disertai pukulan keras yang mendarat di wajahnya sendiri.

Dia mematung karena gerakan Keen yang sangat cepat.

"Ka-kau! Berani bertindak duluan? Seharusnya aku yang memulai."

"Bacot! Kalau mau berkelahi tidak usah banyak omong. Cepat selesaikan dendam ini!" ketus Keen datar.

Dia memandang German dengan penuh hawa kebencian, tatapannya yang sangat membunuh itu membuat German harus menelan paksa saliva karena tertekan.

Tapi jangan katakan, German jika dia menyerah. German segera memaksa tubuhnya untuk membalas pukulan Keen yang mengenai wajahnya tadi.

Baku hantam pun dimulai. Dengan sangat gesit, Keen terus melawan German yang tubuhnya terbilang sangat besar dan berotot dibandingkan Keen. Meski begitu, Keen tidaklah lemah. Dia akan sanggup jika hanya melawan saudaranya ini.

Beberapa jam dihabiskan oleh mereka hanya untuk baku hantam. Hingga keduanya seri dan sama-sama babak belur, meski di tubuh Keen tidak separah di tubuh German.

Karena itu, German tidak terima sehingga membuatnya meniup siulannya. Tidak jelang beberapa saat, gerombolan kawanannya masuk dan hampir memenuhi ruangan itu.

"Kahahah! Kenapa? kaget?" ucap German tertawa puas.

"Heh! Kau tidak bisa mengalahkanku sehingga memanggil begitu banyak anak-anakmu itu?" Sarkastik Keen dengan sangat dingin. Kini aura-aura dalam tubuhnya keluar dan menyelimuti ruangan itu.

Kebencian, dendam, dan sakit hati, berkumpul menjadi satu. Mati! Keen ingin orang yang di hadapannya ini mati bersama ayahnya dan dikubur bersama dalam liang lahat yang penuh ular berbisa.

"Banyak mulut! Kau lihat dan rasakan saja. Bagaimana kau mati perlahan-lahan!"

"Seraaang!"

Dengan sekali seruan dari German. Komplotan itu segera menyerang Keen bersama, mengeroyok tanpa ampun. Keen terus melawan, meski kekuatannya berbanding besar dengan persatuan komplotan itu.

Tiba-tiba, suara berisik yang keluar dari knalpot membuat semua mengentikan gerakannya. Tidak lama kemudian, banyak orang yang masuk dari pintu sambil membawa alat-alat tarung.

Keen sempat mengira yang datang adalah komplotan German. Hingga membuatnya hampir kesulitan untuk melawan lagi. Tapi ternyata itu adalah ...

"Aiden? Kai?" gumam Keen setelah melihat dua sosok orang yang sangat akrab dengannya di dalam kerumunan orang-orang.

"Kau kebiasaan yah, tidak memberi tahu kami dan membuat kami harus mati dengan rasa khawatir?" ucap Aiden yang kini berubah menjadi sosok yang sangat menakutkan. Bukan lagi seorang Aiden yang penuh kelembutan.

"Oh jadi kau melanggar janjimu ya? Kamu membawa orang-orang?" pungkas German disela-sela keharuan Keen.

Ruangan itu sangat mencekam. Suara tawa dari German hampir merobohkan bangunan itu. "Kau kira dengan membawa kawananmu yang tak berguna itu akan membuat menang? Heh, nihil!"

Rasi Cinta Prisma 6 [Novelet]-ENDWhere stories live. Discover now