|26|

2K 123 33
                                    

"Kenapa Angkasa bisa sampai begini?"

Langit yang baru saja hendak mendudukan bokongnya dikursi samping Juan menghela nafasnya akibat pertanyaan yang Juan lemparkan secara tiba-tiba.

Sudut matanya lantas menangkap pandangan kosong milik Juan yang masih setia menatap pintu ruang rawat inap Angkasa yang berada dihadapannya.

Tak lama, setelah Langit duduk disamping Juan, remaja tersebut segera mendongakkan kepalanya, menatap langit-langit lorong rumah sakit sembari sesekali memijat keningnya perlahan.

"Lang, gua nanya, kenapa Angkasa-

"Gua nggak tau, gua nggak tau Ju."

Merasa ucapannya dipotong, Juan lantas tersenyum miring, pandangannya yang semula menatap kosong pintu dihadapannya kini beralih menatap tajam Langit.

"Nggak mungkin lu nggak tau Lang, lu dirumah, sama Angkasa, lu pasti tau apa yang terjadi sama Angkasa, apa yang buat Angkasa jadi kayak gini, lu pasti tau Lang!"

Habis sudah kesabaran Juan, remaja tersebut dibuat kesal oleh jawaban yang Langit berikan, jawaban yang benar-benar tidak masuk akal, Langit adalah kakaknya, kakaknya Angkasa, tinggal satu atap dengan Angkasa, sangat tidak mungkin Langit tidak mengetahui kenapa Angkasanya bisa sampai seperti ini, bahkan hampir dinyatakan kritis oleh dokter.

Langit menghebuskan nafasnya, ia lantas menatap tajam Juan yang juga masih setia memandanginya dengan tatapan penuh emosi.

"Lu pikir gua dua puluh empat jam ada terus dirumah? Lu pikir gua tahu tentang semua yang terjadi sama Angkasa? Lu pikir hidup gua buat urusin Angkasa aja gitu?! Nggak Ju! Dan satu lagi, lu pikir gua juga mau Angkasa ada diposisi sekarang ini? Dilarikan lagi kerumah sakit untuk kedua kalinya? Nggak Juan, sama sekali enggak...denger Ju...gua pulang...saat Angkasa udah dalam keadaan berantakan, dia pingsan, dan gua nggak tahu kenapa Angkasa bisa sampe kayak gitu."

Bohong.

Langit berbohong tentang itu semua, tentu Langit sudah tahu, sudah tahu kenapa Angkasa bisa tidak sadarkan diri dikamar mandi dengan penuh luka dan darah yang mengalir.

Semua ulah Papa, saat Langit tidak ada, pasti Papa kembali menyiksa Angkasa tanpa alasan yang jelas.

Dan Langit benci itu, benci saat sang Papa terus menyiksa adiknya tanpa alasan yang Langit sendiri saja tidak tahu.

Juan terkekeh kecil, remaja tersebut lalu berdiri dari duduknya dan menarik kerah kemeja milik Langit, tatapan tajamnya masih setia ia berikan hanya untuk Langit.

"Gua tau Lang lu lagi bohong, lu pikir gua orang bodoh yang bisa langsung percaya sama ucapan lu? Mau sampai kapan Lang, sampai kapan lu mau kayak gini terus? Sampai kapan lu mau jadi orang yang pengecut? Jadi orang yang bego? Denger Lang, kalau lu terus bersikap kayak gini...gua nggak akan segan Lang, ambil langkah cepat untuk bawa Angkasa pergi jauh dari lu, ah ralat...dari keluarga Aldinata."

Brugh!

Langit meringis sesaat Juan mendorong tubuhnya kencang, sedangkan remaja dihadapannya hanya memandangnya datar sebelum akhirnya Juan memutuskan untuk masuk kedalam ruang rawat inap Angkasa.

Masa bodoh dengan Langit, Juan sudah terlanjur kesal, remaja itu selalu menutupi sesuatu yang berhubungan dengan Angkasa, sesuatu yang selalu membuatnya bertanya-tanya, sesuatu yang janggal, membuat Juan semakin dibuat penasaran tentang satu hal itu.

Masa bodoh dengan Langit, Juan sudah terlanjur kesal, remaja itu selalu menutupi sesuatu yang berhubungan dengan Angkasa, sesuatu yang selalu membuatnya bertanya-tanya, sesuatu yang janggal, membuat Juan semakin dibuat penasaran tentang satu hal itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ANGKASA || JJH [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang