24

2.7K 376 14
                                    

Hola ARKANSA sudah komplet on playbook ya, yang mau tahu kisah cinta Kansa berakhir sama siapa cus segera melipir

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hola ARKANSA sudah komplet on playbook ya, yang mau tahu kisah cinta Kansa berakhir sama siapa cus segera melipir.


Jangan lupa juga add library spin off-nya ya, Marrying Pak Polisi yang akan Mama Alva update rutin setelah Arkansa sampai part 25.



Happy reading semuanya.
Enjoyyy

"Tapi cukup sampai di sini saja kepedulian, Mas. Lebih baik Mas simpan kepedulian Mas untuk Aisyah yang lebih berhak, karena sama seperti Mas Arka yang sudah berbahagia dengan Aisyah, Kansa pun ingin bahagia. Jangan terlalu benci dengan Kansa Mas, sampai-sampai kelihatannya nggak rela lihat Kansa bahagia."

Aku tersenyum kecil, menatap sosok tampan yang kini tampak kebingungan mendengar semua ucapanku yang menolak segala sarannya tentang Bang Arya dan keburukannya. Mungkin tidak pernah di sangka oleh Mas Arka aku akan begitu bebal tidak mau mendengarkan sarannya.

Sorot mata tajam tersebut perlahan berubah menjadi sendu. Ada rasa bersalah berkilat di matanya yang hitam tapi sebelum aku memastikan jika benar apa yang aku lihat bibir tipis tersebut sudah melengkung membentuk senyuman tipis.

Untuk sesaat aku seperti terlempar pada dua puluh tahun yang lalu, di masa di mana kami berdua saling melempar tawa dan canda membentuk kenangan indah pada masa kanak-kanak kami sebelum akhirnya kami perlahan menjauh seolah tidak pernah mengenal.

Aaah dewasa, hal tersebut membawa beban dan duka tersendiri untukku. Mungkin jika bisa aku ingin waktu berhenti saat usia 7 tahun saat di mana hidupku terasa begitu sempurna dengan hadirnya Bunda, Ayah, dan orang-orang yang peduli terhadapku termasuk sosok yang kini menatapku dengan banyak hal berkecamuk.

"Bagaimana bisa kamu berpikiran jika aku membencimu, Kan?"

Suara Mas Arka terdengar begitu parau seolah ada begitu banyak beban yang dia rasakan, tapi itu sama sekali tidak menyentuh hatiku yang sudah terlanjur marah kepadanya.

"Karena kamu seolah nggak pernah biarin aku bahagia, Mas. Kamu tahu Mas lebih dari buruknya semua sikap Bang Arya, kamu itu lebih buruk darinya. Dulu kamu menjauh dariku saat kamu merasa aku mulai berada di jalan yang salah, alih-alih kamu menuntunku agar tidak kehilangan arah kamu menjauh dariku hingga tidak bisa aku gapai, kamu biarin aku tenggelam sendirian di saat aku benar-benar butuh seorang yang menggenggam tanganku, dan saat akhirnya aku sadar akan semua kesalahanku, di saat Ayahku merendahkan harga dirinya untuk memintamu membimbingku sebagai seorang imam kepada makmumnya kamu menolak dengan cara yang sangat menyakitkan. Kamu tahu kamu adalah salah satu luka dari masalaluku, Mas."

Aku menoleh, memandang kemanapun asalkan tidak menatapnya agar dia tidak melihat mataku yang berkaca-kaca, aku benar-benar tidak ingin Mas Arka melihat sisi lemahku setiap kali bayang-bayang masalalu terulang kembali, masih terasa begitu segar dalam ingatanku bagaimana Mas Arka menolakku dengan cara yang begitu menyedihkan setiap kali aku mengingatnya, sungguh tidak apa Mas Arka menolakku, tapi yang membuatku sakit hati dan semakin terpuruk adalah kata-kata liar dan nakal bersanding dengan ucapannya tentang dia yang memilih Aisyah Kinanti.

Aku kira aku sudah melupakan semua hal itu dan merelakannya sebagai bagian dari masalalu tapi nyatanya semuanya masih utuh di ingatan dan membuatku kecewa kepadanya.

"Aku hanya tidak ingin kamu bersama dengan orang yang berulangkali sudah melukai hati wanita, Kansa. Arya, dia benar-benar......"

Entah Bang Arya bagaimana versi Mas Arka, aku tidak tahu karena aku pun tidak mau mengetahuinya, belum selesai Mas Arka berbicara, aku sudah mengangkat tanganku memintanya untuk tidak berbicara lagi.

Ya, dia teristimewa untukku, namun aku benci dengan sifatnya yang hanya melihat segala sesuatu dari sisi buruknya saja. Dia terlalu sempurna hingga tidak bisa melihat jika orang lain perlu usaha yang begitu keras hanya agar bisa sepertinya.

"Setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua, Mas Arka. Begitu juga dengan Kansa dan Bang Arya. Tolong, jangan hakimi kami yang pernah berbuat dosa, jika orang-orang sepertiku dan Bang Arya tidak pernah di berikan kesempatan untuk berubah, mungkin selamanya kami akan tenggelam dalam dosa, Mas Arka. Sudah berapa kali Kansa bilang, tidak semua orang sesempurna kamu, Mas. Dan yang paling penting, kamu sama sekali tidak ada hak berucap seperti barusan kepadaku maupun Bang Arya."

"Aku hanya tidak ingin kamu terluka, Kan. Aku hanya peduli kepadamu. Sudah terlalu banyak luka yang kamu rasakan, salah satunya karena aku, dan aku tidak ingin ada orang lain yang mengecewakanmu. Aku ingin memperbaiki semuanya. Aku menyesal tidak menerima uluran tanganmu yang meminta pertolongan, Kansa." Ucapan lemah dari seorang Kanitreskrim ini membuatku menyunggingkan senyuman miris. Aku benar-benar membenci kepedulian yang tampak nyata di pandangannya, jika kepedulian ini dia berikan saat aku bertubi-tubi mendapatkan pengkhianatan dan kekecewaan bertahun-tahun yang lalu mungkin aku akan langsung bersorak gembira, sayangnya bentuk kepedulian dari Mas Arka sekarang ini justru menimbul luka baru.

"Kepedulianmu sudah sangat terlambat, Mas. Semuanya, pertolongan, kepedulian, sudah tidak aku butuhkan lagi darimu." Getir suaraku membuat bahu tegap tersebut meluruh, "jangan bersikap terlalu baik kepadaku seperti ini, bersikaplah acuh dan tidak peduli seperti yang kamu lakukan dulu kepadaku. Percayalah, Mas Arka yang seperti ini terasa begitu asing karena Kansa sudah terlalu terbiasa dengan Mas Arka yang ada di dekat Kansa tapi pura-pura tidak ada. Sama seperti Mas Arka yang sekarang pasti sudah berbahagia dengan Aisyah, Kansa pun juga ingin bahagia, Mas."

Aku beringsut semakin mundur, menjauh dari sosok yang kini tanpa sungkan memperlihatkan wajah merananya seolah dia sangat terluka dengan apa yang baru saja terucap.

"Aku dan Aisyah tidak ada apapun, Kan. Semua ucapanku dulu tentang Aisyah dan dirimu hanyalah bualan untuk menyembunyikan ego yang akhirnya melukai kita berdua."

Bohong jika aku tidak terkejut mendapati Mas Arka tidak berakhir dengan Aisyah karena selama ini aku berpikiran pasti mereka sudah berbahagia dalam sebuah pernikahan mengingat bagaimana dahulu Mas Arka berucap bagaimana sempurnanya seorang Aisyah untuknya, hal yang sebenarnya tidak perlu dia perjelas karena kami bertiga tumbuh bersama di satu SMA yang sama.

Tapi euforia bahagia yang sempat aku rasa karena pria yang menggenggam sebentuk hatiku ini tidak membuatku melonjak senang, aku justru menggeleng lemah semakin tidak mengerti sosok di hadapanku ini atau memang sebenarnya aku sama sekali tidak mengenal bagaimana Mas Arka yang sebenarnya?

Mas Arka mengharap aku akan menghambur ke arahnya usai dia menjelaskan banyak hal dan berkata jika dia menginginkanku dan ingin memperbaiki segalanya, tapi yang terjadi aku justru beringsut semakin mundur, benar yang di katakan olehnya, aku sudah terluka terlalu banyak dan aku tidak ingin menambah koleksi lukaku.

"Kamu benar, Mas Arka. Apapun alasan yang membuatmu melakukannya, tapi yang kamu lakukan dulu sangat sukses melukaiku, dan sekarang tolong jangan memperbaiki apapun lagi, ada tidaknya Aisyah, nyatanya takdir memang tidak mengizinkan kita untuk bersama lebih dari seorang yang mengenal nama. Antara aku dan kamu, hubungan paling baik di antara kita hanyalah sekedar teman di masa kecil, tiga tahun yang lalu aku menginginkanmu tapi sekarang yang aku inginkan hanya bahagia bersama dengan seorang yang sudah Allah kirim untuk menjawab semua doaku, dan orang itu bukan kamu, Mas."

Arkansa Where stories live. Discover now