🌹 17. Makan Malam

161 9 0
                                    

Anabela dan Jonathan memasuki sebuah gedung yang berdiri tinggi nan kokoh

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Anabela dan Jonathan memasuki sebuah gedung yang berdiri tinggi nan kokoh. Mereka berdua harus menaiki lift untuk sampai ke sebuah restoran yang ada di lantai atas dalam gedung hotel yang dimasukinya.

Sebelah tangan Jonathan terus merangkul mesra pinggang Anabela, tak ingin sedikit pun melepaskannya. Saat pintu lift terbuka, mereka berdua berjalan memasuki sebuah restoran mewah yang ada di sana hingga seorang pelayan sudah berdiri dekat pintu untuk memberi sambutan.

"Selamat datang, Mr. dan Mrs. Reeves! Mari, saya antarkan ke meja yang sudah dipesan."

Ternyata, meja mereka berdua berada di dekat kaca pembatas sehingga Anabela bisa melihat keindahan kota dan langit di malam hari dengan cukup jelas. Jonathan menarik kursi untuk Anabela duduk sebelum dirinya juga duduk di kursi yang saling berhadapan dengan istrinya itu.

"Bagaimana? Kau suka tempatnya?" tanya Jonathan.

Anabela berusaha bersikap normal. "Sure. Aku suka suasananya dan... pemandangannya."

"Aku senang kalau kau suka," ungkap Jonathan.

Mereka berdua makan dengan tenang diiringi musik klasik yang menghiasi malam romantis itu. Namun, Anabela tak merasakan keromantisan pada makan malamnya ini melainkan ketegangan yang selalu dirasakan setiap harinya.

Anabela masih merasa kesal karena seharusnya malam ini dia menghadiri acara reuni yang sudah direcanakan jauh-jauh hari. Namun jika Anabela menolak ajakan makan malam ini, mungkin sekarang ia sudah habis disiksa oleh Jonathan.

Setelah makan malam, mereka berdua pun menikmati pemandangan malam luar gedung melalui kaca pembatas di sana. Bukan melihat pemandangan, Anabela malah memandangi pantulan dirinya di kaca yang terlihat sedih dan tak bersinar penuh semangat seperti dahulu.

"Bagaimana kalau kita berbulan madu lagi?" ajak Jonathan seraya memeluk Anabela dari belakang dan sesekali mengecup pundak Anabela.

"Kau masih sibuk bekerja, Jonathan. Kita bisa merencanakan bulan madu nanti saja kalau kau sudah sangat senggang," sahut Anabela. Padahal sebenarnya dia memang tak ingin pergi bulan madu dalam keadaan hamil seperti sekarang.

"Kenapa kau selalu menolak ajakanku?" tanya Jonathan yang kini melepaskan pelukannya.

Anabela melihat raut marah Jonathan melalui kaca pembatas. Dengan cepat, ia berbalik menghadap Jonathan dan mencoba menenangkan amarah suaminya itu.

"Bukan begitu, Jonathan. Aku... ingin pergi denganmu. Tapi, kau masih terlihat banyak pekerjaan. Jadi, kita bisa menghabiskan waktu berdua di rumah saja. Benar, kan?"

Jonathan membiarkan Anabela menangkup sisi wajahnya. Dia tak kunjung memberi komentar yang kini malah membuat Anabela cemas.

"Kau benar," balas Jonathan pada akhirnya. Ia memajukan wajah untuk mencium Anabela dengan penuh kelembutan.

"Jonathan," panggil Anabela saat dia melepaskan pagutan lelaki itu.

"Aku... Aku ingin ke toilet dulu," ungkap Anabela.

Jonathan mengangguk dan membiarkan Anabela pergi sendirian ke toilet. Jonathan tak tahu kalau saat ini Anabela sedang berusaha menahan rasa mualnya selama perjalan menuju ke toilet.

Akhirnya, Anabela bisa mengeluarkan rasa mual itu saat dia sudah masuk ke toilet. Di sana, Anabela memandangi dirinya sendiri sambil mengelap mulut setelah dibersihkan oleh air.

Merasa kondisinya membaik, Anabela keluar dari toilet untuk kembali menghampiri Jonathan.

"Ana," panggil Sebastian yang membuat Anabela terkejut bukan main dengan kedatangan lelaki itu.

"Sebastian? Kenapa kau bisa ada di sini?" tanya Anabela sambil menatap waspada ke sekitar.

"Kenapa kau tidak memberitahuku kalau ibumu sudah meninggal?" tanya Sebastian.

Anabela memijat kecil pelipisnya. "Ini bukan hal yang harus kita bicarakan sekarang. Kau tidak lihat ada Jonathan juga di sini? Dia akan marah besar jika melihatmu bersamaku."

"Apa Jonathan yang membunuhnya?" tanya Sebastian yang membuat Anabela bergeming.

"Aku akan membunuh lelaki itu!" Sebastian bergerak hendak pergi menghampiri Jonathan.

"No! Sebastian!" cegah Anabela yang menarik tangan lelaki itu untuk menahan kepergiannya.

"Kenapa? Kau mau membela pembunuh itu?"

"Jangan mengganggu Jonathan," kata Anabela yang membuat Sebastian mengerutkan kening dalam.

"Aku tak ingin kau membuatnya marah sekarang. Aku mohon padamu, Sebastian... Kau bisa kan membiarkannya saja? Aku juga tak ingin kau dapat masalah jika menantangnya," pinta Anabela dengan sungguh-sungguh.

"Dia sudah banyak menyakiti orang lain, Ana."

"Aku tahu," sahut Anabela. "Tapi sekarang, aku ingin lebih hati-hati lagi. Aku tak mau... bayiku kenapa-kenapa."

Sebastian tersadar jika Anabela memang sedang mengandung. Meski berhasil menantang Jonathan, Sebastian yakin jika kakaknya itu malah akan menyiksa Anabela habis-habisan tanpa mempedulikan apapun.

"Baiklah," balas Sebastian coba tenang.

Anabela mengulas senyum kecil. Dia menangkup sisi wajah Sebastian sejenak sebelum akhirnya pergi untuk kembali menghampiri Jonathan.

 Dia menangkup sisi wajah Sebastian sejenak sebelum akhirnya pergi untuk kembali menghampiri Jonathan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
SOMETHING BETTERWhere stories live. Discover now