🌹 40. Belenggu (2)

146 8 0
                                    

Masa sekarang

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Masa sekarang...

Kerutan kecil muncul di sela tidur Anabela yang nampak tak nyaman. Dia mencoba membuka mata perlahan, menyesuaikan pencahayaan dengan sekitar.

Anabela melenguh kecil saat hendak bergerak. Namun tanpa disangka, sebelah tangannya ditahan oleh sesuatu yang mencengkramnya lagi. Sebuah borgol melingkar di pergelangan sebelah tangan Anabela yang dikaitkan ke ranjang.

"Lepaskan aku!" erang Anabela sambil menarik-narik tangannya sendiri.

Pintu terbuka. Jonathan masuk ke ruangan tempat Anabela dirawat saat ini. Lelaki itu mengarahkan tatapan lurus pada Anabela seakan kini pikirannya tengah merangkai sesuatu yang serius untuknya.

"You did it again, Ana."

"Lepaskan aku, Jonathan," pinta Anabela penuh harap.

"Aku sudah pernah melepaskanmu, tapi kau malah pergi jauh dan bersembunyi dariku," sahut Jonathan dengan tatapan dinginnya.

Anabela bangun dan berusaha menarik tangannya lepas dari borgol  tak peduli jika pergelangannya kini memerah.

"Anggap ini hukuman untukmu," cetus Jonathan seraya duduk di sofa yang tak jauh dari ranjang. "Kau sadar kesalahan besarmu apa, Ana?"

Anabela bergeming menatap sendu pergelangan tangannya yang memerah.

"Kau menghilangkan bayiku lagi."

"Kau yang membuatnya mati, Jonathan! Kau yang membunuhnya!" Anabela coba melawan.

Jonathan mengamati Anabela di depan sana dengan serius.

"Kau wanita lemah, Ana. Makannya dua anakku yang harusnya hidup di dunia malah mati," tuduh Jonathan membuat Anabela melemparkan tatapan tak menyangka.

Jonathan kembali berdiri lalu berjalan mendekati ranjang yang Anabela tempati.

"Jangan membuatku kesal lagi," kata Jonathan dengan tubuh agak membungkuk saat menangkup sisi wajah Anabela.

"Memangnya aku akan membiarkanmu hidup tenang setelah kau membunuh anak-anakku?"

Anabela meludahi wajah Jonathan. "Kau juga membunuh ibuku! Mrs. Wilson! Sebastian!"

Jonathan menegakkan tubuhnya sambil mengelap bekas ludah Anabela di wajahnya.

"Kenapa kau tidak buat aku mati saja, Jonathan?" Anabela melemparkan tatapan dengan mata yang sudah memerah dan berbinar mau menangis.

"Bunuh saja aku! Bunuh aku! Dengan begitu, kau bisa mencari wanita lain sepuasmu dan dapatkan banyak anak dari mereka."

Jonathan terkekeh. "Ana, kau lupa? Aku sudah bilang ratusan kali kalau aku hanya mencintaimu. Tak ada wanita lain. Kau harusnya bangga pada dirimu sendiri karena kucintai."

"Bangga?" Anabela tertawa miris. "Apa yang harus kubanggakan dari seorang lelaki bajingan yang terobsesi menyiksa wanita?"

Jonathan menggeram kecil menatap Anabela seakan kalimat wanita itu barusan sudah membuatnya kesal.

"Kau melakukan kesalahan dengan meragukan cintaku," kata Jonathan yang berlalu hendak pergi.

"JANGAN KEMBALI LAGI! AKU TIDAK SUDI MELIHAT WAJAH PEMBUNUH SEPERTIMU!" teriak Anabela yang membuat Jonathan menutup pintunya dengan begitu keras.

Lagi-lagi, perkataan Anabela membuat mood Jonathan memburuk seperti cuaca. Kadang cerah, tapi kini seakan terkena badai.

Lelaki itu meremas erat gelas minuman di tangannya seakan ingin meremukkan dan membantingnya saja. Saking kesalnya, wajah Jonathan kini terlihat memerah karena emosi tersebut yang ditahannya.

"Jangan membanting peralatan di barku lagi," ucap Katrina yang datang memberi peringatan.

Jonathan melempar lirikan tajam. Ia kembali meneguk minumannya di gelas sampai habis, tidak jadi membantingnya ke lantai.

"Ada apa lagi denganmu, Jonathan? Kau harusnya senang adikmu sudah kau bunuh dan istrimu ketemu."

"Bukan urusanmu!" sahut Jonathan sinis.

"Aku hanya tak habis pikir, setiap hari wajahmu tertekuk menyeramkan. Aku jadi penasaran, kenapa Miss Hoover bertahan dengan lelaki menyebalkan sepertimu?" celetuk Katrina seraya duduk dengan santai di samping Jonathan.

"Kau mau mati?" ancam Jonathan setelah mendengar ocehan Katrina di sebelahnya.

"Well, aku tidak mau jadi korban cekikanmu sekarang." Katrina beranjak bangun sambil memegangi lehernya sebagai perlindungan.

"Aku ke sini hanya ingin memberikan barang yang bagus. Mungkin bisa meredakan emosimu yang meledak setiap hari," tambah Katrina seraya meletakkan sesuatu di atas meja depan Jonathan.

Katrina pun pergi meninggalkan ruangan. Saat ini, mata Jonathan terus tertuju pada sebungkus kecil serbuk berwarna putih yang Katrina tawarkan.

Saat tangan Jonathan tergoda untuk membawanya, ponsel di saku celana berdering. Jonathan langsung mengangkat panggilan dari salah satu mata-matanya di rumah sakit untuk mengamati keadaan Anabela di sana.

"Ada apa?"

"Miss Hoover mengamuk, Sir. Dia bahkan berusaha menyakiti beberapa perawat di sini."

Jonathan mengusap wajahnya. "Baiklah. Aku ke sana sekarang."

Panggilan berakhir. Jonathan beranjak dari duduknya lalu mengambil jas yang ia sampirkan di sofa untuk dikenakan.

Jonathan meninggalkan barang pemberian Katrina begitu saja.

Jonathan meninggalkan barang pemberian Katrina begitu saja

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
SOMETHING BETTERDonde viven las historias. Descúbrelo ahora