25: "Alasan Lain"

29 6 0
                                    

"Kak Jo!"

Atensi terfokus kepada perempuan yang tengah bersama Nadhif. Entah kenapa rasa sakit seketika menghampiri Joan, padahal dia merasa tidak ada rasa sebelumnya.

"Eh, udah datang." Nadhif tersenyum sambil melepas rangkulan dari Yera, lalu menghampiri Joan. "Gue tadi jemput Yera, kan gak bisa jemput lo-nya," sambung Nadhif sambil memamerkan senyum dan lubang pada pipinya.

Joan pun ikut memperlihatkan senyumnya. Dia berpikir jika hari ini akan berdua saja dengan Nadhif, tapi dia malah bersama dengan yang lain dan orang itu adalah Yera.

Susah payah gue minta izin dan ternyata buat ini? batin Joan. "Jadi kita pergi ke mana? Gue gak bawa motor," ucap Joan dengan nada biasa.

"Lo bisa bawa mobil, Kak?" tanya Yera dan Joan menganggukkan kepala. "Bawa mobil abang gue aja, kita pake mobil, Bang," sambungnya, tetapi tertuju kepada Nadhif.

Benar dugaan Joan, jika Yera tidak ada hubungan darah dengan Nadhif atau Bagas. Mereka hanya kenal sebatas junior dan senior yang kebetulan dekat dan kata Nadhif, Yera itu sudah dia anggap sebagai adik.

Joan diminta menunggu dan mereka menjemput mobil lebih dulu. Baru saja menjalani hari, keadaan hati Joan berantakan. Apalagi ketika mereka datang dan dia malah disuruh duduk di belakang sendiri dengan alasan Yera tidak bisa duduk di belakang.

"Lo gak apa-apa, kan?" tanya Nadhif.

Sebenarnya lebih baik Joan yang membawa mobil itu dan dia sendiri di depan dari pada seperti ini. Namun, dia tidak ingin memperumit masalah hari ini.

"Ya udah, santai aja."

Senyum Yera mengambang sambil menarik tangan Nadhif. Joan memutar bola matanya kesal karena tanpa dia sadari Joan memiliki rasa kepada laki-laki yang ada di depannya.

"Jangan lupa masang sabuk pengamannya, Jo," ucap Nadhif.

Selama perjalanan, dia sering memperhatikan Joan di belakang dan masih mengajaknya berbicara.

"Apa kata ayah tadi?" tanya Nadhif sambil melirik Joan.  "Pakai nama Jian lagi?" dia kembali bertanya dan langsung mendapatkan anggukan.

"Ngomong dong, Yang. Jangan diem begini," ucapnya tiba-tiba membuat Joan langsung mengangkat kepalanya dan Yera pun terlihat kaget sambil menoleh ke belakang.

"Apa yang harus gue omongin, kalian sibuk di depan dan gue gak tahu kalian bahas apaan."

Joan menjelaskan seadanya karena memang begitu. Dari tadi keduanya hanya sibuk membahas pesta persiapan. Rasa kesal Joan pun semakin bertambah ketika dia sadar jika keluar hari ini hanya untuk menemani Yera.

"Dia mau rayain ulang tahun, gue cuma bisa bantu begini, nemenin dia dan biar gak ada salah paham jadi gue ajakin lo-nya."

Hanya anggukan yang diberi Joan dan mempersilahkan mereka berdua, sedangkan Joan menyibukkan dirinya dengan ponsel yang ia keluarkan dari tas kecil yang ia bawa.

"Undangan pertama buat Kak Jo, nih." Yera menyodorkan selebaran undangan. "Datang, ya, Kak. Bajunya boleh hitam atau putih," sambungnya.

Senyuman paksa yang diberikan Joan ketika tangannya meraih undangan itu. Entah kenapa dia merasa tidak nyaman dengan adanya Yera seperti ini.

"Kakak jangan salah paham, kami udah kayak abang adik aja. Asalkan Kakak tahu, ya, waktu mau ajakin Kakak pacaran, Bang Nadhif minta restu dari gue dulu," jelasnya dan di akhiri dengan tawa. "Ibaratnya pendapat Yera itu berpengaruh banget."

"Iya, santai aja kali."  Jawaban yang bertolak belakang dengan isi hati Joan saat ini, bahkan dia memamerkan senyumnya.

Seakan memiliki dua pacar, Nadhif terlihat begitu bahagia dengan senyuman yang terus terpancar. Dia meladeni apa yang dikatakan oleh Yera, tetapi tangannya tidak melepas genggaman dari Joan.

HIRAETH (END) Where stories live. Discover now