35: "Memulai Kembali"

118 6 6
                                    

Sepasang manusia itu saling tatap beberapa detik, hingga Joan menarik napas dan tersenyum seraya melapaskan tangan Nadhif darinya.

Rumah?

Ketika Joan menjadikan Bagas sebagai rumahnya, tetapi kembaran laki-laki itu meminta hal yang tidak mungkin untuk dia berikan. Jika pun Joan menerima Nadhif kembali, tetap saja yang ada di dalam kepalanya tetaplah Bagas.

Joan menggelengkan kepala. "Gak bisa, Dhif. Terlalu berat untuk gue lakuin kalau lo minta gue jadi rumah lo," ucap Joan.

"Kenapa? Lo baik dan gue butuh orang yang kayak lo di dalam hidup gue. Gue gak punya siapa-siapa untuk ngasih gue kasih sayang, Jo," jelasnya.

Joan kembali duduk di samping Nadhif. Semuanya harus ia selesaikan agar hidupnya dapat kembali normal dan disaksikan oleh Bagas di depannya.

"Lo bilang gak punya siapa-siapa?" tanya Joan dan Nadhif menganggukkan kepala, ia merasa semua keluarga dan temannya sibuk dengan dunia mereka sendiri, terlebih kedua orang tuanya. "Lo salah, Dhif," sambungnya.

"Mungkin lo anggap gue punya apa aja, Jo, tapi nyatanya gue tetap merasa kesepian, mereka cuma kasihan sama gue, gak lebih."

"Yera," ucap Joan dan Nadhif langsung terdiam. "Lo punya Yera."

Nadhif menggelengkan kepalanya, lalu tersenyum. "Dia udah punya pacar, Jo, lagian kami gak lebih dari seorang abang-adek."

"Dhif, dia selalu ada buat lo dari pada gue. Kalau bukan karena dia, gue mungkin gak bakal di sini. Dia lebih mentingin lo dan asalkan lo tahu. Waktu kita berantem, disaat dia sakit dia nyariin gue ke rumah cuma untuk bilang jangan bikin lo tertekan. Yera, Dhif." Joan mengambil napas sejenak. "Tanpa disadari, kalian berdua saling melengkapi dan sudah saling mengenal," sambungnya.

"Seharusnya, lo buka hati sama dia. Bukan sama gue."

Nadhif menggelengkan kepalanya, dia tidak akan pernah bisa menjadikan Yera sebagai rumahnya untuk pulang.

"Lo gak bisa lepasin Yera, kan?" tanya Joan dan Nadhif kembali menggelengkan kepala.  "Kalau kita paksain hubungan ini, gue yang makan hati karena kalian gak ada hubungan darah dan kalian masih dekat. Gue bisa cemburu, Dhif," sambungnya.

"Sebelum rasa kita semakin besar, kita berhenti di sini aja, ya?" pinta Joan dan Nadhif pun tertunduk, matanya tertuju kepada tanah seakan mencari jawaban di sana.

Nadhif menggigit bibir bawahnya, menahan diri dari amarah yang sedang ia rasakan. Ia merasa tidak ada kehidupan yang berpihak kepadanya. Termasuk masalah cinta. Ia merasakan tangan Joan mengusap punggungnya pelan.

"Dhif, dengar gue. Lo mungkin marah sama jalan hidup yang sedang lo jalani, tapi lo harus buka mata kepada siapa yang selalu ada buat lo. Orang itu Yera. Mungkin sekarang lo masih bingung, tapi seiring waktu lo juga bakal tau sama jawabannya." Joan masih setia mengusap punggung Nadhif. "Bukan mereka cuek sama lo, tapi lo yang terlalu sibuk sama kehidupan lo yang ngambil peran Bagas, lo terfokus sama itu. Cuma karena kerinduan lo sama dia, kerinduan gue sama dia, kita malah ambil jalan yang salah," sambungnya.

Setelah mengeluarkan kalimat panjang, Joan memilih diam. Berharap Nadhif bisa memahaminya.

"Gue pamit, ya," ucap Joan ketika Nadhif tidak lagi menanggapinya, dia hanya diam dan menatap makam kembarannya.

Dari arah gerbang masuk TPU Yera terlihat berjalan ke arah mereka. "Apa gue bilang, Dhif."

Kali ini Nadhif menaikkan kepalanya dan melihat ke arah tangan Joan. "Dia peduli sama lo dan dia mungkin aja jadi rumah ternyaman lo nanti."

Joan mengalihkan tatapannya sejenak ke arah langit untuk mengembuskan napas dan kembali terseyum pada makam Bagas.

"Pada dasarnya, gue cuma untuk Bagas, Dhif, dan kita? Itu mustahil karena Bagas pasti bakal cemburu di sana," ucap Joan sebelum pergi meninggalkan Nadhif.

HIRAETH (END) Where stories live. Discover now