Melepas kepergian.

3.9K 427 2
                                    

"Sekuat apapun kita mempertahankan seseorang, jika memang sudah waktunya pergi, dia akan tetap pergi."
Diandra Tari Ananta

*Putar lagu Rela-Shanna

Happy reading.

"Pembunuh!" desis Gaska tajam.

Bugh

Semua orang yang ada di depan ruang ruang UGD, seketika terpelonjak kaget dengan tindakan Gaska barusan.

Tanpa basa-basi, Gaska langsung membogem rahang Daniel saat cowok itu baru tiba.

"Lo, pembunuh Daniel!"

Bugh

Bugh

Tanpa memberi cela, Gaska langsung memukul Daniel habis-habisan.

"Maksud lo apa, Anjing?!" maki Rean, cowok dengan jaket warna hitam itu mendorong Gaska dengan kasar. Detik berikutnya, Rean langsung menarik Daniel yang sudah tersungkur.

Entah karena apa, namun kali ini Daniel terlihat berbeda dari biasanya. Cowok itu hanya diam saat Gaska memukulnya tadi.

"Lo masih tanya maksud gue apa? harusnya gue yang tanya sama temen lo!"

"Apa maksud dia nembak Mahesa kayak gini, bangsat!" sentak Gaska dengan emosi yang menggebu-nggebu.

Semua orang yang mendengar ucapan Gaska langsung terkejut. Mereka semua kini menatap Daniel dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Selama ini, Mahesa nggak pernah punya musuh kecuali lo Daniel!" lanjut Gaska.

"Dan cuma lo juga, yang bisa nembak orang dari jarak jauh dengan tepat sasaran kayak gini!" tuduh Gaska. Mata cowok itu terlihat memerah, menahan segala emosi yang sudah ingin meledak.

Rean yang mendengar itu tersenyum remeh, cowok itu mendekat kemudian menepuk pelan pundak Gaska.

"Jangan pernah nuduh orang tanpa bukti. Karena biasanya, orang yang sering nuduh orang lain, adalah pelaku yang sedang berusaha menutupi kesalahannya," desis Rean dengan nada dinginnya.

Gaska yang mendengar ucapan Rean, langsung naik pitam. Tangan cowok itu terkepal erat, hendak memukul Rean. Namun, belum sempat Gaska bertindak, suara berat dari pria paruh baya berkemeja biru navy berhasil menghentikan tindakan Gaska.

Edgar beranjak, pria paruh baya itu menatap tajam ke arah Rean dan Gaska. "Cukup! saya tidak ingin ada keributan di sini!" ujar Edgar, Papa Diandra.

Daniel, cowok yang sedari tadi hanya diam itu, terus saja menatap Diandra. Hatinya seakan teriris, kala melihat betapa hancurnya Diandra sekarang. Wanita itu terlihat sangat kacau, mata sembab serta tatapannya yang kosong.

Tuhan, jangan buat dia sedih. Bahagiakan selalu dia , jangan biarkan dia menangis. Tuhan, kembalikan Zian pada wanita yang sangat saya cintai, saya ingin dia selalu bahagia batin Daniel.

Perlahan, cowok dengan hoodie warna hitam itu mendekat ke arah Diandra. Dengan air mata yang mulai menetes di pelupuk matanya, Daniel bersimpuh di bawah wanita itu.

"Maafin gue Diandra....." lirihnya.

"Semua ini gara-gara gue Ndra, maafin gue...."

Diandra yang mendengar ucapan lirih Daniel, tak kuasa menahan tangisnya. Hatinya terasa begitu sesak, saat melihat Daniel seperti ini.

Daniel Armagana, cowok tampan yang terkenal dengan sejuta sifat dingin dan kejamnya. Kini bersimpuh dan menangis di hadapan Diandra. Tubuhnya yang penuh luka, serta penampilannya yang sangat acak-acakan, membuat cowok itu terlihat semakin menyedihkan.

Perlahan, tangan mungil wanita itu mengusap air mata Daniel yang mengalir di pipi cowok itu.

"Gue percaya sama lo Niel," jawab Diandra dengan senyum sendunya.

"Gue yakin, bukan lo yang nembak Zian," lanjut Diandra kemudian.

Semua orang yang mendengar jawaban Diandra, seketika terkejut. Mereka semua menatap tak percaya ke arah Diandra. Termasuk dengan anggota X Gavanz yang kini terlihat begitu marah dengan keputusan Diandra.

"Istri macam apa lo Ndra? belain cowok lain saat suami lo lagi sekarat!" sembur Yoga tak tertahan. Cowok yang biasanya terlihat sangat humoris itu, kini terlihat begitu dingin. Cowok itu menatap kebencian ke arah Diandra.

"Dia pembunuh Ndra. Cucu mafia kayak dia nggak mungkin punya hati Diandra!" sentak Yoga.

"CUKUP!" sentak Edgar, Papa Diandra.

"Jangan pernah kamu berucap seperti itu kepada putri saya. Kamu tidak tau siapa putri saya. Lebih baik sekarang kalian semua pergi, saya tidak mau kalian di sini!" sentak Papa Diandra.

Tiana yang mendengar itu, tak tinggal diam. Wanita paruh baya yang sedari tadi sudah muak dengan Daniel itu, kini ikut angkat bicara.

"Pa! apa yang di bilang Yoga itu benar Pa, Daniel ini cucu mafia. Dia musuh Zian Pa, jadi nggak menutup kemungkinan kalau dia yang udah celakain Zian!" bantah Tiana tak terima. Dari dulu, wanita paruh baya itu memang tak menyukai Daniel, karena cowok itu sudah membawa pengaruh buruk untuk anak perempuannya.

"Cukup Ma!"

"Pulang, Daniel!" usir Edgar. Pria paruh baya yang biasanya selalu bersikap hangat itu, kini terlihat sangat dingin.

Namun bukannya beranjak, Daniel malah tetap pada posisinya. Cowok itu terus saja menatap Diandra dengan tatapan khawatirnya.

"Pulang Niel, gue baik-baik aja!" ucap Diandra seakan mengerti isi pikiran Daniel.

Erlangga yang melihat itu, langsung menarik Daniel agar berdiri.

"Pulang Niel! Besok kita balik lagi!" ajaknya, kemudian menarik Daniel untuk pergi.

🌺🌺🌫️🌫️🌺🌺🌺

Jam sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Namun, sampai sekarang belum ada tanda-tanda Zian akan sadar. Cowok itu masih terpejam dengan tenang di atas brangkar.

Diandra yang melihat itu, hanya bisa menahan sesak di hatinya. Sejak tadi malam, Diandra sama sekali tidak tidur. Wanita itu terus saja berdoa untuk Zian. Jujur saja, Diandra benar-benar takut kehilangan Zian.

Dengan pelan, wanita itu menyibak rambut hitam legam milik Zian yang berada di dahi.
Detik berikutnya, Diandra mengusap lembut dahi cowok itu.

"Cepet bangun gantengnya Diandra! Diandra kangen Zian!" ucapnya dengan senyum kecut.

Setelah selesai mengatakan itu, Diandra kemudian beranjak. Wanita itu akan tidur di sofa bersama orangtuanya serta Mama Dinda.

Namun, baru saja satu langkah, suara layar monitor di samping Zian membuat atensi Diandra teralihkan.

Seketika itu pula, jantung Diandra bedegup kencang, badannya terasa lemas, saat melihat garis lurus di layar monitor itu.

🌺🌺🌺🌫️🌫️🌫️🌫️🌺🌺🌺

ZIAN MAHESAWhere stories live. Discover now