16. Ternyata Dia Suhu

61.5K 5.5K 1.1K
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen. Komen yang banyak ya, kalau bisa di setiap paragraf. Terima kasih.
_____________________________________________

Setelah selesai mandi, Naya langsung melaksanakan sholat Asar, tentunya dengan didampingi oleh Ali. Lelaki itu terus memperhatikan Naya di bibir pintu kamar seraya mengulum senyumnya.

Ia tahu Naya terpaksa melakukan hal tersebut lantaran ia mengancamnya. Akan tetapi, jika tidak dengan menggunakan ancaman atau tindakan yang tegas, maka Naya tidak akan pernah mau menuruti apa yang ia perintahkan.

Kemarin Ali sudah menyuruh Naya untuk menghafal doa di setiap gerakan sholat, semoga saja sekarang Naya memang sudah menghafal doa-doa tersebut, walau kemungkinannya sangatlah kecil.

Lima menit pun berlalu, akhirnya Naya sudah selesai melaksanakan sholat Asar. Dengan segera Naya bangkit dari duduknya lalu berjalan mendekati Ali dan mengulurkan tangan kanannya ke depan lelaki itu, Ali yang mengerti segera menerima uluran tangan tersebut. Alhasil Naya mencium punggung tangan sang suami dengan begitu takzim.

Tanpa disangka, Ali mendaratkan ciuman cukup lama di kening Naya. Ya, rasanya sangat hangat dan nyaman. Tindakan seperti ini pernah Naya rasakan ketika malam pertama pernikahan, namun ia menampar telak pipi Ali lantaran tak mau dicium atau bahkan disentuh sedikit pun oleh suaminya itu.

Akan tetapi sekarang ia tidak bisa menolak, ia takut Ali malah melancarkan aksi di luar nalar nanti. Secara, sikap Ali telah berubah drastis, ia jadi ragu apakah benar Ali yang ini yang menikahinya.

"Gue udah turutin kemauan lo," ujar Naya, tampak enggan menatap mata Ali.

Ali memajukan bibirnya tepat di telinga sang istri seraya berucap, "Makasih banyak, Sayang. Kamu jadi keliatan makin cantik habis sholat begini."

"Ck!" Naya berdecak. "Terserah lo, Ali." Jeda beberapa detik. "Sekarang lo boleh pergi dari kamar gue, karena gue mau istirahat di kamar."

"Hm, oke."

Tak ingin banyak berdebat dengan Naya, Ali pun segera membalikkan badannya lantaran ia akan berjalan keluar dari kamar perempuan itu. Baru beberapa langkah, ternyata Ali menghentikan langkah kakinya kembali. Naya yang memang sejak tadi memperhatikan punggung Ali yang mulai menjauh dari penglihatannya langsung berkerut heran.

Dari tatapan matanya, ia seolah bertanya 'kenapa?' pada Ali.

"Lain kali kalau buat nasi goreng, nasinya dicek dulu udah basi atau belum. Saran aku, lebih baik kamu jangan buat nasi goreng sama nasi sisa kemaren, mendingan masak nasi yang baru terus dibuat nasi goreng. Nasi goreng buatan kamu emang enak kok, enak banget malah. Tapi sayang, nasi gorengnya nggak bisa dimakan sampe habis, baru satu suap terus udah," ujar Ali. Setelah berkata demikian, ia berlalu meninggalkan Naya begitu saja.

Mendengar kata demi kata yang keluar dari mulut Ali barusan, tentu Naya terkejut setengah mati dengan kedua mata terbelalak sempurna.

Ia benar-benar tidak tahu kalau nasi sisa kemarin yang digunakan untuk membuat nasi goreng sudah basi. Ini salahnya juga si karena tidak mencicipinya terlebih dulu dan asal masak buat suami, seperti inilah akhirnya. Ah, ia jadi merasa tidak enak pada suaminya itu.

"Bodo banget si lo, Naya!" makinya ke diri sendiri.

"Gue harus minta maaf atau enggak?" Kedua mata Naya terlihat begitu gusar. "Minta maaf aja kali ya, tapi kalau dia keegeran gimana? Mau ditaro di mana muka gue?"

Ia berjalan mondar-mandir di depan kamarnya bak orang yang sedang kebingungan lantaran mencari sebuah jawaban yang terlampau sulit dari masalah kecil yang kini melandanya.

Dear Mas Ali (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now