20. Malah Menyemangati

54.7K 5.4K 1.6K
                                    

Jangan lupa vote dan komen di chapter ini. Komen yang banyak ya, kalau bisa di setiap paragraf, biar rame!

1 rb vote + 1,5 rb komen untuk next chapter
_______________________________________

"Lo punya janji apa sama cewek ini, Li?" Pertanyaan yang keluar dengan mulus dari mulut Naya membuat Ali langsung menolehkan pandangan ke sumber suara.

"Aku bisa jelasin semuanya di rumah nanti, Nay. Em ... sebaiknya sekarang kita masuk ke dalam, aku yakin Ummah sama Abah udah nunggu kita."

Jawaban Ali barusan seolah tengah menghindari pertanyaan Naya. Padahal di sini posisinya Naya sudah sangat penasaran sekali. Masa iya harus menunggu penjelasan Ali ketika dirinya dan Ali berada di rumah mereka. Itu terlalu lama. Bagaimanapun caranya rasa penasaran Naya harus segera terjawab sekarang juga.

Naya maju beberapa langkah mendekati wanita yang bernama Hasna. "Ada hubungan apa antara lo sama Ali? Janji apa yang udah dibuat Ali ke lo?"

Hasna diam seribu bahasa, tak ada tanda-tanda ingin menjawab dua pertanyaan Naya beberapa detik lalu, hal tersebut benar-benar membangkitkan emosi Naya.

"Heh anjir lo punya mulut, kan?! Jawab pertanyaan gue aja nggak bisa. Guna mulut lo buat apa si?!" teriak Naya. Ia berpikir sejenak sampai akhirnya kembali berucap, "Oh jangan-jangan lo bisu, pantesan nggak bisa jawab pertanyaan gue."

"Nay, udah." Ali mencoba melerai semuanya, bisa gawat jika apa yang Naya lakukan tidak dihentikan.

"Jaga mulut kamu, Mbak." Ria--sahabat Hasna akhirnya membuka suara. Ia tidak terima jika sahabatnya dikatai sebagai wanita bisu oleh seseorang yang baru pertama kali bertemu dengannya.

"Loh? Emang gue salah ngomong ya?"

"Hasna nggak bisu, kalau nggak tau jangan asal ngomong," ucap Ria, sungguh ia merasa sangat kesal pada seorang wanita yang berdiri di samping Ali itu. Tampangnya yang selengean cukup membuat Ria tahu bahwa wanita ini memang tidak bisa bersikap sopan terhadap orang lain.

"Salah gue di mana, Bego? Temen lo diem aja waktu gue tanya, ya gue ngambil kesimpulan sendiri kalau temen lo bisu. Harusnya temen lo jawab pertanyaan gue kalau nggak mau dikatain bisu sama gue, gitu aja repot."

"Naya, ayo kita masuk!" tekan Ali yang sama sekali tak diindahkan oleh sang pemilik nama. Naya adalah tipe orang yang tidak akan pergi jika kekesalannya pada seseorang masih membara tiada henti.

"Kamu tuh ...." Perkataan Ria tiba-tiba terhenti saat Hasna memegang tangannya lalu menggelengkan kepala, pertanda jikalau perempuan itu tidak mau Ria terlalu menanggapi kata-kata kasar yang keluar dari mulut wanita yang berdiri tepat di samping Ali.

"Jangan buat keributan, nggak enak," paparnya. "Biar aku yang jawab pertanyaan dia."

Ria mengambil napas dalam-dalam lalu mengembuskannya kasar. "Aku aja, Hasna." Kemudian ia menatap wajah Naya secara saksama. "Asal kamu tau, Ali pernah berjanji bakal nikahin Hasna dulu waktu dia belum keluar dari pondok pesantren Miyabul Falah, tapi kenyataannya Ali malah nikah sama wanita lain. Sebagai sahabat, tentu aja aku nggak terima Hasna disakitin sama cowok yang katanya baik, tegas, sopan, dan cerdas itu. Omongannya nggak bisa dipegang sama sekali," jelasnya. "Dia udah ngebuat sahabat aku jadi sedih terus kayak gini."

Tak dapat dipungkiri bahwa Naya benar-benar terkejut mendengar penjelasan Ria barusan. Jika benar Ali sudah berjanji akan menikahi seorang wanita yang memang lelaki itu cintai lantas mengapa Ali mau dijodohkan dengannya? Mengapa tidak ada bantahan sedikit pun dari Ali ketika orang tuanya dengan orang tua Naya bersepakat untuk menikahkan dirinya dan Naya? Ini sangat aneh.

Dear Mas Ali (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now