1

625 15 0
                                    

Paul pov.

Pukulanku bertubi tubi kuhempaskan ke dinding kamar  tidurku yang sudah lama tak kutempati, emosiku memuncak dan tak terkontrol hingga rasanya kepalaku ingin meledak. Aku terlalu marah, terlalu emosi juga terlanjur kecewa dengan pamela yg hampir saja kudorong ke rel kereta api. Sayangnya aku tak seberani itu.

Tanganku sudah membiru dan ada luka goresan juga rembesan darah yang mulai mengalir keluar, sungguh aku tak peduli, karena rasa sakit yang ditorehkaan pamela cukuplah dalam. Aku meraih ponsel dari saku celanaku begitu menyadari dad sedang menelponku

"Apa yang kau lakukan Paul? Kau apakan istrimu hah?? "

Rahangku mengeras, tanganku kembali terkepal menahan amarah, tapi tidak dihadapan dad.

"Pamelas sedang bersama mamamu, dia menangis didepan Jeremi, dan mamamu membawanya masuk ke kamar, ... Paul.... "

Kalimatnya tertahan, dan aku masih tetap membeku.

"Kau sudah menangkap basah mereka? " Tanya dad dengan nada suara yang dipelankan, hampir saja air mataku jatuh. Namun ku tahan dan menarik napas panjang lalu menghembuskannyq perlahan.

Aku tak tau harus berkata apa, dad sudah memperingatkanku tetang keputusanku menikahi Pamela yang terpaut 8 tahun lebih muda, tetapi sungguh aku terlalu percaya diri dengan keputusanku, bahkan mom tak berkata apapun.

"Ayolah son, datanglah, kita bicarakan setelah kamu tiba dirumah. " Ucap dad kemudian sebelum bunyi beep tanda dad sudah menyudahi pembicaraan kami.

Aku masih terdiam, meratapi bagaimana nasib Jeremi yang baru berusi 2 tahun. Bagaimana jika dia tau tentang kelakuan ibunya yang ternyata seorang pelacur berkedok bangsawan.

"Sial kau Pamela!!! Arrrkkhhhhh!!!

                        

                                   ######

Mobilku berhenti di garasi rumah dad. Dari jauh aku sudah bisa melihat bayangan dad yang berdiri sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celananya.

Emosiku kini tertahan karena wajah tenangnya yang mengingatkanku untuk selalu sabar menghadapi apapun, rasanya aku ingin memakai topeng agar dad dan mom tak pernah melihat wajahku yang kacau, entah kemana jas yang tadi kupakai, kemeja biru muda yang kenakan sudah tampak kusut dengan lengan kemeja yang kugulung takkaruan.

Aku berjalan memunggungi dad, pria itu tampak tenang, bahkan terlalu tenang. Dad dan mom memang idolaku sejak kecil, mereka orang tua yang
Baik, pasangan yang unik, dengan mom yang selalu  mendampingi dad, dan dad yang selalu membutuhkan mom. Rasanya aku gagal membangun hubungan pernikahan seperti mereka.

####

Sudah sejam aku menunggu mom keluar dari kamar sejak dia membawa pamela masuk. Rasanya tenggorokanku kering, aku menelan ludah dan bangkit dari dudukku mengeluarkan ponsel dari saku celana yang sejak tadi betontak untuk di jawab. Beberapa notifikasi tak penting dan beberapa panggilan tak terjawab dari adik pamela, sepertinya angin telah membawa berita ini padanya. Kepalaku perih rasanya aku ingin muntah mingkin karena belum ada yg kumakan dan minum.

"Tidurlah nak, " Aku menoleh seketika mendengar suara mom yang tenang. Aku tau aku tak bisa menangis sekarang. Tidak dalam situasi sialan ini dan tidak untuk si jalang satu itu.

"Mom, aku... "

Mom menganggukkan kepalanya, sangat tenang dengan seulas senyum yang mengisyaratkan jika semua akan baik2 saja.

Aku masih mematung dengan ponsel di tanganku yang sudah redup cahayanya. Pikiranku kacau, aku butuh pelampiasan tapi entah bagaimana. Aku sudah berubah menjadi malaikat sejak topeng iblis kulepaskan.

"Aku ingin melihat Jeremy, apakah dia tertidur dengan pulas? " Hanya itu yang bisa ku katakan sebelum akhirnya aku pergi meninggalkan mom.

Bersambung...

Hi, lama tak menulis, semoga kalian suka dengan ceritra ini.
Maaf masih banyak salah dalam penulisan

Love, Sex n AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang